Lihat ke Halaman Asli

Nasib Miris si Harimau Sumatera, Raja Hutan yang Nyaris Hanya Legenda

Diperbarui: 1 Agustus 2018   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) tersebut terlihat hanya berjalan mondar-mandir di kandangnya. Si raja hutan tersebut terlihat lelah, kurus, kurang sehat, dan stres. Sebutan si Raja Hutan seakan-akan hanya tinggal legenda. Itulah kondisi Harimau Sumatera di kebun binatang Ragunan, Jakarta. Tidak jauh berbeda dengan kondisi Harimau Sumatera di habitat aslinya, hutan sumatera.

Harimau Sumatera masih saja menjadi target utama dari perburuan liar, untuk diambil kulit, tulang, taring, dan bagian lain dari tubuhnya, yang sudah lama dipercaya dapat menjadi obat. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, Harimau, baik Harimau Sumatera, Jawa, dan Bali, menjadi obyek utama perburuan.

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaicus) sudah menjadi target utama dalam perburuan besar-besaran sejak masa kerajaan, jauh sebelum masa pemerintahan kolonial, sehingga punah pada tahun 1980-an. 

Dalam buku berjudul "Desawarnana", yang merupakan saduran Mien Ahmad Rifai, dari Kakawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca, terdapat kisah perburuan Sri Paduka Rajasanagara atau sering disebut dengan Sang Prabu di Hutan Nandaka, berupa hutan belantara yang luas, dengan pepohonan yang lebat, dan rindang. Sang Prabu bersama pasukannya berburu semua hewan yang ada di hutan tersebut termasuk Harimau Jawa, yang disebut Sang Raja Rimba. 

Sang Raja Rimba yang bijaksana memutuskan untuk menyerahkan dirinya kepada Sang Prabu dikarenakan sebagai titisan Batara Shiwa (salah satu dewa tertinggi dalam agama Hindu), Sang Prabu berhak mencabut nyawa semua mahkluk, sehingga terbebas dari dosa, dan terlahir kembali tanpa derita (samsara).  

Pada foto-foto masa kolonial yang menjadi koleksi dari Tropenmuseum, terdapat foto Harimau yang diburu dan dibunuh. Kulitnya kemudian menjadi hiasan dirumah-rumah orang kaya pada saat itu. Begitu pula dengan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Bahkan Harimau Bali sudah punah sejak tahun 1940-an. Dua spesies Harimau di bumi nusantara sudah punah, sehingga tinggal Harimau Sumatera lah yang tersisa.

dokrpi

Laporan terbaru WWF, "Beyond the Stripes: Save tigers, save so much more, November 2017",  menyebutkan bahwa habitat Harimau berada di sembilan kawasan daerah aliran sungai, yang merupakan sumber air bagi 830 juta masyarakat di Asia, dan hutan yang menjadi kawasan konservasi Harimau dapat menyimpan karbon lebih besar daripada hutan di tempat lainnya. 

Sedangkan berdasarkan data dari Forum Harimau Kita, yang juga menyelenggarakan #GlobalTigerDay, survey terakhir pada tahun 2007, terdapat hanya 250 ekor Harimau Sumatera di alam liar. 

Selain perburuan liar, penebangan liar (illegal logging), perubahan hutan menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pemukiman, perkebunan, dan lainnya, turut menyumbang menurunnya populasi Harimau Sumatera. 

Harimau Sumatera, dalam tradisi Sumatera, terutama di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, merupakan hewan yang mendapat kedudukan yang istimewa. Kata "Datuk" disematkan kepada hewan ini, karena dipercaya memiliki kekuatan istimewa. 

Kisah ini pulalah yang dikisahkan dalam sebuah drama radio jaman dahulu kala, Misteri Gunung Merapi, dimana ada tokoh Mak Lampir, seorang nenek yang sakti mandraguna, sebagai lawan dari Datuk yang sering berwujud Harimau. Harimau merupakan perlambang kebaikan, kebenaran, dan kebijaksanaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline