"A city is more than a place in space, it is a drama in time" Patrick Geddes (Urban Planner and Sociologist)
Dua orang lagi... Mungkin itu yang terlintas di benak Novi dan Rifai, petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) DKI Jakarta.
Dengan sigap mereka berdua membuka jaket anti panasnya, masuk ke dalam rumah yang terbakar. Di dalam rumah tampak dua orang, lansia dan anak kecil, dengan raut muka ketakutan dan cemas. Segera mereka menghampiri dan mengenakan jaket yang dibuka tadi ke mereka yang terperangkap. Saat menuju pintu keluar, jalan telah tertutup api, dengan gagah berani mereka nekat menerobosnya. Bara api dan lelehan plastik menetesi kulit, tapi tak dihiraukan, demi keselamatan korban.
Itulah kisah heroik dua petugas Damkar saat terjadi kebakaran pada Kamis (29/3) di Jalan Perumahan Taman Kota, Blok A 1 RT 014 RW 005, Kembangan Utara, Kembangan, Jakarta Barat. Kebakaran ini menyebakan dua orang tewas dan 122 rumah hangus.
Menurut Jayus, seorang warga setempat, api bermula dari tiang listrik yang terkena petir. Akan tetapi, penyebab ini dibantah oleh General Manager PT. PLN Distribusi Jakarta Raya, Muhammad Ikhsan Asaad, dengan alasan setiap tiang listrik PLN hanya beraliran listrik rendah dan jika kilat menyambar tiang, maka kabel akan putus serta listrik langsung mati (Kompas.com, Tempo.co).
Polisi masih mencari penyebab kebakaran. Dugaan sementara, api berasal dari sebuah rumah konveksi yang berada di lokasi kebakaran. Lebih lanjut, proses evakuasi korban dan pemadaman api menjadi lebih sulit dikarenakan salah satu rumah korban kebakaran berfungsi juga sebagai gudang lem. Cairan kimia dari lem menyebabkan kebakaran semakin besar (Kompas.com, Kompas.com).
Terlepas dari penyebab kebakaran yang masih diselidiki, tiap kebakaran yang terjadi diperbesar oleh keberadaan industri rumahan atau pergudangan yang berada di tengah-tengah perumahan padat penduduk. Contohnya kebakaran yang diperparah keberadaan gudang lem di Taman Kota. Bahkan, hari ini, Senin (2/4) terjadi kebakaran lagi yang berlokasi di Kelurahan Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat. Kebakaran diduga bermula dari arus pendek. Sumber api berasal dari rumah berlantai dua yang dipergunakan untuk usaha konveksi (Tempo.co).
Menurut Perda Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, industri kecil dan menengah yang berada di kawasan permukiman harus ditata dan direlokasi ke kawasan industri di bagian barat dan timur Jakarta. Perencanaan ini bukan hanya demi keberaturan, seperti yang kita lihat dari kasus kebakaran di Taman Kota dan Jembatan Besi, kebakaran diperbesar atau bersumber dari industri rumahan. Industri ini memiliki bahan kimia atau bahan yang mudah terbakar sehingga apabila terjadi kebakaran maka akan cepat meluas. Oleh sebab itu, penataan dilakukan juga demi keamanan warga. Tidak lucu apabila demi kepentingan pribadi, orang lain yang justru menjadi korban. Korban materil maupun korban jiwa.
Hal inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan bagi Pemprov DKI dalam menata DKI Jakarta. Wagub Sandi pernah mengatakan untuk mempermudah izin industri rumahan. Selain itu, Pemprov DKI juga akan merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Kompas.com). Akan tetapi, industri rumahan yang rata-rata berlokasi di perumahan padat penduduk rawan akan bencana, salah satunya adalah kebakaran.
Gubernur Anies yang melanggar Perda tentang zonasi ini dalam menata Tanah Abang saja sampai sekarang mengalami penolakan dan kritik dari berbagai pihak. Perda tersebut tidak bisa dirubah begitu saja, karena telah banyak pertimbangan yang dilakukan. Tidak bisa secara serta merta merombak dan melanggar dengan alasan keberpihakan. Ketika melanggar regulasi atau tidak mengamalkannya bisa saja berakibat seperti ini, bukan hanya kerugian ekonomi tapi juga kerugian nyawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H