Lihat ke Halaman Asli

Klasik, Namun Tak Penah Beres

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertumbuhan ekonomi antar wilayah di Indonesia masih timpang. Hampir 60% pertumbuhan ekonomi nasional dalam satu dekade terakhir disumbangkan oleh Pulau Jawa. Kontribusi wilayah lain masih sangat rendah jika dikalkulasi secara prosentase. Ekonomi yang terkonsentrasi di satu wilayah sungguh tidak sehat karena menyalahi asas keadilan dan menyimpang dari tujuan pembangunan nasional, yakni menyehjaterakan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Ekonomi yang bertumpu pada satu daerah sungguh akan memicu instabilitas.

Langkah pemerintah memprioritaskan pembangunan infrastruktur di daerah sudah tepat, bukan hanya untuk memeratakan infrastuktur nasional yang masih terkonsetrasi di Pulau Jawa dengan porsi sekitar 55%, tetapi juga demi meratakan penyebaran penduduk. Sekitar 140 juta dari 240 juta atau 60% penduduk Indonesia kini tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6% dari totoal luas Nusantara.

Setelah pembenahan infrastruktur di daerah rampung, saatnya pemerintah mulai mengambil langkah untuk mengembangkan potensi masing – masing daerah. Seperti Bengkulu, salah satu provinsi yang tertinggal dalam segala bidang harus didorng untuk mengembangkan perkebunan, peternakan, perikan, dan pengolahan hasil hutan. Begitu pula dengan Indonesia bagian timur yang harus didorong untuk mengembangkan industri pariwisata, perikanan, peternakan, dan pengolahan hasil tambang dll.

Namun, yang perlu juga diperhatikan adalah pemerintah dan masyarakat daerah juga harus bisa mengembangkan potensi sumber daya manusianya, sehingga nantinya bisa berjalan sendiri tanpa bantuan dari pusat. Pasalnya, jika SDM-nya tidak siap, akan sia-sia pembambanguan tersebut, akibatnya perekonomian di daerah tertinggal tersebut juga akan stagnant.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline