Rumah tradisional berbahan kayu dan berhalaman luas tersebut tampak sepi dari luarnya. Tidak terlihat kegiatan yang melibatkan banyak orang untuk pembuatan kue cina atau kue keranjang. Ya, kue cina. Kali ini saya bersama teman dari Cina Benteng, akan mendokumentasikan pembuatan kue cina di Desa Babat, Kecamatan Legok, Tangerang.
Apa sih kue cina itu? Kue cina atau kue keranjang, merupakan kue yang wajib ada pada setiap perayaan tahun baru imlek atau sincia, atau lebaran cina. Kue bulat, berwarna cokelat tua, berbungkus daun pisang atau kebanyakan berbungkus plastik saat ini, dengan rasa yang manis, dipercaya melambangkan persatuan, persaudaraan, kekeluargaan, dan harapan untuk hubungan antar keluarga, dan saudara akan semanis kue keranjang sepanjang tahun.
Terus kenapa disebut kue cina atau kue keranjang? Disebut kue cina karena orang-orang Cina lah yang pertama kali membuat kue dan memperkenalkannya kepada orang lain. Sedangkan disebut kue keranjang karena ketika memasak kue ini, adonan berupa tepung beras ketan, dan gula putih, ditempatkan di dalam wadah atau cetakan berbentuk keranjang.
Sebelum adonan dituang kedalam cetakannya, keranjang harus dilapisi dengan daun pisang, agar tidak lengket dan tumpah keluar dari wadahnya. Keranjang yang digunakan bukan keranjang ukuran besar ya, seperti keranjang sampah, melainkan keranjang ukuran kecil seperti toples, terbuat dari anyaman bambu. Menurut teman saya, Rudi, cetakan dari anyaman bambu ini biasanya dijual setahun sekali menjelang pembuatan kue keranjang. Wah...memang khusus ternyata.
Istimewanya pembuatan kue keranjang yang saya kunjungi ini, karena hanya menjelang imlek, rumah ini menerima pesanan kue keranjang. Apabila sehari-hari, si pemilik rumah tidak membuka pesanan, dan menjalankan profesinya sebagai petani. Iya, petani yang menggarap sawahnya sendiri. Hasil sawahnya, akan dijemur di halaman rumahnya yang luas, kemudian dimasukkan dalam mesin penggiling hingga jadi beras. Beras itulah yang akan dijual, dan dikonsumsi sendiri.
Menurut pemilik usaha kue keranjang industri rumahan ini, sebulan sebelum hari raya imlek biasanya sudah dilakukan prosesi sembahyang untuk memohon ijin membuat kue keranjang. Kemudian selama 2 minggu, campuran tepung beras ketan dan gula pasir didiamkan dalam wadah tertutup. Setelah 2 minggu, adonan yang berwarna putih tersebut dibuka, dan dituang ke dalam cetakan keranjang, yang sudah dialasi daun pisang. Setelah dituang kedalam keranjang, baru dimasukkan dalam panci kukus berukuran besar untuk dimasak selama 12 jam.
Proses pengukusan menggunakan kayu bakar yang diambil dari kebun sendiri, sehingga bau kue keranjangnya wangi. Karena proses pengukusan yang sangat lama, adonan yang tadinya berwarna putih pun berubah menjadi cokelat. Setelah matang, baru diangkat, didinginkan dan dibungkus dengan daun pisang yang melapisi cetakan tadi, itulah mengapa warna daun pisang pembungkus kue keranjang berwarna kecokelatan.
Pada saat saya berkunjung ke sana, irisan kue keranjang tengah tersedia di meja. Kami pun berkesempatan mencicipi kue keranjang hangat yang disajikan dengan kelapa parut. Rasanya enak, dan tidak terlalu manis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H