Lihat ke Halaman Asli

Berusaha Bukanlah Sebuah Pilihan Tapi Keniscayaan Sebagai Manusia

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam realita yang sedang kita jalani kini, pendengaran kita terlalu sering disuguhi atau disajikan dengan kata; “manusia itu terbatas, jadi hanya begini adanya kemampuanku”, atau juga dengan bahasa berbeda “maafkan aku dengan segala keterbatasanku”.

Dari sedemikian banyak ungkapan yang mengemuka bahwa kata terbatas selalu menjadi sandaran seseorang dalam pembenaran atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga diharapkan munculnya toleransi dari objek bicara.

Hakikatnya manusia terbatas hanya oleh unsur materiil (ruang, waktu, dan raga), akan tetapi manusia juga memiliki unsur imateriil (rasa, empati, hasrat, dan sebagainya) yang tak terbatasi oleh unsur materiil. Karena kedua unsur ini hadir melalui kehendak-NYA yang merupakan perwujudan manifestasi Sang Pencipta, sebuah manifestasi yang memiliki sifat potensial yang bisa menghasilkan sebuah akibat aktual. Kedua unsur inipun tak bersifat saling kontradiktif sehingga kedua unsur ini mampu untuk menguatkan intensitas potensi yang dimilikinya.

Kecenderungan manusia untuk membatasi diri atau mempersepsikan diri dalam keterbatasan hanyalah sebuah istilah lain dari kata “MENYERAH” atas sebuah keniscayaan dalam gerak substansial seorang manusia fitawi, maka sikap “MENYERAH” adalah sebuah pengkhianatan atas kefitrawian.

Jika memang manusia memiliki keterbatasan dalam potensi, apakah patut kita salahkan manusia yang membuat perjanjian dengan Tuhan, saat Tuhan mengembankan sebuah amanah menjadi khalifah di muka bumi? Apakah saat itu hanya kesombongan yang muncul saat makhluk Tuhan lainnya menolak untuk mengemban amanah tersebut? Lalu kenapa Tuhan menawarkan amanah tersebut kepada manusia padahal saat itu malaikat berusaha memberikan pertimbangan bahwa ciptaan Tuhan yang disebut dengan manusia akan merusak? Subhannallah, sungguh hanya Tuhan yang maha mengetahui dari yang tidak diketahui makhluk-NYA.

Makna implisit yang terkandung dalam perjanjian primodial yang dibangun antara Tuhan dan Manusia (Hamba-NYA), bahwa Tuhan telah menganugerahkan kemampuan terhadap manusia untuk terus berusaha dan berusaha sehingga mampu melampaui batas-batas kemanusiaan yang melekat.

Maka afirmasikanlah kepada akal yang dimiliki oleh tubuh, bahwa keterbatasan bisa dilampaui oleh kesadaran untuk terus melakukan gerak-gerak substansial dalam kerangka fitrah menuju Kesempurnaan-NYA.

JANGAN PERNAH MENYERAH KAWAN KARENA MENYERAH ADALAH SEBUAH PENGINGKARAN EKSISTENSI, SERAHKANLAH SEMUA PERKARA HANYA KEPADA ALLAH BUKAN KEPADA TUBUH YANG FANA INI, BIARKAN ALLAH YANG MENENTUKAN SEMUA PERKARA DALAM SETIAP REALITAS YANG KITA MILIKI.

Semoga kata-kata ini mampu menggugah kesadaran untuk terus berusaha dalam menggapai cinta-NYA. Amiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline