membincang tema kepemimpinan yang ideal bagi bangsa ini merupakan hal yang agak sedikit sukar dilakukan. Terlebih lagi apabila role model kepemimpinan yang dimaksud sangat jarang ditemui, maka mendefinisikannya pun akan menjadi sedikit rancu dan tidak pas. Terasa seperti sebuah kemewahan apabila dalam satu wilayah di negeri ini kita tiba-tiba menemukan tokoh-tokoh teladan yang mampu mengurus rakyatnya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Seolah-olah bangsa yang besar ini benar-benar sedang krisis kepemimpinan sehingga apabila sedikit saja ada orang-orang yang cemerlang muncul di permukaan, maka akan langsung jadi perbincangan hangat dan menjadi berital viral di media sosial.
Mencari model pemimpin yang pluralis dan toleran di negeri ini terkadang tidak mudah. Ada saja gagasan yang muncul untuk memberangusnya karena masih kuatnya sentimen mayoritas yang cenderung lebih memenangkan golongan tertentu atas golongan yang lain. Model kepemimpinan kaum muda yang pluralis dan toleran merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh bangsa ini sebagai jalan keluar terhadap masalah-masalah intoleransi dan kekerasan sosial atas nama suku, agama ataupun golongan yang masih marak terjadi yang kadang sering muncul akibat provokasi golongan tua dan kelompok-kelompok fundamental-tradisional yang masih mengira bahwa dunia ini statis dan belum berubah.
Kadang sulit untuk memahami cara berpikir sekelompok orang yang menolak pluralitas dan memilih jalan kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah. Seolah-olah mereka hidup dalam dunia imajiner dimana semua manusia didalamnya berperilaku seragam. Akhirnya, uniformitas dalam konteks mayoritas kadang menjadi ide yang tidak pas karena cenderung memberi peluang atas munculnya pemaksaan kehendak golongan tertentu atas yang lainnya. Rekonsiliasi pasca konflik akibat perbedaan ini pun kemudian terasa sukar dilakukan karena kedua kubu sama-sama merasa benar.
Model kepemimpinan yang pluralis dan toleran hendaknya menjadi role model resolusi konflik yang mampu memandu pelaku konflik pada penerimaan yang tulus dan ikhlas. Model kepemimpinan seperti ini harus mampu tumbuh dari akar rumput agar secara alami bisa mempengaruhi ekspektasi dan tindakan orang-orang disekitarnya (Scott, 1962; Nigro, 1965; Hemhill dan Coon, 1995). Tokoh-tokoh muda lokal yang dinilai bisa menerjemahkan kerisauan menjadi kekuatan harus terus dimunculkan agar semakin banyak kisah-kisah keteladanan yang mampu diadopsi oleh bangsa ini.
Indonesia adalah bangsa majemuk yang didalamnya hidup 1340 suku bangsa (BPS, 2010) yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Kemajemukan suku bangsa, agama dan bahasa merupakan kekayaan negeri ini yang harus tetap dijaga keberlangsungannya sebagai modal dasar untuk membangun bangsa menjadi lebih kuat di masa yang akan datang.
Kepemimpinan yang mengedepankan asas toleransi dan menghargai pluralitas adalah hal yang wajib dibutuhkan oleh bangsa ini untuk merekatkan kembali sisi-sisi yang retak dan mungkin terserak dari kesatuan kita sebagai bangsa. Kepemimpinan yang dimaksud bukanlah melulu kepemimpinan selera media karena hanya akan memunculkan kemunafikan dan kecintaan kolektif yang berlebihan yang mudah di atur melalui polesan media yang kapitalis. Pemimpin yang dibutuhkan adalah mereka yang bekerja tanpa pamrih akan popularitas dan yang memahami betul persoalan bangsa ini serta mampu menerjemahkan solusi dengan tepat. Kepemimpinan kaum muda yang pluralis dan toleran adalah sebuah keniscayaan bagi majunya kehidupan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
Integritas Nasional Untuk Toleransi Dan Pluralitas
Integritas merupakan istilah yang dipinjam dari bahasa latin yaitu integer yang bermakna utuh atau lengkap. Dewasa ini, integritas sering diartikan sebagai sikap atau pribadi yang cenderung stabil dalam memegang prinsip dan nilai-nilai yang diyakininya dalam kehidupan sehari-hari. Integritas nasional dapat dimaknai sebagai sikap kolektif sebuah bangsa dalam menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip kebangsaan secara teguh dan berkelanjutan. Dalam konteks keindonesiaan, integritas nasional harus mengedepankan nilai-nilai dan prinsip pancasila sebagai usaha untuk memperkuat persatuan nasional dan untuk menghindari terjadinya perpecahan. Memperkuat integritas nasional untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan toleran adalah sebuah tugas suci untuk menghindari konflik sosial yang bisa saja terjadi akibat gesekan di level bawah.
Istilah integritas seringkali dikonstruksi dalam pandangan yang berbeda. Sebagian ahli filsafat mengatakan bahwa integritas sangat erat kaitannya dengan kejujuran dan keteguhan memegang nilai-nilai. Sementara yang lain mengatakan bahwa integritas merupakan sikap yang stabil dan konsisten. Menurut Henry Cloud (2007), integritas merupakan kemampuan menepati janji dan memenuhi tuntutan.
Dalam pandangan Cloud, seseorang dengan integritas memiliki kemampuan yang jarang ada untuk menyatukan semuanya, mewujudkan semuanya, sesulit apapun keadaannya. Jika definisi integritas menurut Cloud bisa diterima, maka integritas nasional dalam konteks keindonesiaan dapat dimaknai sebagai sikap kolektif warga bangsa untuk berani memenuhi tuntutan prinsip bangsa ini, yaitu menjadi Indonesian yang sanggup menjaga nilai pancasila dan mengamalkannya, berani menerima kenyataan kemajemukan, dan bangga menjadi Indonesia seutuhnya. Ini mungkin terdengar sedikit klise namun secara esensi penting untuk dipahami oleh semua pihak.
Kemajemukan suku, golongan, ras, dan agama adalah sebuah kenyataan yang harus kita terima sebagai bangsa Indonesia. Menghadapi kemajemukan seperti ini diperlukan sikap yang hati-hati dan bijak. Tidak mengedepankan egoisme golongan dan mampu menerima pluralitas dengan sikap toleransi yang benar. Jika kita sebagai warga bangsa sering menuntut negara untuk menjaga integritas pemerintahan, maka sebagai warga negara kita juga perlu menjaga integritas kita sebagai warga negara dari sebuah bangsa yang prinsip hidupnya adalah Pancasila yang mengharuskan warga bangsanya untuk bersikap toleran dan wajib menghargai pluralitas.