Ada Apa di Kereta Api Mataram?
"Nanti turun di depan, apa masuk kedalam parkiran?" Tanya supir grab yang ayah didi tumpangi, sambil memberi salam sopan saat ayah masuk kedalam kendaraannya.
"Tergantung situasi nya" jawabku, sekenanya, sambil merebahkan diri tubuhku yang gembul di jok belakang. "Bila kondisi lancar dan tidak hujan, cukup diturunkan di depan pintu gerbang saja" jawab ku menjelaskan.
"Baik pak" kata bang supir berkata sopan dengan bahasa Jawa logat Pantura.
Sepanjang perjalanan dari rumah ayah didi menuju stasiun kereta api Pasar Senen, sang supir grab bercerita banyak. Cerita tentang suka dukanya menjadi supir grab. Dari soal pendapatan, susahnya mencari pekerjaan hingga urusan pilkada. Sang supir terus bercerita, terutama urusan pilkada Jakarta yang konon dimenangkan oleh pasangan Pramono Anung dan Rano Karno. Rupanya sang supir salah satu pengagum bang Doel dalam sinetron berseri Si Doel anak Betawi.
Tanpa terasa karena asyiknya ngobrol dengan sang supir, perjalanan dari Rawamangun ke Pasar Senen hanya ditempuh kurang dari setengah jam, sangat lancar malam ini, biasanya kalau pagi ditempuh bisa satu jam lebih.
Ternyata sang supir mengantarkan ayah didi hingga pelataran parkir dan kendaraan berhenti persis di depan pintu masuk gedung stasiun Pasar Senen. Saat keluar dari kendaraan ayah didi kemudian melangkah jalan masuk ke teras stasiun ,waktu menunjukkan pukul 21.30, hal ini terlihat dari jam dinding yang terpasang persis di atas pintu masuk.
Sejenak ayah didi memutar pandangan untuk mencari gerai tempat cetak tiket, maklum tiket kereta masih dalam bentuk sofcopy. Diantara keramaian orang yang sebagian penumpang kereta , terlihat ada beberapa orang berdiri sedang antri di gerai alat mesin cetak.
Tanpa dikomando ayah didi langsung masuk barisan antrian untuk ikut melakukan cetak tiket kereta melalui aplikasi. Cukup ketik kode pemesanan yang tertera di boarding pass, kemudian pilih print, keluar satu lembar kertas tikek kereta api.