Lihat ke Halaman Asli

Difa Dwi

Mahasiswa Universitas Airlangga

Mirisnya Keadilan Hukum di Indonesia yang Menipa Pak Paidi

Diperbarui: 3 Juni 2022   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pak paidi yang merupakan warga kampung penawar rejo, unit 1 kabupaten tulang bawang, mendapat tuduhan tindak pemerkosaan oleh keponakannya sendiri. Pak paidi yang berusia 50 tahun ini mendapat hukuman sembilan tahun penjara serta denda 100 juta rupiah. 

Pak paidi juga telah mendekam di penjara sejak tanggal 20 September 2021. Dengan adanya tuntutan yang telah dilaporkan oleh ibu korban (ML), membuat pak paidi harus menjalani beberapa pemeriksaaan. 

Namun beberapa masyarakat dan mahasiswa di Indonesia kurang setuju dengan tuduhan tersebut. Pasalnya dari bukti-bukti yang diberikan oleh ibu korban (ML) belum sepenuhnya membuktikan bahwa pak paidi ini menjadi tersangka dalam kasus pemerkosaan. 

Adapun bukti-bukti yang diberikan oleh ibu korban (ML) antara lain:

  1. Keterangan (ML) yang sedang kesurupan

  2. Hasil visum yang tidak jelas

  3. Baju biasa

  4. Handuk

  5. Keterangan saksi yang tidak ada ditempat kejadian (4 orang)

Dalam pasal 184 KUHP menjelaskan bahwa alat bukti yang sah ada 5 antara lain, pertama adanya keterangan saksi. Kedua, keterangan ahli. Ketiga, surat. Keempat, Petunjuk. Kelima, keterangan terdakwa. 

Dari kasus yang menimpa pak paidi ini keterangan saksi yang tidak ikut terlibat dalam kejadian juga diperhitungkan. Padahal berdasarkan kacamata hukum hal tersebut tidak dibenarkan, keterangan saksi yang dimaksud adalah saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami langsung kejadian tersebut. Jadi keterangan yang bersumber dari omongan orang lain itu tidak valid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline