Lihat ke Halaman Asli

Wanita Bergaun Merah

Diperbarui: 6 Maret 2016   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wanita Bergaun Merah

oleh : Sandiego Himawan

Cara langit bercerita mengenai kesehariannya terkadang sangat menarik bagiku. Terutama di pergantian musim seperti sekarang. Tingginya temperatur di siang hari dapat menyulut emosi dalam diri. Ketika deras hujan datang, malam seakan menjadi abadi hingga tidur terlelap dalam mimpi dan fantasi. Melepas lelah dan penat yang telah meracun batin hanya untuk memperoleh harta demi menyambung nyawa. Setiap malam, kuhabiskan sisa istirahatku untuk sekadar duduk dan menikmati secangkir kopi panas di sebuah kafe yang tak jauh dari tempat kerjaku. Jika aku menilai diriku sendiri, aku bukanlah seorang lelaki yang suka mengamati keadaan di sekitarnya. Satu terkecuali untuk wanita ini, pengamatanku menjadi sedikit lebih perseptif dari yang biasanya. Entah mengapa wanita yang sedang duduk dan berada tak jauh dari tempatku ini selalu menjadi subjek utama pengamatanku. Seperti diriku, tiap malam ia habiskan untuk sekadar duduk dan meminum secangkir kopi, bahkan terkadang ia hanya duduk dan termenung melihat ke arah halte bus yang berada di depan kafe ini. Seperti sedang menunggu seseorang yang berarti dalam hidupnya.

Wanita itu mengenakan gaun berwarna merah dengan rambutnya yang tergerai indah. Di jemarinya ada sebuah cincin yang berkilau walaupun terlihat sedikit usang. Terkadang ia membawa sebuah novel untuk ia baca di kafe tersebut. Setiap lima atau sepuluh menit, ia selalu memandang halte bus itu. Pandangannya mengisyaratkan tentang kesedihan dibalik wajahnya yang menawan. Sesekali kulihat tetesan air matanya yang mengalir sebelum ia beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar. Namun tiap malam selalu saja kujumpai wanita ini dengan gaun merahnya dan menunggu seseorang di kafe tersebut. Dalam benakku, aku ingin bertanya pada hati seorang manusia, sesungguhnya ada apa dengan wanita ini? Namun selalu kuurungkan niatku untuk bertanya padanya, karena kupikir bukan pula urusanku untuk mengetahui permasalahannya.

Aku hanyalah seorang pegawai kantor biasa yang telah kehilangan istrinya sejak dua tahun yang lalu. Ia meninggal bersama dengan anak kami yang dikandungnya. Jika waktu dapat melangkah mundur, takkan kubiarkan lelaki itu menikam istriku yang hendak pergi menemuiku di kafe ini. Apapun akan kulakukan untuk mengadili lelaki yang telah membunuh perempuan yang kusayangi dalam hidupku. Terkadang aku mencoba untuk beralih dari kehidupanku yang lalu dan beranjak maju. Namun hati manusia tak mudah untuk melupakan pahitnya kenangan di masa lalunya. Manusia manakah yang dapat melupakan hal tersebut jika kehilangan kekasihnya yang ia cinta? Tuhan dan manusia tidaklah sama, ia tidak mempunyai kekuatan yang besar untuk mengalahkan emosinya.


Jika ada seseorang yang dapat mengerti betapa sedihnya kehilangan, mungkin wanita itu yang dapat mengerti perasaanku. Namun mungkin itu hanya perspektifku saja, karena selama ini aku hanya berspekulasi melalui observasi. Apakah Tuhan sedang menunjukkan padaku perihal seorang wanita seperti dirinya?

Detik berganti menit, menggerakkan lengan waktu hingga mengubah jam, mengalihkan hari menjadi bulan dan tumbuh berkembang menjadi tahun. Waktu tak pernah menunggu, walau manusia mengemis dan meminta tak pula ia berbaik hati untuk berhenti sejenak. Namun karena waktu pula, hati seorang manusia dapat berubah. Untuk yang pertama kali, tak kujumpai wanita ini di tempat yang biasanya. Perasaan acuh yang ada dalam diri menjadi buram dengan rasa penasaran akan keberadaannya sekarang. Kekhawatiran padanya membuncah seketika dalam diriku. Mempertanyakan keadaan seorang wanita yang tak pernah kukenal sebelumnya.

Tempat duduknya di kafe ini menjadi tempat pertama yang ingin kuselidiki. Tempat duduk itu tidak jauh dari jendela yang mengarah langsung ke jalanan. Di depannya ada halte bus yang selalu dipandangi oleh wanita itu. Aku memandang keluar jendela dan tak lama kemudian aku melihat seorang wanita mengenakan gaun berwarna merah dengan membawa rangkaian bunga menuju halte bus tersebut. Tak kuragukan lagi ternyata wanita itu adalah wanita yang sedang kucari saat ini. Tanpa pikir panjang, kulangkahkan kakiku untuk beranjak menemuinya di halte itu.

“Selamat malam.”, pintaku padanya seraya melihat wajahnya yang berseri diterangi cahaya bulan.
Ia termenung dan tak berucap sepatah kata pun padaku. Aku berpikir mungkin suaraku tak terlalu terdengar olehnya padahal malam ini menurutku tidak banyak kendaraan yang melewati tempat kami berada. Kuulangi sekali lagi sapaanku padanya, “Selamat malam. Anda ada waktu sebentar?”. Namun sekali lagi ia termenung dan diam terhadap sapaanku. Tak lama kemudian, mengalir tetesan air dari matanya yang mempunyai iris berwarna biru dan membasahi perlahan rangkaian bunga yang ia pegang di tangannya. Dengan suaranya yang lirih, ia berkata:

“Andai aku mencegahmu hari itu, sebelum kau memutuskan untuk berangkat dari halte ini. Andai saja aku dapat mengatakan kepadamu, betapa aku mencintai dirimu. Aku ingin selalu berada di sisimu dan bersamamu, menjalani kehidupan yang seharusnya dapat kita nikmati berdua dan menua bersama. Namun mungkin semuanya sudah kehendak Tuhan. Aku pun tak dapat memberikan padamu seorang anak yang akan menjadi penerusmu. Namun aku tak menyangka, kau telah berbuat jauh seperti itu. Pembunuhan bukanlah solusi yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia di kehidupan ini. Maafkan aku yang telah menjadikanmu seperti ini...”


Rangkaian bunga itu ia taruh di dekat halte tersebut dan pergi meninggalkannya dengan isak tangis. Sedangkan aku sendiri masih terdiam, mencerna dan mengarti perlahan apa yang dikatakan oleh wanita tersebut. Dengan rasa bingung, aku pun kembali ke dalam kafe, sekadar untuk berteduh dari rintik hujan. Suasana saat itu memang tidak seramai biasanya, hanya ada lelaki sepertiku yang duduk di tempatku yang biasanya dan seorang lelaki paruh baya yang sedang berbicara dengan penjaga kafe tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline