Lihat ke Halaman Asli

Difa Azizah

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Review Buku "Demokrasi dan Mahkota Politik"

Diperbarui: 2 Juli 2024   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi dan Mahkota Politik by Ahmad Sahide

Identitas Buku:

  • Judul Buku: Demokrasi dan Mahkota Politik (catatan reflektif kebangsaan)
  • Penulis: Ahmad Sahide
  • ISBN: 978-602-6941-61-9
  • Cetakan: Cetakan 1, November 2020
  • Jumlah Halaman: X + 241 halaman
  • Ukuran Buku: 145x210mm
  • Penerbit: The Phinisi Press
  • Tahun Publikasi: 2013

Demokrasi didefinisikan dalam KBBI sebagai bentuk atau sistem pemerintahan di mana seluruh rakyat berpartisipasi dan memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Selanjutnya, dalam KBBI, demokrasi juga diartikan sebagai gagasan atau perspektif hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban bagi semua warga negara. Buku "Demokrasi dan Mahkota Politik (Catatan Reflektif Kebangsaan)" merupakan kumpulan esai yang menggambarkan kemajuan demokrasi Indonesia selama 15 tahun terakhir. Buku ini mengumpulkan esai-esai Ahmad Sahide dari waktu dia menjadi mahasiswa sarjana di UMY hingga dia mendapatkan gelar doktor di UGM. Penulis memilih untuk menulis esai yang menggambarkan dinamika demokrasi dan kebangsaan yang terjadi di Indonesia selama kurang lebih lima belas tahun terakhir. Pembaca dapat memahami masalah dan tokoh yang mewarnai kehidupan sosial politik Indonesia dari tahun 2005 hingga 2013 dengan membaca buku kumpulan esai penulis sebelumnya. Tidak diragukan lagi, tokoh-tokoh penting seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla (JK), dan banyak lainnya dapat ditemukan dalam buku-buku tersebut. Dengan membaca buku ini, kita akan melihat bahwa pergeseran figur sentral dari SBY ke Joko Widodo sudah mulai terjadi, meskipun masalah ini banyak memotret Partai Demokrat, kebijakan, dan gaya komunikasi politik SBY.

Esai-Esai 2015 Kondoliasi Politik Jokowi

Buku ini membicarakan berbagai masalah politik, termasuk PDIP, Demokrat, Megawati, Jokowi, Jusuf Kalla, dan SBY. Karena dengan rendah hati mencalonkan Jokowi sebagai Presiden mewakili partai PDIP, Megawati dianggap memiliki jiwa besar. Ini dianggap sebagai kemenangan politik bagi PDIP karena ketua umumnya mampu meredam keangkuhan dan hasrat berkuasa. Partai PDIP akan mengalami hal yang sama seperti partai golkar jika Megawati terus berkomitmen untuk mencalonkan diri menjadi presiden. Bagian ini juga membahas langkah-langkah yang diambil Jokowi untuk mendapatkan suara masyarakat. Untuk memberikan kesan sederhana dan merakyat, Jokowi sering melakukan blusukan dan mengenakan kemeja kotak-kotak. Ini sudah dia lakukan sejak menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Penulis esai berpendapat bahwa Jokowi adalah seorang pemimpin yang memiliki pencitraan yang baik. Namun, citra politik yang dibangun Jokowi adalah politik "non citra". Karena publik jenuh dengan gaya politik SBY yang sangat mendahulukan pencitraan, citra politik "non citra" Jokowi mendapat tempat di hati masyarakat. Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden saat itu dinilai cukup berpengaruh karena JK merupakan seorang politisi senior. Ia memiliki elemen pragmatis politik dan memiliki pengaruh yang signifikan di dalam partai golkar. Hari kerja SBY akan berakhir pada 20 Oktober 2014. Dalam buku ini, penulis menyatakan bahwa demokrasi mengalami kemunduran selama pemerintahan SBY. Ini disebabkan oleh fakta bahwa partai Demokrat yang didirikannya menghadapi banyak masalah, terutama karena banyaknya kader Demokrat yang terlibat dalam kasus korupsi. Kasus lain terjadi ketika partainya memanfaatkan opsi walkout politik saat pemilihan kepala daerah secara langsung dilakukan melalui DPRD. Demokrasi berhasil membawa SBY selama sepuluh tahun kekuasaan.

Esai-Esai 2016 Meraih Mahkota

Membicarakan masalah dan kebijakan Presiden Jokowi tahun 2016. Terorisme adalah tema pertama dari bagian ini. Tanggal 14 Januari 2016, kembali terjadi ledakan teror di ibu kota Indonesia. Terjadi ketakutan di banyak kota dan wilayah di Indonesia. Penulis berpendapat bahwa UU Terorisme membuat kesalahan karena hanya dapat menangkap atau membunuh pemimpin kelompok yang dianggap teroris. Namun, undang-undang tersebut tidak dapat menghentikan kebencian dan perlawanan, atau teror. Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menjadi lebih efisien dan efektif pada tahun 2016. Ini terutama berkaitan dengan penggunaan anggaran. Ini disebabkan oleh fakta bahwa pemerintah akan tetap berkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur yang membutuhkan dana besar dalam jangka waktu yang relatif lama. Jokowi sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur di Indonesia bagian timur. Dalam pemerintahan Jokowi pada tahun 2016, reshuffle kabinet juga termasuk. Presiden menyadari bahwa hambatan selalu berubah dan perlu bertindak segera. Jokowi berusaha semaksimal mungkin untuk membuat kabinet bekerja dengan lebih cepat, efisien, dan kuat.  Selain itu pada bab ini juga membahas tentang wacana pelemahan KPK, hubungan Golkar dengan Setya Novanto, pertarungan Ahok dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta, dan kontroversi agama-politik tentang Ahok. Kemunculan Ahok pada tahun 2016 mendapat banyak perhatian publik karena sosoknya yang berbeda. Ahok berasal dari keluarga Tionghoa yang tidak beragama Islam. Bagian ini membahas secara menyeluruh konfliknya dengan FPI. Selain itu, masyarakat di seluruh negeri telah memperhatikan persaingan antara Ahok, Agus, dan Anies dalam pilkada DKI Jakarta 2017. Diperkirakan bahwa Pilkada DKI 2017 akan menjadi pesta gengsi dan pelampiasan dendam antara tokoh-tokoh politik yang sudah lama berselisih di panggung politik Indonesia. Akhir dari bagian ini adalah tentang Duterte dan Clinton. Penulis menyatakan bahwa merek berdua adalah pemimpin yang berani dan cerdas.

Kesimpulan 

Kumpulan esai ini memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana perpolitikan Indonesia berubah dari tahun 2014 hingga 2016. Penulis menekankan bahwa masing-masing pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pembangunan infrastruktur yang merata telah dicapai di bawah kepemimpinan Jokowi, tetapi pemerintahan ini juga diwarnai oleh banyak kontroversi, seperti kasus korupsi dan wacana pelemahan KPK.

Kepemimpinan yang sebanding dengan Duterte dan Hillary Clinton. Dengan menampilkan dua tokoh tersebut dalam buku ini, penulis berharap Indonesia memiliki pemimpin yang berani, tegas, dan bijaksana seperti mereka. Presiden Jokowi muncul sebagai pemimpin yang sangat luar biasa dan unik. Namun, ia belum bergabung dengan kelompok pemimpin seperti Soekarno, Fidel Castro, atau Duterte. Tidak mengherankan bahwa sumber daya alam kita, termasuk Freeport, terus diincar oleh AS karena Jokowi tidak termasuk dalam mereka




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline