Trowulan, sebuah tempat yang di kenal sebagai kawasan bersejarah. Kawasan bersejarah? Ya, berdasarkan cerita-cerita sejarah dari kawan-kawan dan buku, di Trowulan-lah, situs-situs peninggalan salah satu kerajaan besar di tanah Jawa, Majapahit berada. Situs-situs itu tidak hanya satu bangunan, melainkan satu kawasan, terdiri dari berbagai bangunan candi (sekurangnya ada 27 candi yang sudah ditemukan), artefak-artefak, dan arca-arca yang dipengaruhi agama Hindu dan Buddha. Dua agama besar di Jawa pada masa itu, yang juga menjadi agama resmi kerajaan Majapahit.
Lokasi Trowulan berada di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Untuk mencapai lokasi ini, hanya dibutuhkan 2-3 jam dengan mobil dari kota Surabaya. Kita juga bisa menggunakan kereta api untuk mengunjungi kota Mojokerto. Kali ini saya memilih menyewa mobil menuju ke Trowulan, karena lokasi dari satu situs ke situs lainnya, ada yang berjauhan jaraknya.
Tempat pertama yang aku kunjungi yaitu Museum Trowulan Majapahit. Museum Trowulan Majapahit didirikan pada tahun 1926 oleh Henri Maclaine Pont dan R.A.A Kromodjojo Adinegoro. Koleksi museum ini merupakan koleksi dari perkumpulan yang bertujuan untuk meneliti peninggalan-peninggalan Majapahit.
Di museum ini, ada banyak arca dan artefak peninggalan kerajaan Majapahit dari tanah liat, keramik, logam, dan batu, yang sudah diidentifikasi dan diberikan keterangan, sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kerajaan Majapahit.
Hal yang menarik di museum ini yaitu adanya patung Buddha berukuran besar di pintu masuk, replika rumah Jawa pada masa kerajaan Majapahit, dan adanya arca-arca di sekitar bagian belakang museum. Di halaman museum juga bisa dilihat artefak-artefak, dan dibagian belakang museum tidak hanya peninggalan kerajaan Majapahit, tapi juga peninggalan kerajaan Kediri, SIngasari, dan Kahuripan. Kerajaan-kerajaan yang dianggap sebagai cikal bakal kerajaan Majapahit.
Di halaman museum kita juga bisa menemukan pohon Maja, yaitu pohon yang berbuah berwarna hijau pahit, sebagai asal usul kerajaan Majapahit.
Setelah puas mengunjungi Museum Trowulan Majapahit, kita bisa membeli cenderamata khas Majapahit di toko cenderamata yang berada dekat pintu masuk. Saya pun membeli celengan babi dari tanah liat yang dipercaya replika dari celengan babi pada masa kerajaan Majapahit, dan kaus bergambar Majapahit.
Dari Museum Trowulan Majapahit, saya pun menuju ke situs-situs Majapahit lainnya. Saya menuju ke Cagar Budaya Gapura Bajang Ratu, sebuah situs yang dianggap bagian dari keraton kerajaan Majapahit. Situs ini, berupa tangga dengan gapura. Setelah puas berkeliling dan berfoto-foto di Gapura Bajang Ratu, saya pun menuju ke situs Kedaton, yang tidak jauh dari Candi Bajang Ratu.
Setelah dari situs Kedaton saya pun menuju Candi Tikus. Kenapa disebut dengan Candi Tikus, karena pada penemuan awal bangunan candi, bangunan merupakan sarang tikus. Candi ini berbentuk unik dan berada ditengah-tengah kolam. Dari Candi Tikus, saya pun menuju ke Kolam Segara, yang menurut informasi merupakan sistem pengairan di kerajaan Majapahit. Kolam tersebut sudah tidak berfungsi tapi masih ada airnya. Setelah Kolam Segara, saya menuju Candi Brahu, sebuah candi yang berbentuk pinggang manusia biasa dan stupa, dibuat dari batu merah.
Di sekeliling candi terdapat taman dan pohon yang rindang, tempat yang cocok untuk beristirahat. Saya pun beristirahat sejenak sambil meminum air mineral yang saya bawa. Berwisata di situs Trowulan cukup membuat kita haus, karena udara yang cukup panas, sementara jarang sekali penjual minuman di sekitar situs. Selain membawa minum, saya menyarankan bagi yang ingin berkunjung ke situs Trowulan untuk membawa topi atau payung, karena jarangnya tempat berlindung dari sinar matahari.
Usai menjelajah situs kerajaan Majapahit, saya pun mengunjungi tempat wisata lain di Trowulan. Kali ini saya ingin mengunjungi Vihara Sasono Bhakti, yang letaknya tidak jauh dari situs-situs Trowulan. Di Vihara ini, selain saya berdoa, saya pun mengunjungi patung Buddha raksasa yang tengah tidur atau dikenal sebagai ‘sleeping budha’. Patung Buddha yang dibangun tahun 1993 tersebut memiliki panjang 22 m, dan lebar 6 m, serta tinggi 4,5 m, terbuat dari beton, dipahat langsung oleh pengrajin Trowulan.