Lihat ke Halaman Asli

Melacak Jejak Peradaban di Lereng Gunung Pulosari Pandeglang (Bag. 1)

Diperbarui: 22 April 2019   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menuju jalan masuk mendaki Gunung Pulosari di Desa Cilentung, Kec.Mandalawangi, Kab. Pandeglang

Setelah nyaris dua jam menumpang kereta Jakarta-Rangkasbitung ditambah perjalanan satu setengah jam dengan berganti angkot yang membawa kami ke Desa Cilentung, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang via Pertigaan Mengger (arah ke Labuan dari Pandeglang) dan Pasar Pari, di pos masuk ke Gunung Pulosari, kami disambut dengan sebuah plang:  Dilarang Mendaki Gunung Pulosari.

"Sudah hampir setahun ada larangan mendaki Gunung Pulosari, tetapi masih ada saja pendaki yang bandel naik diam-diam" kata seorang warga yang melintas. Pertengahan November 2018 lalu, 6 mahasiswa asal Serang sempat hilang ketika (ternyata) diam-diam mendaki dari sisi lain. Syukurlah, mereka selamat.

Beberapa informasi warga hari itu (20/4/19) menyebutkan, jalur pendakian ditutup karena ada potensi longsor. Demikian pula, kami tidak diperbolehkan naik ke Curug Putri dan Curug Sawer untuk alasan keamanan. Baiklah, niat hati untuk menyambangi kawah Gunung Pulosari terpaksa ditunda dulu. Sebagai gantinya, kami menjelajahi daerah sekitar Gunung Pulosari untuk melihat jejak peradaban di masa lampau.

Jejak Megalitikum di Pulosari

Kolam Purba Salakanagara Cihunjuran

Karena waktu yang amat terbatas, kami hanya dapat mendatangi tiga lokasi di seputar Gunung Pulosari. Ketiganya memiliki peninggalan yang sangat mencirikan jejak megalitik.  Yang pertama adalah Situs Cihunjuran. Lokasinya di Desa Cikoneng, sekitar 2 kilometer dari Pasar Pari, sebelum jalan masuk ke jalur pendakian Gunung Pulosari di  Desa Cilentung. Ini adalah sebuah komplek pemandian dengan mata air yang sangat jernih. Di jalan masuk menuju komplek pemandian, kami melihat kolam-kolam alami dengan banyak batu-batu berukuran besar.

Di dalam kompleks permandian, yang paling menarik adalah melihat susunan kelompok batu menhir bertebaran. Lokasinya di belakang pos masuk, di depan dan belakang bangunan padepokan yang menjadi lokasi tujuan peziarah, serta bentukan batu-batu berlumut yang mengingatkan kami pada situs-situs di seputar Gunung Salak. Beberapanya adalah batu lumpang, batu berlubang dan batu monolit. Dari berbagai bentukan batu, dugaan lainnya adalah situs ini merupakan bekas lokasi pemujaan.

Tulisan "Salakanagara Cihunjuran" akan segera mengingatkan kita pada sebuah nama kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa bernama Salakanagara, yang lokasinya dipercaya berada di seputar Teluk Lada Banten. Peziarah yang kami temui juga sangat mempercayai bahwa lokasi ini adalah salah satu bekas lokasi kerajaan Salakanagara.

Catatan dari Penelitian Arkeologi pada tahun 2002 di seputar lereng Gunung Pulosari, bahwa Situs Cihunjuran diduga pernah dihuni oleh kelompok masyarakat agraris yang sudah mengenal barang-barang dari luar. Adanya temuan fragmen keramik asing dan lokal serta manik-manik, memperkuat dugaan tersebut (Hatmadji, 2005). Meskipun, dari sisi kelilmuan, masih terlalu dini untuk langsung mengaitkannya dengan keberadaan kerajaan Salakanagara, yang berjarak ratusan tahun dengan kerajaan terakhir di Banten.

Kami ikut mencuci muka dan menikmati kesejukan di mata air Situs Cihunjuran. Begitu kontras air yang kebiruan dengan selimut lumut yang menyelubungi berbagai bentukan batu di sekeliling mata air. Pengunjung juga dapat mandi-mandi di kolam yang lebih besar di sebelah mata air, dengan membayar Rp 5.000 per orang. Di sisi situs ini pun sudah terdapat area berkemah yang cukup nyaman.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline