Lihat ke Halaman Asli

Sekretariat Gabungan atau Sebuah Kasino Judi?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rangkaian isu yang menjadi sumber pemberitaan media akhir-akhir ini begitu cepat berganti, aliran isu tersebut mengalir di dua koridor ; politik dan hukum. Media seakan tak pernah kehabisan pemberitaan dengan cepatnya peralihan isu ini, akan tetapi saking cepatnya peralihan isu tersebut membawa dampak negative terhadap masyarakat.

Masyarakat akan sulit mencapai obyektivitas sebagai identitas politik yang menjadi warga Negara Indonesia. Masyarakat mulai kehilangan fokus atas fungsi control terhadap pemerintah, sedangkan lembaga perwakilan rakyat yang secara prosedural memiliki fungsi controlling tak mampu menjalankan fungsinya secara substantif dan bahkan lembaga perwakilan rakyat tersebut merubah dirinya menjadi gerbong dalam kereta tarik-menarik kepentingan partikular.

Gerbong lain yang patut menjadi perhatian adalah Setgab (sekretariat gabungan), sekretariat ini dibentuk sebagai respon terhadap format koalisi periode pertama pemerintahan SBY (2004-2009), Setgab ini berupaya membentuk format koalisi yang lebih sistematis, efektif dan tertib.

Setgab memiliki pola kestrukturalan layaknya organisasi pada umumnya, Presiden SBY menjadi ketua umum, sementara Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) menjadi ketua harian Setgab.

Dalam perkembangan kekinian Setgab tak mampu berjalan sebagaimana format ideal pada awal pertama kali didesign, menguatnya indikasi bahwa dalam tubuh Setgab berusaha saling mendominasi satu sama lain hingga akhirnya berakhir di meja perjudian.

Meja perjudian yang saya maksud disini adalah bahwa semua partai memiliki sisi gelap di tubuhnya sendiri entah bersifat perorangan (oknum) atau bahkan secara organisasi kepartaian. Sisi gelap ini yang kemudian menjadi kartu yang dikendalikan oleh partai lainnya, Partai Demokrat memegang kartu Partai Golkar begitupun dengan Partai Golkar memegang kartu Partai Demokrat. Bahkan sesama partai koalisi saling memegang kartu, setelah saling memegang kartu maka judi telah resmi dimulai, pergantian isu yang begitu cepat mengindikasikan bahwa putaran kartu permainan judi sedang memanas dan berlangsung secara cepat.

Intrik-intrik yang berlangsung di dalamnya pun terbilang amat variatif, instrument lain pun digunakan agar berkurangnya pengendalian kartu yang dimainkan. Sebut saja, PSSI, Mafia Pajak, Hak Angket Pajak, KPK, Kasus Travel check dan sebagainya.

Instrument yang kini sedang dimainkan adalah hak angket pajak, seperti yang kta ketahui bersama bahwa hak angket pajak ini telah ditolak karena jumlah suara yang menolak lebih besar daripada mendukung dalam sistematika voting. Bagi saya pribadi sistematika voting dalam tatanan demokrasi mencirikan bahwa arus kepentingan kelompok masih amat kuat, bahkan unsur representasi rakyatpun sangat abstrak, karena tidak jarang pula DPR berseberangan dengan opini rakyat, terlepas dari penilaian yang terbangun obyektif atau subyektif.

Gagalnya instrument pajak yang digunakan oleh Partai Golkar dan PKS, menimbulkan sebuah reaksi dari Partai Demokrat (Partai Penguasa) yang menyatakan akan ikhlas dengan berakhirnya koalisi dengan Partai Golkar dan PKS. Sehingga secara otomatis jatah kursi menteri pun akan dialihkan ke Partai lain Gerindra yang memiliki peran signifikan dengan memberikan suaranya dalam opsi menolak hak angket pajak.

Yang menjadi menarik adalah Partai Golkar dan PKS terkesan menyesal telah menggulirkan hak angket pajak, karena tidak menyangka kalau Partai Demokrat akan bersikap tegas dengan mengakhiri koalisi dengan partai tersebut. Kata kunci disini adalah menyesal karena akan menghilangkan jatah kursi di kabinet, menurut opini saya jika muncul sebuah penyesalan berarti apa yang telah dilakukan sebelumnya berlandaskan pada sesuatu yang parsial dan rapuh. Kalau memang langkah kedua partai tersebut dalam menggulirkan hak angket pajak berdasarkan kepentingan rakyat maka mereka seharusnya takkan pernah menyesal dan secara jantan siap menghadapi segala konsekuensinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline