Lihat ke Halaman Asli

Dien Alski

Semarang, Rembang, Purbalingga, Banyumas, Kebumen

'Perjanjian Gandum' Rusia-Ukraina Diperpanjang

Diperbarui: 14 Maret 2023   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekspor hasil pertanian dari Ukraina. Sumber: UN News.

MOSKOW setuju memperpanjang 'perjanjian gandum' selama 60 hari. Memungkinkan kedua negara yang tengah bertikai itu melakukan ekspor biji-bijian melalui Laut Hitam.

Russia Today melaporkan, Wamenlu Rusia Sergey Vershinin seuju memperpanjang kesepakatan damai yang ditandatangani akhir Juli 2022. "Kami tidak menentang kesepakatan ini," kata Vershinin, Senin setelah bertemu dengan perwakilan PBB di Jenewa, Swiss.

Kesepakatan yang diberi nama 'Inisiatif Laut Hitam' itu merupakan usulan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan PBB. Dalam perjanjian tersebut, Ukraina bisa mengekspor biji-bijian secara aman. Serta Rusia bisa menjual pupuk dan hasil pertanian tanpa gangguan.

Sejak disepakati, sekitar 24,1 juta jutaan ton biji-bijian dieksor oleh kedua negara. Selain gandum, juga jagung dan produk olahan biji bunga matahari. Perjanjian dengan masa berlaku 180 hari itu sudah diperpanjang satu kali. Yakni November 2023.

Inisiatif tersebut memiliki dampak besar. Selain bagi Ukraina yang ekspor hasil pertaniannya sempat macet akibat perang, juga menyelamatkan dunia dari kenaikan harga gandum.

Indonesia merupakan salah satu negara yang diuntungkan atas perjanjian tersebut. Menurut BPS, Indonesia mengimpor 8,43 juta ton gandum pada Januari-November 2022.

Lima negara eksportir terbesar ke Indonesia adalah Australia, Argentina, Amerika Serikat, Kanada, dan Ukraina. Jika harga gandum naik, bisa menimbulkan gejolak harga di tanah air.

Russia Today melaporkan, pihak Moskow berulang kali mengeluhkan implementasi perjanjian tersebut. Menurut mereka, eskpor dari Rusia tetap dihalangi oleh Barat.

Sementara menurut Deutsche Welle, Menteri infrastruktur Ukraina Oleksandr Kubrakov menilai durasi perpanjangan yang hanya 60 hari itu bertentangan dengan dokumen yang ditandatangani Turki dan PBB. "Tetapi kami menerima sembari menunggu posisi resmi PBB dan Turki sebagai penjamin inisiatif ini," katanya. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline