Lihat ke Halaman Asli

Andika Lawasi

an opinion leader

Anoa, Si Kerbau Cebol yang Nyaris Punah

Diperbarui: 10 Juli 2021   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anoa, Si Kerbau Cebol yang Nyaris Punah (foto: ABC Manado)

Kekayaan hayati dari tanah Sulawesi seakan tak ada habisnya. Kali ini, cerita datang dari kisah Anoa (Bubalus, spp), si kerbau cebol asal pulau Sulawesi.  Hewan ini umumnya hanya  mendiami daratan Sulawesi dan pulau Buton. Hidupnya yang tergolong semi soliter, artinya suka menyendiri atau hidup bersama pasangannya saja, membuatnya sedikit berbeda dari spesies lainnya yang cenderung mengelompok. Induk anoa pun hanya melahirkan 1 (satu) anakan anoa setiap tahunnya. Sehingga jumlah populasinya di alam bebas tidak begitu banyak.

Ancaman terhadap keberadaannya pun tidak main-main. Orang lokal sering memburunya untuk kepentingan konsumsi dan ritual. Ditambah pula dengan habitat aslinya yang kini sudah banyak berubah jadi perkebunan, pertambangan serta sederet alih fungsi lainnya. Akibatnya, jumlah populasi anoa menurun tajam di hutan -- hutan alam Sulawesi. Dan kini jejaknya pun telah tiba di ambang kepunahan. Sungguh miris!

Anara, Anoa Betina Hasil Penangkaran ABC Manado (Dokpri)

Ada beberapa alasan mengapa Anoa disebut-sebut sebagai satwa yang unik. Pertama, dari sisi morfologi, atau perawakan tubuh.  Menurut Arini (2013), perawakan tubuh anoa  serupa  dengan  kerbau  sehingga sering disebut kerbau cebol. Bentuk kepalanya mirip kepala sapi (Bos), tetapi kaki dan kukunya menyerupai banteng (Bos sondaicus). Arah tanduknya pun  condong  ke belakang. Namun penampang  bagian  dasar tanduknya  tidak  bulat seperti  tanduk  sapi  melainkan lebih menyamai tanduk  kerbau (Arini, 2013).

Klasifikasi anoa sendiri ada 2 (dua) jenis. yaitu Anoa dataran rendah dan anoa pegunungan/dataran tinggi. Di antara keduanya juga memiliki perbedaan yang khas. Anoa  dataran  rendah  (Bubalus  depressicornis) mempunyai tinggi  bahu mencapai  80--100  cm, sementara   anoa  pegunungan (Bubalus  quarlessi) hanya berkisar  60-75  cm.  Ini  sama dengan  yang  digambarkan Groves  (1969), bahwa anoa dataran  rendah  relatif  lebih  besar  dibandingkan  dengan  anoa  yang dijumpai di dataran tinggi (Arini, 2013).

Keunikan kedua Anoa adalah dari sisi perilaku hidupnya. Seperti sudah dijelaskan di depan, anoa lebih senang hidup soliter (menyendiri). Meskipun pada beberapa kasus kadang pula ditemukan berada dalam kawanan sebanyak 2 sampai 3 ekor. Namun pemandangan seperti itu jarang terlihat.  Karakter individualis Anoa membuatnya cenderung berlaku demikian.  Bahkan untuk melawan musuh yang mengancam, Anoa tidak mengandalkan kawanan, melainkan hanya akan berlari menjauh. Namun bila terdesak, ia akan terpaksa menggunakan tanduknya yang tajam untuk melukai, bahkan membunuh.

Keunikan ketiga anoa adalah ia adalah hewan pemalu. Dia senang bersembunyi di hutan-hutan lebat, di bantaran sungai yang tertutup, di kawasan yang berawa-rawa, di sepanjang pantai yang sunyi (khusus untuk Anoa dataran rendah), serta di lokasi-lokasi yang sulit terjangkau, baik oleh manusia maupun predator alaminya (Mustari, 2019).  Menurut Hoijer (1946), kebutuhan akan mineral yang sangat tinggi membuat anoa cenderung mencari habitat yang bisa menyuplai kebutuhannya tersebut dan dapat membuatnya terhindar secara langsung dari pemangsa.

Sumber: Facebook ABC Manado

Dari sisi endemisitas wilayah penyebarannya, anoa lebih banyak berada di pulau Buton dan Sulawesi.  Menurut Whitten et.al (1987), dalam (Arini 2013), populasi anoa masih dapat ditemukan di ujung utara Sulawesi pada akhir abad ke-19. Bahkan setengah abad sebelumnya, keberadaan anoa masih dapat dijumpai di Bolaang Mongondow dan Gorontalo.

Beberapa wilayah yang menjadi habitat terbaik Anoa berikut jumlah populasinya yang sempat terdeteksi antara lain, di Suaka Margasatwa Lambusango Buton (150-200 Ekor), Taman Nasional Lore Lindu (0.85 Ekor/Km2), Suaka Margasatwa Tj. Amolengo Sulawesi Tenggara (5-6 ekor), dan di Cagar Alam Tangkoko Batuangus, Sulawesi Utara (terdapat 38-62 ekor) (Mustari, 2019). Namun, sebagaimana pendapat Mustari (2019), angka-angka di atas adalah catatan lama tentang keberadaan Anoa. Trend menunjukkan bahwa populasi Anoa kian menurun di seluruh bagian hutan Sulawesi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline