Sepuluh tahun yang lalu kita bertemu. Di depan gerbang sekolah yang kini beda rupa.
"Wah dia cantik menawan" Begitu pikirku. Sejak itu aku mulai mencari tentangmu. Siapa naamamu, Dimana kelasmu? dan hal sepele lain seperti halnya remaja yang sedang penasaran dengan orang yang menarik perhatiannya. Aku bahkan bukan anak sepemberani itu, aku terlalu malas ditanyai oleh sobatku yang pastinya akan tertawa terbahak karna aku malu malu jika menyangkut masalah ini. Tak kusangka kita bertemu tanpa perlu aku mencari lebih dalam tentangmu. Kamu ternyata anak Jurnalistik yang kini sedang diamanati kepada ku untuk koordinasi. Sarah nama yang ingin kudengar dan kucari tau beberapa hari ini. Satu angkatan namun aku tak pernah tau.
Aku dekati dia, aku ajak bicara dengan gaya seakan tak sedang penasaran. Tapi malah aku sendiri yang canggung memulai pembicaraan.
"Ini ada yang aku bisa kerjakan?" dia membuka percakapan lebih dulu. "Ah gimana sih aku?" rutukku dalam hati.
"Proposal acara bisa kamu kerjakan? Kalau kamu engga paham tanya padaku saja." Jawabku.
Dari percakapan itu pun kami jadi sering berkomunikasi. Aku tak lagi banyak mncari tahu diam diam lagi. Cukup kutanya langsung padanya. Makin lama kukenal dia makin aku suka tentang dirinya. "Aah, tertanya semakin kudekat dia benar benar mempesona." Ungkapku sendiri.
Hari itu kami bertemu membicarakan tentang organisasi sebagai alasanku. Senyumnya padaku sangat ramah. Dia datang dengan sukarela seakan tak membaca maksudku sebenarnya. Tiba-tiba beberapa meter dari kami ada anak datang. Dia menyapa kearah kami kupikir menyapaku karena dia teman satu smpku.
"Hey!" sapanya pada kami. Kubalas sapaannya. "Dengan siapa datang?" aku bertanya padanya. Bagas namanya."Sendiri, dia meminta ku bergabung." Jawabnya sambil menunjuk ke arah Sarah. Aku heran mereka ternyata saling kenal. Mereka ternyata satu kelas selama ini. Ternyata mereka cukup akrab aku merasakan canggung disini. Setelah berbincang banyak aku ijin pulang dulu aku seperti mengganggu pembicaraan mereka malahan.
"Aku pulang dulu." Pamitku.
"Kenapa buru buru? Kan masih siang " tanya mereka padaku
"Aku ada perlu dirumah ada acara, kalian ngobrol saja dulu aku pulang."
"Yasudah hati hati ya"
Hari berikutnya aku sering menangkap kedekatan mereka. Apa mungkin mereka memang sedekat itu? dalam hatiku bertanya-tanya. Aku makin sungkan mendekati sarah lagi. Mengingat saat SMP Bagas adalah sahabat dekatku. Aku makin tak berani mengungkapkan perasaanku pada Sarah. Kami hanya bertemu dengan obrolan ringan seakan aku sudah tak tertarik lagi padanya. Walaupun sebenarnya aku masih sangat menyukainya. Sampai tahun terakhir kami aku dan sarah semakin tidak berinteraksi. Dia kerap menegurku dan menghubungiku sekedar menanya kabar.
Kini kami telah lulus dari SMA. Dia melanjutkan kuliah di Malang dan aku kearah barat Jogja. Empat tahun berlalu aku sudah selseai dengan pendidikanku dengan baik. Kini aku bekerja di perusahaan di kotaku. Aku cukup berpenghasilan baik kini bahkan bisa membelikan rumah untuk orang tuaku. Perusahaan yang kuampu ada di bidang keuangan. Kulewati hariku bekerja disini selama lima tahun.
Suatu saat aku sedang mengurusi pekerjaan yang sedang bekerjasama dengan usaha usaha milik swasta. Tak kusangka takkuduga sudah sembilan tahun akhirnya aku bertemu lagi denganya. Sarah kini sudah menjadi wanita berkarir. Dia memimpin usaha milik orang tuanya yang kebetulan sedang bekerjasama dengan perusahaanku. Dari hal itu kami mulai saling berinteraksi lagi. Kutanya kabar Bagas padanya. Dia bingung kenapa aku bertanya tentang Bagas padanya.
"Kenapa kau bertanya tentang Bagas padaku?"
"Bukankah kalian dekat, kupikir dulu berpacaran mungkin kalian kini sudah menikah"jawabku
"Ahh begitu.Kenapa tak tanya padaku? Dia itu sepupuku. Jelas kami dekat."
Aku merutuki diriku kenapa aku terlalu tak berani bicara padanya dulu. Seharusnya kucari tau. Seandainya begitu ceritaku dengan Sarah pasti berbeda.
"Apa kau menjauhiku karna itu?" tanyanya sambil sedikit tersenyum
Aku tersentak sedikit dia tau dalam pikirku.
"Selama ini Sarah, aku memendam suara hati yang rasanya ingin segera kukatakan padamu" tambahnya
"Memangnya apa?" kutanya
"Aku bergabung ke jurnalistik karena ada kamu. Aku menyukaimu bahkan sebelum itu. Mungkin kamu tidak tau tapi saat di depan gerbang sekolah pertama kali aku melihatmu aku sangat penasaran denganmu. Aku menyimpan rasa padamu."
Sarah terkejut dengan kenjujurannya kali ini. Harusnya aku ungkap semua dulu mungkin kini kami sudah bersama. Ternyata cintaku tidak hanya satu sisi.
"Kamu tau ? aku mulai sedih saat kamu menjauh waktu itu. Kupikir kamu sudah ada yang lain. Aku tak berani bertanya karena kupikir kamu hanya akan menganggapku teman."
Aku makin memberanikan diri untuk bicara. Setelah kupikir aku terlalu pengecut untuk seorang laki laki.
"Maafkan aku sebenarnya aku menyukaimu. Tapi kupikir kau dekat dengan Bagas dan Bagas adalah sahabat SMPku. Karena itu, lalu aku berfikir tak seharusnya aku terus menyukaimu. Aku tidak mau melihat sahabatku menangis pilu karena hal itu."
"Maaf Sarah. apakah kini kamu sendiri?"
"Kenapa memangnya, mau mengajakku bersama?" tanyanya sefikit tertawa
"Kenapa kamu tertawa?, bukankah kamu juga memiliki rasa kepadaku?" tanyaku dengan penuh percaya diri.
"Satu tahun lagi di bulan Juni aku akan datang padamu." ungkapnya
"Kenapa Juni Sarah?" tanyaku penasaran
"Jangan menghubungiku sampai saat itu nanti kamu akan tau" jawabnya dengan penuh senyum.
Aku sangat bertanya-tanya mengapa aku harus menunggu. Tapi dengan percaya dan penuh sabar aku menuruti perkataan Sarah.
Akhirnya tiba aku menanti tahun ini. Bulan Juni hampir berakhir aku menghubunginya namun tetap tak dijawab. Padahal aku berharap tinggi "Apakah dia lupa dengan janjinya? apakah dia sudah tidak mau bertemu denganku?"pikirku mulai dipenuhi pemikiran negative yang sangat mengusik.
Kini aku sudah naik pangkat, bekerja sebagai petinggi perusahaan. Tiba suatu hari itu ibuku merintih sakit. Bertambah kesedihaanku kini dia tak datang dan orang tercintaku sakit. Aku pergi ke rumah sakit meninggalkan semua kesibukanku. Aku mulai berpikir untuk melupakannya. Aku mulai meyakinkan diri jika mungkin aku dan dia tidak ditakdirkan bersama.
Malam malam sunyi di tempat berbau klinis itu. Tak kusangka dia datang ketempatku tiba tiba. Dia memegang tanganku menguatkanku. Seakan dia tahu kesulitanku saat ini. Tapi tak kusangka pakaian pasien dibalik jaketnya. Aku bertanya kenapa dia disini. Wajahnya pun berbeda dia seakan sedang melewati kesakitan. Dia terus menyangkal dan tidak mau bicara. Disaat itu dia bilang "Maafkan aku kita tidak bisa bersama aku sudah bersama seseorang kini. Mungkin ucapanku ini sangat menyakitimu tapi setidaknya satu beban pikiranmu hilang bukan?."
Dia pergi meninggalkanku tapi aku mengikutinya. Aku pikir dia sedang menyembunyikan sesuatu. Dia ambruk dikoridor kubantu dia. Terntyata dia pasien disini. Dia selama ini sedang sakit karena musibah kecelakaan yang menimpanya dua minggu yang lalu. Setelah beberapa hari dia diperkenankan untuk pulang. Sebelum ia pergi ia menyempatkan diri untuk berjumpa denganku dan menyampaikan selamat tinggal serta kalimat maaf karena janji yang tak bisa ditepatinya.
Dua bulan berlalu kucari dia dan kutanya kepada temannya. Hal yang tak kuduga. Ternyata dia telah tiada. Sepulang dari rumah sakit kemarin ternyata kondisi Sarah bukannya membaik namun memburuk. Disampaikan temannya jika terjadi kesalahan teknis saat mengoperasi kepalanya hingga timbulnya penggumpalan darah akut di otaknya. Teman Sarah memberikan pesan Sarah sebelum benar-benar pergi dari semesta ini, Pesan akhir Sarah bagaikan pecut dalam hati yang tiba-tiba hadir, pecut yang memberontak akan ketidak keberaniaanku selama ini untuk terus mencarinya, memperjuangkannya. Dalam pesan akhir sarah untukku tertulis "Aku mencintaimu, aku merindukanmu." Menangis sejadi-jadinya aku membacanya. Kini hanya ada kekecewaan yang ada tanpa bisa ku perbaiki semuanya.
Sepuluh taun berlalu aku sudah melupakannya walau sebenarnya masih tersisa dihatiku. Aku bertemu oraang lain dan mulai mebangun kehidupan bersama. Kini aku sudah tidak lagi terbayang gila olehnya. Iya dia, Sarah si gadis menawan yang mengisi hatiku selama sepuluh tahun. Dia memberikan pelajaran padaku untuk yakin pada diriku tentang perasaan sendiri. Aku juga masih menyesal tak mampu memberi banyak kenangan padanya. Aku akan selalu menyimpan rasaku untuknya. Gadis menawan yang memang tak pernah ditakdirkan untukku. Aku selalu teringat ketika hari menginjak akhir bulan Juli dan September. Bulan dimana aku terakhir bertemu dengan dan bulan dimana aku mendapatkan jawaban pilu darinya si gadis cantik pengisi hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H