Lihat ke Halaman Asli

[PDKT] Haruskah Aku Pulang?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14281055941584804069

Malaikat kecil (sodahead.com)

Suasana ruang boarding di bandar udara sore itu cukup padat. Banyak anak-anak yang tetap ceria, meskipun harus menunggu keterlambatan penerbangan berjam-jam. Sempat terdengar celoteh mereka yang penuh harap akan bertemu dengan kakek-nenek ataupun saudara-saudara sepupu mereka yang lain di hari libur Natal. Bahkan ada yang sudah membayangkan kado ataupun menyantap hidangan Natal mereka.

Melihat keceriaan mereka, aku pun ikut tersenyum dan tanpa sadar pikiranku kembali ke suasana Natal pada masa kecilku. Namaku Fahmi, anak seorang buruh cuci yang telah lama ditinggalkan seorang Ayah, bahkan sebelum aku lahir. Hanya aku dan Ibuku yang menempati rumah kecil yang terletak di sebuah gang sempit di tengah himpitan lingkungan pemukiman padat penduduk. Suasana menjelang Natal merupakan momen yang selalu kunantikan, segala aktivitas dan kerepotan yang menyertainya, lampu hias yang semarak dan lagu-lagu Natal yang berkumandang. Namun itu suasana di pusat perbelanjaan di dekat rumah kami. Sedangkan rumahku? Rumah masa kecilku sangatlah sempit bahkan nyaris tak terdengar bunyi-bunyian menjelang Natal tiba.

Adalah Putri, anak seorang majikan tempat Ibuku bekerja mencuci baju. Dialah yang selalu memberikan keceriaan ditengah-tengah perayaan Natal  bagiku dan Ibuku. Putri adalah seorang gadis cantik yang sangat sederhana, baik penampilan maupun pemikirannya, tutur katanya yang halus,  mencerminkan kelembutan hatinya, sesuai dengan namanya, Putri. Baginya yang terpenting adalah bagaimana aku dan Ibuku bisa ikut berbahagia merayakan Natal bersama dengan keluarga mereka.

Saat aku kecil, aku begitu bersemangat menantikan hari-hari menjelang Natal, karena Putri. Ya karena dia seperti malaikat buatku, di usianya yang masih dibawahku, dia rela dan selalu senang berbagi  dengan memberikan apa yang menjadi haknya di hari Natal untuk aku dan Ibuku, bahkan atas permintaan kepada kedua orang tuanya kami bisa tinggal di rumahnya yang  megah dan mewah.  Sepulang dari misa natal, kami selalu berkumpul di ruang keluarga yang sudah dihiasi pohon natal cantik berhiaskan ornamen dan lampu warna-warni, ya aku dan Ibuku ikut berkumpul di ruang keluarga, kami sudah dianggap keluarga bagi sang majikan, kami bercerita tentang apa saja yang kami mau dan mereka semua duduk mendengarkan, kami bernyanyi bersama dengan penuh kehangata berbagi rasa, dilanjutkan dengan jamuan makan di malam Natal. Matahari pagi mulai terbit dari peraduannya, dengan penuh suka-cita kami  berkumpul  kembali di ruang keluarga untuk berbagi kado natal, sampai dengan jamuan makan besar, Putri selalu memberikan bagiannya untuk aku, satu pertanyaan yang selalu diajukan olehnya saat makan adalah, “mau tambah nasi?’, saat itu aku sangat senang untuk makan sebanyak yang aku bisa, keinginanku saat itu adalah supaya aku bisa segera tumbuh besar, sehingga aku selalu mengambil tambahan nasi yang ditawarkan olehnya. Dan itu berlaku tidak hanya di hari Natal saja tetapi setiap hari setiap kali kami makan bersama.

Namun seiring waktu berjalan, aku tumbuh dewasa. Dan mulai bosan dengan pertanyaan yang sama yang selalu diajukan Putri kepadaku, “mau tambah nasi?” Aku merasa jenuh bercampur malu dengan semua itu. Aku mulai muak dengan keadaan yang seolah-olah aku  tidak bekerja lebih keras untuk mengubah kehidupanku dan Ibuku, menerima segala keibaan karena faktor kasihan dan seolah bersantai dengan meluangkan waktu wakan.

Aku mulai malas menghabiskan waktu makan bersama dengan mereka. Aku mulai menyibukkan diriku dengan belajar lebih keras, atau mengikuti berbagai kegiatan di luar rumah.

Sedangkan Ibuku? Tanpa lelah dan bosan, dia masih setia menanyakan apakah aku akan makan dirumah? Dan tetap si Putri menanyakan kalimat yang sama jika aku menyempatkan makan bersamanya di rumah, “mau tambah nasi?”

Setelah aku lulus kuliah, aku memilih untuk pergi merantau ke kota lain. Aku bertekad untuk bisa mengubah keadaan hidupku yang selalu saja pas-pasan. Dengan bekerja lebih keras, maka akan semakin banyak uang yang aku hasilkan. Aku menyibukkan diriku dalam pekerjaanku. Tiada hari tanpa lembur aku habiskan di kantor. Akhir pekan aku habiskan dengan mencari pekerjaan sambilan di tempat lain. Hampir tidak ada waktu luangku yang tersisa, semua waktuku tersisa untuk pekerjaanku. Bahkan aku merasa tidak punya waktu untuk membangun relasi dengan lingkungan sekitarku secara pribadi.

Tanpa kerasa, lima tahun sudah aku merantau di kota ini. Pendapatanku jauh meningkat dibandingkan saat pertama kali aku merintis karir. Posisi karirku cukup mapan. Aku telah dipercaya untuk menangani klien-klien besar perusahaanku.

Pagi tadi, aku sedang terburu-buru menyiapkan bahan rapat dengan sebuah klien besar perusahaan. Masih ada beberapa proposal yang belum diperbaiki sesuai dengan permintaan klien. Klien yang satu ini, sangat-sangat meninginkan semua pekerjaan tepat waktu. Namun disaat genting, tiba-tiba telepon selularku berbunyi dan suara pelan Putri menyapa diujung sana, dia menanyakan, “Apakah kau akan pulang untuk makan malam Natal tahun ini?”. Dan entah mengapa aku merasa sebal dengan Putri, karena di saat semua waktu aku curahkan untuk bekerja keras guna memperbaiki hidupku dan Ibuku, dia masih saja hanya memperhatikan urusan “makan/perut”, yang menurut  aku merupakan suatu sindiran mengingat masa-masa kecilku dulu. Dengan penuh emosi aku menjawab, “Aku sedang sibuk, aku tidak tahu akan pulang atau tidak.” Dan segera menutup sambungan telepon itu.

Namun, dibalik maksud dari pertanyaan makan malam natal itu tersimpan rahasia yang tidak ingin disampaikan Putri kepada Fahmi, karena Putri tahu pasti akan mengganggu waktu kerja dan pikiran Fahmi di kantor. Ternyata sang Ibu sakit keras,  Ibu memohon kepada Putri dan keluarga majikannya untuk merahasiakan masalah penyakitnya dari Fahmi, meskipun sudah beberapa kali dirawat di rumah sakit. Dan Putri lah yang setia merawat dan menunggu Sang Ibu selama dirawat di rumah sakit.

Sepuluh menit waktu berselang, Putri mencoba untuk meneleponku kembali, namun aku abaikan, tanpa menyerah dia mencoba menghubungi aku lagi, dengan dalih ingin ke toilet aku keluar ruangan meeting sebentar untuk menjawab telepon dari Putri, seketika telepon aku angkat dan aku berbicara dengan nada tinggi “Tolong jangan ganggu aku lagi, aku sibuk, aku sedang meeting!”. Terdengar suara lirih di kejauhan sana, “Pulanglah nak, Ibu kangen”. Suara itu suara Ibuku, tanpa menghiraukan ucapan Ibu aku tutup telepon dan bergegas masuk kembali ke ruang meeting.

Meeting berjalan lancar, dan selesai tepat sebelum makan siang. Sang klien menjabat tangan dan mengucapkan terima kasih karena telah bekerja tepat waktu. Dan saat itupun telepon selularnya berbunyi, dia mengangkat telepon itu dan penuh hormat dia mengatakan, “Baik Ma, pekerjaanku telah selesai dan akan segera pulang untuk makan siang”. Setelah menutup sambungan teleponnya, dia tersenyum dan menjelaskan, “Saya selalu bekerja habis-habisan di jam kerja, agar semua pekerjaan saya selesai tepat waktu dan punya waktu untuk makan siang bersama Ibu saya. Dia sudah tua dan kesehatannya semakin menurun. Saya tidak tahu sampai kapan bisa memiliki waktu untuk bersamanya, dan itu membuat setiap waktu bersamanya semakin berharga. Bagi Ibu momen makan bersama adalah momen yang istimewa. Karena sesibuk apapun, saya berusaha menyempatkan bisa menemaninya makan.” Dan dia pun mengucapkan salam untuk meninggalkan saya.

Saat itu aku terdiam, tiba-tiba saja dipikiranku dipenuhi sosok Ibu. Setiap kenangan momen yang kuhabiskan bersamanya terbayang satu-persatu dipikiranku. Ternyata selama ini Ibuku begitu rindu untuk bisa menghabiskan waktu bersamaku. Dan selalu menyempatkan waktu untuk menelepon sekedar menanyakanku “Apa kamu sudah makan?” sesekali dia bercerita tentang Putri yang begitu baik dan perhatian menjaganya selama aku merantau. Mengingat usiaku yang sudah bertambah dewasa, Ibu selalu mengidamkan calon menantu seperti Putri yang  cantik rupa dan hatinya. Ya memang benar semakin beranjak dewasa, Putri semakin memancarkan aura kecantikannya baik  rupa maupun hatinya, cantik bak malaikat. Namun aku selalu merasa seperti terhina bila dia acap kali mengatakan “mau tambah nasi?” saat makan bersama.

Aku mencoba menghilangkan segala ego yang ada pada diriku, kucoba menghubungi Putri, dengan terbata-bata aku meminta maaf soal telepon tadi siang, dengan suara pelan dia menjawab “Aku paham dan aku sudah memaafkan kamu jauh sebelum kamu mengucapkan maaf soal tadi siang.” Kemudian Putri  melanjutkan pembicaraan, “Ibu banyak berbagi dan bercerita tentang kamu, aku minta maaf bila dulu sampai dengan sekarang aku bersikap posesif dengan selalu menanyakan ‘mau tambah nasi’ saat kita makan bersama, jangan ada pikiran negatif, aku berbicara seperti itu agar kita, kamu, Ibu, aku dan keluargaku memiliki waktu lebih lama untuk bersama. Aku sangat menikmati saat-saat kita bersama, terlebih Ibu dia sangat merindukanmu. Pulanglah”

Kemudian aku mulai merenungi ucapan Putri tersebut, apakah mungkin dia berkata tersebut supaya waktu makanku semakin lama, dan berarti waktu kebersamaan aku dengan Ibuku juga Putri dan keluarganya semakin lama.  Aku  tidak pernah memikirkan itu semua. Bahwa Putri memikirkan kualitas waktu bersama yang lebih lama, dia lebih memilih untuk hidup berbagi dengan aku dan Ibuku, karena dia tahu apa yang terpenting baginya, yaitu aku dan Ibuku. Menghabiskan waktu bersamaku adalah prioritas hidupnya.

Dengan memahami itu semua, siang itu juga aku berada di sini, di bandara ini. Aku memutuskan untuk pulang menjumpainya. Menikmati makan bersamanya, menikmati waktu kebersamaan yang selalu dirindukannya.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Fiksi Fantasi dan bergabunglah di Fb Fiksiana Community




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline