Saya memaknai bahagia itu sebagai sebuah keadaan untuk tidak ada rasa takut (khawatir) dan bersedih hati dalam keadaan apapun.
Pemaknaaan bahagia tersebut, berdasarkan Al Qur'an Surat Al Baqarah (2) ayat 38 : Kami berfirman, "Turunlah kamu semua dari surga! Lalu, jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati."
Jika petunjuk paripurna dalam konsep ajaran Islam (Al Qur'an) telah diturunkan dan kemudian diterangkan dan dilengkapimdengan Hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, maka ketika kita kesulitan membiayai sekolah anak anak kita dan kita khawatir dan bersedih hati tentang keadaan tersebut, apakah kita termasuk dalam golongan orang yang tidak mengikuti petunjuk dari Allah ? Tentu saja, bahwa jika kita merasa takut (khawatir) dan bersedih hati maka kita adalah golongan orang yang tidak mengikuti petunjuk.
Mengapa bisa ketika ada rasa takut dan bersedih hati dikatakan bahwa kita termasuk orang yang tidak mengikuti petunjuk? sebab petunjuk Allah adalah petunjuk yang berpola ruang yang memberikan pilihan pilihan dalam setiap keputusan yang akan kita ambil, dasar hukumnya : https://www.kompasiana.com/digul/65e19f7a1470936100495df4/teologi-islam-milenial-tulisan-kedua
Ada ketentuan ketentuan lainnya yang menyatakan bahwa kita harus mampu BERTARUNG memperbaiki keadaan, saling tolong menolong dan terus berpikir memecahkan segala permasalahan yang dihadapi. Berdoa agar diberikan kemudahan. Bersabar, ikhlas dan tawakkal atas hasil yang didapat, namun tetap mampu bertarung sampai mati untuk menghadapi segala kendala yang membuat kita takut dan bersedih hati. Bertarung sampai mati, melawan setiap ketidakadilan hidup. Panjang umur perjuangan.
Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H