Lihat ke Halaman Asli

Didot Mpu Diantoro

Konsultan Komunikasi

Karma

Diperbarui: 25 Mei 2024   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

KARMA

"Hallo, sapunapi gatrane? Sampun sue ten wenten gatra. Kapan bli bisa mulih ke Kadewatan?"

"Waduh, ampura, tiang ten bisa jawab sekarang ...."

Pertanyaan sederhana itu tidak bisa segera dijawabnya. Ia masih harus berkelit beberapa jurus kata sebelum menemukan ketenangan untuk bisa menjawab dengan jawaban diplomatis.

Ketika terdengar suara telpon ditutup di sana, Agung seperti merasa ada nada sesal dan kesal yang menular dan mengiris-iris perasaannya.

Meskipun berusaha keras untuk tidak peduli, tetap saja perasaan itu mengganggu. Sekelompok bentuk kekhawatiran berbeda rupa dan asal berpusar di ketika yang sama. Pikirannya pun segera terlonjak terbang melayang, melompat-lompat dan hinggap sesaaat di beberapa kenangan kejadian tanpa keteraturan. Begitu saja melompat, lepas tanpa kendali. Saling salip antara satu pikiran dengan pikiran lainnya.

Agung merebahkan kepalanya ke sandaran kursi. Bergerak malas, tapi seperti bermata, tangannya meraup bungkus rokok yang ternyata hanya tinggal beberapa batang.

Agak diremasnya bungkusan rokok tersebut. Bukan untuk meyakinkan bahwa memang isinya tinggal tiga batang, tapi lebih sebagai upaya berbagi keresahan dari otak ke tangan. Dengan tangan kirinya ia menghampirkan bungkus rokok yang kini sudah lecek ke mulutnya yang setengah terbuka.

Pangkal batang rokok yang agak menyembul keluar dari sobekan atas bungkus rokok kretek itu disambarnya dengan gerakan begitu malas, hanya sedikit lebih cepat dari gerakan seekor lemur yang mencari mangsa serangga di malam hari. Tangan kanannya menjambak-jambak rambut yang sebagian di antaranya sudah menampilkan warna putih.

Sama seperti tadi, berupaya membagi keresahan yang mengungkung otaknya ke bagian-bagian tubuh lainnya. Letik api yang menjulur dari lobang korek gas itu pun seolah turut tertulari kegelisahan pemiliknya. Beberapa kali surut gas dan mati, sebelum akhirnya dengan agak terpaksa membakar ujung rokok yang dihisap Agung.

"Pak Amir tadi ke rumah lagi. Nanyain uang kontrak. Sudah tiga bulan nunggak. Aku bilang ayah lagi keluar kota. Ada kemungkinan hari ini? " Begitu pesan singkat yang diterimanya tadi sore dari sang istri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline