Lihat ke Halaman Asli

Catatan Reflektif tentang Kepunahan Harimau di Indonesia

Diperbarui: 6 Agustus 2020   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa bedanya Harimau dan Macan? Pertanyaan ini sering dilontarkan masyarakat ketika mendengar adanya Harimau yang ditangkap atau mati karena jerat atau ditembak.

Perbedaan yang jelas yaitu Harimau memiliki corak loreng atau garis-garis, memiliki tubuh besar umumnya mencapai 100 kilogram, dan berekor lebih pendek. Sebaliknya, Macan memiliki corak tubuh tutul-tutul, bertubuh lebih ramping dan berekor lebih panjang. Pertanyaannya lagi, kenapa kita harus melestarikan Harimau?

Sedangkan ada banyak informasi yang mengabarkan bahwa Harimau sudah membunuh ternak atau manusia. Baik, kita akan bahas satu-satu pertanyaan ini.

Di Indonesia, ada tiga jenis Harimau yang pernah ada, yaitu Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), Harimau Bali (Panthera tigris balica), dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan hanya Harimau Sumatera yang masih ada sampai sekarang. Harimau Jawa (Panthera tigris sondaicus) sudah punah pada tahun 1980-an, sedangkan Harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah punah sejak tahun 1940-an.

Bobot tubuh Harimau Jawa tidak jauh berbeda dengan Harimau Sumatera, dan Harimau Bali-lah yang memiliki bobot tubuh terkecil dari ketiganya. Daya jelajah Harimau dapat mencapai 100 km2, dan makanan utamanya yaitu Babi Hutan, atau rusa. 

Tiap tahun populasi Harimau Sumatera semakin berkurang, menjadikan hewan berbulu loreng kuning tua sampai oranye ini termasuk dalam Critically Endangered (beresiko punah dalam waktu dekat) menurut IUCN. Salah satu penyebab berkurangnya Harimau Sumatera karena perburuan.

Kepunahan Harimau Bali dan Jawa pun ditengarai dikarenakan perburuan besar-besaran pada masa pemerintahan VOC, kolonial Hindia Belanda dan masa orde baru. Pada salah satu kartu pos dan potret koleksi dari Tropenmuseum pada jaman kolonial, terdapat foto Harimau yang diburu dan dibunuh. Kulitnya kemudian menjadi hiasan dirumah-rumah orang kaya pada saat itu. Bicara soal perburuan Harimau, perburuan Harimau sesungguhnya sudah berlangsung sejak masa kerajaan, jauh sebelum masa pemerintahan kolonial.

Didalam buku berjudul “Desawarnana”, yang merupakan saduran Mien Ahmad Rifai, dari Kakawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca, terdapat kisah perburuan Sri Paduka Rajasanagara atau sering disebut dengan Sang Prabu di Hutan Nandaka, berupa hutan belantara yang luas, dengan pepohonan yang lebat, dan rindang. Sang Prabu bersama pasukannya berburu semua hewan yang ada di hutan tersebut termasuk Harimau Jawa, yang disebut Sang Raja Rimba.

Sang Raja Rimba yang bijaksana memutuskan untuk menyerahkan dirinya kepada Sang Prabu dikarenakan sebagai titisan Batara Shiwa (salah satu dewa tertinggi dalam agama Hindu), Sang Prabu berhak mencabut nyawa semua mahkluk, sehingga terbebas dari dosa, dan terlahir kembali (reinkarnasi) sebagai manusia.

Didalam kepercayaan Hindu-Buddha, manusia dapat terlahir sebagai hewan apabila sering melakukan perbuatan buruk atau jahat seperti membunuh. Meskipun begitu, perburuan dalam masa kerajaan ini masih mempertimbangkan keseimbangan alam, hanya di kawasan tertentu, dan untuk beberapa hewan tertentu.

Kegiatan perburuan merupakan kegiatan sakral, menyangkut kepercayaan sang raja sebagai titisan dewa. Sebelum perburuan dilakukan, diselenggarakan upacara suci, dan waktu perburuan juga tidak sembarangan dilakukan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline