Rencana pemerintah tahun 2023 menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) guna mengintegrasikan nomor NIK dengan NPWP, atas kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dikcapil).
Hal tersebut suatu bentuk perjanjian kerja sama yang telah ditanda tangani sebelumnya tanggal 2 November 2018, bentuk pemenuhan amanat pada Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan penggunaan NIK sebagai NPWP pribadi selaku penduduk Indonesia. Seperti halnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan NIK dan/atau NPWP dalam pelayanan publik dan kegiatan pemadanan pendataan pemutahiran data kependudukan pada basis data perpajakan.
Pengintegrasian data kependudukan dengan basis data perpajakan ini mempermudah wajib pajak dalam mengakses dan menerima pelayanan pajak yang mendukung satu data Indonesia dan upaya penegakan kepatuhan perpajakan. Dalam hal ini data kependudukan merupakan sumber data yang dipergunakan banyak instansi dan kelembagaan pemerintah maupun non untuk peningkatan efektifitas pengawasan kepatuhan pajak.
Penggunaan NIK sebagai NPWP bertujuan mempermudah administrasi perpajakan, sehingga tidak perlu lagi mendaftar resmi NPWP bagi para wajib pajak dan meminimalisir keruwetan data dikarenakan memiliki nomor pribadi berbeda-beda. Hal ini diberlakukan dalam menuju satu data nasional, yang nantinya menjadi acuan dokumentasi, aktivitas bisnis maupun kewajiban perpajakan.
NIK sebagai NPWP dipergunakan untuk basis administrasi wajib pajak orang pribadi (WP OP), sedang wajib pajak badan usaha menggunakan Nomor Ijin Berusaha (NIB) dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Wajib pajak badan usaha nantinya dilapis NPWP yang kedepannya NIB dipergunakan sebagai basis administrasi sistem perpajakan.
Ketentuan perpajakan tetap mengacu pada undang-undang pajak yaitu undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan dimana setiap warga negara tidak diambil pajaknya jika penghasilan per bulan tidak lebih dari Rp 4,5 juta dan wajib pajak yang mempunyai istri bekerja bila digabung dengan suami maka Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditambah Rp. 45 juta per tahun.
Dalam peraturan perpajakan terdapat dua pola aktivasi NIK jadi NPWP yaitu:
- Masyarakat yang mempunyai kriteria wajib pajak dapat memberitahukan DJP;
- DJP mengaktivasi secara mandiri bila memiliki data mengenai penghasilan dari hasil kerja atau bisnis wajib pajak.
Yang nantinya DJP akan memberitahukan kepada wajib pajak bahwa NIK sudah terdaftar sebagai NPWP resmi, sehingga yang bersangkutan terdaftar menjadi wajib pajak dan harus melaksanakan kewajibannya selaku wajib pajak.
Dalam hal ini nantinya NIK dapat dipergunakan sejak dari lahir sampai meninggal dunia, sehingga setiap akan melakukan apapun secara birokrasi nomor kartu yang dimiliki satu dan dapat dipergunakan semua urusan yang berhubungan dengan pengurusan ijin di segala pelayanan pemerintah.
NIK jadi NPWP dapat mempermudah DJP dalam administrasi perpajakan dalam mengakses data wajib pajak, dimana NIK dijadikan sumber data bagi DJP guna meningkatkan efektifitas pengawasan. Dengan NIK jadi NPWP ini diharapkan para wajib pajak tidak ingkar dalam melaksanakan kewajibannya dalam membayar dan melakukan pelaporan setiap tahunnya.
Kebijakan baru pemerintah dengan memberlakukan NIK jadi NPWP ini mengacu pada keefektifan data dalam memantau perpajakan yang ada di Indonesia, namun juga tidak terlepas dari adanya keseriusan dari pemerintah akan adanya pelayanan yang lebih baik terhadap masyarakat pada umumnya.