Lihat ke Halaman Asli

Amel, Si Pemandu Karaoke

Diperbarui: 8 Januari 2016   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TENGAH malam di sebuah kamar. "Bajingan semua!" suara perempuan muda teriak-teriak di kamarnya. Kemudian dia menangis sesenggukan.

"Tuhaaannn, kenapa jalan ini yang Kau berikan. Kenapa tidak Kau berikan aku kesempatan di setiap usahaku di jalan lain. Aku bosan! Ambil nyawaku saja Tuhan," kembali dia berteriak.

Praaang...! Suara gelas jatuh ke lantai.

"Apa aku sehina ini di hadapan para lelaki itu. Apakah uang segalanya yang bisa menawar tubuhku. Apakah uang menjadi kuasa setiap orang melampiaskan maunya," dia kembali menangis.

Perempuan muda itu adalah Amel. Dia bekerja di sebuah tempat hiburan malam 'Gembira Ria'. Perantauan dari Jawa itu tinggal di mess yang disiapkan pengelola tempat hiburan malam dengan asuhan seorang ‘mami’.

Malam itu belum saatnya dia pulang. Seluruh teman-teman di mess masih bekerja melayani tamu minum, joget atau bernyanyi di pub dan ruang karaoke yang hanya beberapa meter dari mess mereka tinggal. Amel malam itu mabuk berat.

Di kamar Amel terdapat dua ranjang. Ranjangnya sendiri dan ranjangnya Neni. Ada sekitar 12 kamar di mess itu. Masing-masing kamar diisi dua tempat tidur.

Amel masih sesenggukan tidur telungkup. Dia masih mengenakan pakaian rok pendek dan baju tanpa lengan warna hitam. Kemudian dia bangkit meraih bingkai foto di meja samping tempat tidurnya.

"Maafkan mama Nak. Jika memang susu yang kamu minum haram, itu bukan karena mama menjual tubuh. Maafkan mama yang harus seperti ini setiap malam. Mama tidak mau kamu kelaparan. Mama akan berjuang demi kamu sayang," air matanya menetes tepat di gambar seorang bayi laki-laki yang tersenyum.

Dia usap air mata di atas pigura foto bayi yang merupakan anak satu-satunya itu. Bocah itu saat ini ditinggal di Jawa bersama neneknya. Kemudian dia memeluknya.

"Tuhan, kepada siapa lagi aku mengeluh? Setiap usahaku telah gagal. Hanya di sini yang dalam tekanan, aku mendapatkan uang untuk anakku. Dosakah aku? Atau lebih baik aku biarkan anakku kelaparan? Atau lebih baik aku mencuri atau mengemis?" dia kembali mengeluh sambil duduk bersimpuh di atas tempat tidur, memeluk foto anaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline