Lihat ke Halaman Asli

didit budi ernanto

menulis kala membutuhkan

Kader Posyandu Ujung Tombak Perangi Gizi Buruk

Diperbarui: 28 Desember 2019   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesibukan  luar biasa selalu terlihat di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Sartika I RT 01 RW 02 Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung di hari Kamis minggu ketiga setiap bulannya. Ibu-ibu kader Posyandu Sartika I saling berbagi  tugas mulai dari menyiapkan tenda, membuat makanan tambahan balita, menyiapkan alat timbangan, mengundang orang tua balita untuk datang ke posyandu.

Sedikitnya ada sekitar 100 balita yang seharusnya rutin melakukan pemeriksaan kesehatan maupun menimbang berat badan di Posyandu Sartika I. Ke-100 balita itu tersebar dari RT 01, RT 02 dan RT 03. "Tapi biasanya tidak semuanya datang. Kalau sudah begitu, kader Posyandu harus jemput bola datang ke rumah-rumah orang tua balita,"  kata Ibu Sugiarni (50), Koordinator Posyandu Sartika I.

Ada kurang lebih 5 kader di Posyandu Sartika I ini. Sebenarnya tugas kader itu, tidak berbeda jauh dengan tugas kader Posyandu lainnya. Tetapi, bukan berarti tugas kader posyandu bisa dianggap enteng.

Kader Posyandu bertugas memastikan kondisi kesehatan balita di wilayahnya baik-baik saja. Maksudnya, tidak ada persoalan-persoalan kesehatan seperti gizi buruk, kurang gizi, stunting bahkan obesitas yang dialami oleh balita. Pendek kata, kader Posyandu sejatinya adalah ujung tombak memerangi gizi buruk dan kasus gizi balita lainnya.

Seperti diketahui kasus-kasus menyangkut gizi balita di Indonesia masih sangat tinggi. Mengutip data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskendas) Kementerian Kesehatan, tahun 2018 angka gizi buruk dan kurang gizi balita adalah 3,9 persen dan 13,8 persen. Sementara untuk   kasus stunting tahun 2019 masih berada di 27,67 persen. Angka tersebut turun dibandingkan tahun 2018 yang berada di 30,8 persen. Sedangkan untuk kasus obesitas angkanya ada di sekitaran 8 persen.

Menurut Sugiarni tugas sebagai kader Posyandu itu menjadi tidak mudah. Ada persoalan-persoalan menyangkut kesadaran orang tua hingga persoalan pembiayaan operasional Posyandu.

Dalam hal kesadaran orang tua untuk rutin setiap bulan  mengikuti kegiatan menimbang balitanya di Posyandu  memang  masih tidak optimal. Menurut Sugiarni, jumlah balita yang ikut kegiatan di Posyandu Sartika I itu setiap bulannya selalu dibawah 100 balita.

Orang tua memiliki alasan bermacam-macam. Ada orang tua yang bilang anaknya masih tidur, sedang pergi dan banyak pula yang berdalih lupa. Padahal, sambung Sugiarni, pihaknya tak pernah bosan terus mengingatkan jadwal timbang di Posyandu Sartika  I. Kalau sudah begitu terpaksa kader Posyandu jemput bola, imbuh Sugiarni.

Persoalan lain adalah menyangkut biaya. Karena telah berstatus sebagai Posyandu Mandiri, maka Posyandu Sartika I harus mampu membiayai kegiatannya sendiri. Oleh karenanya, kader Posyandu Kartika I harus bisa mencari donatur. 

"Untung ada donatur dan bantuan CSR dari perusahaan swasta. Kalau masih kurang, terkadang harus keluar dari saku kader sendiri," ungkap Sugiarni. Memang ada insentif sebesar Rp 250 ribu. Tetapi tentunya itu tidak cukup.

Kerja keras tanpa pamrih dari para kader Posyandu Sartika I memang membuahkan hasil. Parameternya berupa nyaris tidak pernah ada kasus-kasus gizi yang dialami balita di sekitaran RW 02 Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline