Lihat ke Halaman Asli

Jelajah ke Situs Cagar Budaya Candi Tikus

Diperbarui: 25 Januari 2018   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Bangunan candi yang terlihat dari kejauhan tersebut tidaklah berbentuk binatang tikus. Bahkan ketika didekati, sama sekali tidak ada mirip-miripnya dengan hewan pengerat tersebut. Lalu kenapa bangunan candi itu disebut dengan Candi Tikus? Dari cerita si penjaga candi, bahwa pada tahun 1914, bupati Mojokerto, lokasi candi ini berada, bernama RAA Kromojoyo Adinegoro, melakukan perang pada hawa tikus yang disebut-sebut sering menyerang pertanian rakyatnya. Ketika tikus-tikus tersebut dikejar, ternyata si tikus menghilang ke sebuah lubang yang berbentuk gundukan besar. Dikarenakan si bupati ingin sekali membasmi tikus-tikus, dibuka lah gundukan tersebut, yang ternyata adalah sebuah candi. Sejak itu, candi penemuannya disebut dengan Candi Tikus.

NJ Krom dalam bukunya berjudul "Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kunst II (Pengantar Kesenian Hindu Jawa)" menyatakan bahwa Candi Tikus diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 -- 1380), dan dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama terdiri dari batu merah dengan bentuknya yang kaku, dan tahap kedua batu andesit dengan bentuk lebih dinamis.

Dok. pribadi

Bangunan Candi Tikus ini berwujud mengerucut ke atas, ke arah Mahameru, gunung suci dalam ajaran Hindu, sehingga dapat dikatakan bahwa Candi Tikus merupakan tempat pemandian raja, dan upacara-upacara pemujaan dilakukan yang berkaitan dengan air, karena adanya kolam. Air merupakan hal yang disucikan dalam ajaran Hindu, karena mampu membersihkan segala kotoran.  

Bentuk bangunan candi yang berada di tengah-tengah kolam, menyerupai pemandian atau pertirtaan. Berukuran segi empat dengan ukuran 29,5 m x 28,2 cm terbuat dari batu merah. Letak candi lebih rendah dari permukaan tanah disekitarnya, dengan selasar di permukaan atas selebar 75 cm yang mengelilingi bangunan. Di sisi dalam, turun 1 m, juga ada selasar mengelilingi kolam. Pintu masuk candi terdapat di sisi utara berupa tangga selebar 3,5 m menuju dasar kolam. Terdapat pula dua buah tangga berukuran 3,5 m x 2 m di sisi kanan dan kiri. Pada bagian luar candi terdapat pancuran berjumlah tiga buah dan berbentuk Padma atau teratai terbuat dari batu andesit.

Selain itu, Candi Tikus merupakan sumber air yang tidak habis, dan dipercaya memberi kesejahteraan pada masyarakat di sekitarnya. Konon, ada seorang petani yang panen padi nya selalu habis di makan hama tikus, dan kemudian melakukan meditasi untuk meminta petunjuk penyelesaian masalahnya tersebut. Didalam meditasinya, si petani ditunjukkan untuk mengambil air dari Candi Tikus dan disebarkan di sawahnya. Ternyata, ketika air dari Candi Tikus di sebarkan di sekitar sawahnya, tikus-tikus tidak beraksi di sawahnya lagi.

Dok. pribadi

Candi Tikus berada di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Mclaine Pont pernah melakukan penelitian pada Candi Tikus ini pada tahun 1926, ada sekitar 18 buah waduk besar yang dibangun pada pemerintahan kerajaan Majapahit. Peninggalan waduk-waduk ini belum semuanya ditemukan. Dan salah satu waduk besar tersebut, yang disebut dengan Waduk Baureno inilah yang diduga mengalirkan airnya ke dalam Candi Tikus.

Candi Tikus sampai saat ini masih sering menjadi tempat penelitian, sekaligus wisata sejarah, terutama mengenai kerajaan Majapahit.

Dok. pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline