Sering terjadinya tindakan pelaporan orang tua murid kepada pihak yang berwajib oleh orang tua siswa karena dianggap terlalu keras dalam mendidik murid-muridnya membuat banyak guru enggan melakukan penindakan kepada siswa dan siswinya.
Tugas seorang guru untuk mendidik murid-muridnya sekarang perlahan-lahan mulai tergerus dengan hanya sebatas mengajar saja bukan mendidik. Mengajar hanya menjalankan kewajiban menyampaikan materi pembelajaran. Sementara mendidik ada kewajiban moral untuk mengubah sikap dan perilaku yang kurang baik menjadi baik, sikap yang kurang sopan menjadi sopan.
Sekarang makin banyak guru yang tidak peduli dengan siswanya. Melihat siswanya kurang baik dalam tutur kata dibiarkan saja. Karena pun ada yang peduli kalau hanya sebatas memberitahu dengan kata-kata, besok lusa mereka akan mengulanginya lagi.
Sudah sangat jarang guru yang meminta muridnya untuk memasukkan bajunya saat seragamnya tidak dimasukkan. Sudah sangat jarang guru meminta murid untuk memotong rambutnya yang tidak sesuai aturan. Sudah sangat jarang guru meminta murid-muridnya untuk berkata baik. Sudah sangat jarang guru memarahi apalagi memukul bagian tertentu muridnya dalam rangka mendidik murid-muridnya karena guru akan dilaporkan ke kepolisian atau Komnas Perlindungan Anak karena melanggar HAM (Hak Asasi Manusia).
Saya yakin guru sekarang dalam dilema. Tidak ditindak siswa akan terus melanggar, ditindak orang tuanya akan melapor. Beberapa kasus yang melibatkan guru di Indonesia. Posisi guru sering dianggap orang yang paling bersalah dalam mendidik murid-muridnya. Padahal belum tentu orang tuanya bisa mendidik anaknya di rumah.
Dalam kenyataannya banyak orang tua yang tidak mengetahui perilaku anaknya di sekolah. Mereka sering melakukan tindakan yang merugikan orang lain seperti mengganggu, membully temannya, merusak fasilitas sekolah seperti meja dan kursi, mencorat-coret dinding sekolah, bahkan membolos dan merokok di toilet bahkan membawa obat-obatan terlarang ke sekolah.
Orang tua hanya mengetahuinya di rumah bahwa anaknya baik tidak melakukan pelanggaran apa pun. Tetapi sebenarnya anak tersebut tidak melakukan pelanggaran karena takut sama orang tuanya. Sementara pada saat orang tuanya tidak ada atau di luar rumah sang anak melakukan tindakan-tindakan di luar kebiasaannya itu. Mungkin karena faktor lingkungan, pelampiasan atau karena ingin mencari jati diri.
Saat murid atau dihukum atau ditindak oleh gurunya tidak sedikit mereka merangkai cerita dengan penambahan kata-kata seolah-olah guru yang salah seperti gurunya hanya memegang kepala dibilang menampar, gurunya hanya memukul dengan buku tulis pada bagian yang tidak berbahaya dia bilang memukul dengan keras.
Tidak sedikit orang tuanya yang tidak terima dengan perlakukan dari gurunya dan langsung melapor kepada pihak berwajib. Karena mereka menganggap dirinya tidak pernah melakukan kekerasan kepada anaknya.
Orang tua terbawa cerita anaknya yang sudah pandai merangkai cerita bak sinetron sementara orang tuanya tidak mendengar cerita dari orang lain seperti teman-temannya atau orang yang ada di sekitarnya saat kejadian terjadi. Mereka hanya mengedepankan emosi dan berita di televisi yang segera melapor jika ada kekerasan terhadap anaknya.
Maka tidak heran yang terjadi saat ini, guru sering melakukan pembiaran-pembiaran saat terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap anak didiknya karena mereka takut emosinya tidak terkendali dan yang mengakibatkan dirinya berurusan dengan hukum. Guru lebih memilih mencari aman sendiri sehingga tidak melakukan penindakan terhadap siswa yang melakukan pelanggaran.