Ini hanyalah sebuah tawaran sederhana. Sebuah opsi tuk merevitalisasi lembaga-lembaga tinggi negara di Republik Indonesia masa depan. Bukankah boleh-boleh saja kita merubah nama dan peran lembaga tinggi negara kita. Asalkan itu berfaedah dan tetap sesuai falsafah PANCASILA. Undang-undang dasar 1945 yang menjadi landasan berdirinya lembaga-lembaga negara itu memiliki opsi amandemen. Bukan paten. Sehingga tak paten pula lembaga-lembaga negara kita harus selamanya dibiarkan seperti sekarang. Ada yang berjalan sesuai tupoksi, ada pula lembaga negara yang 'musproh' dibiayai oleh rakyat.
KEPALA NEGARA (PRESIDEN NKRI)
Di chapter 2 saya sudah cukup getol menyuarakan. Bahwa harus ada pemisahan antara jati diri seorang kepala negara dengan kepala pemerintahan. Presiden RI yang saat ini merangkap sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (eksekutor lapangan) barangkali akan lebih menunjukkan marwah seorang kepala negara jika ada pemisahan. Presiden NKRI adalah sebutan yang bisa ditawarkan. Presiden NKRI adalah Presiden Rakyat bukan presiden petugas partai dan golongan tertentu. Bagaimana pemilihan dan perannya, bisa di baca di chapter 2.
KEPALA PEMERINTAHAN (KEPALA MENTERI RI)
Kepala Menteri bisa jadi opsi nama bagi kepala pemerintahan kita. Nah, inilah posisi yang boleh dibilang sebagai wadah sosok petugas partai yang boleh saja saling berkompetisi. Menunjukkan kualitasnya. Dalam menjadi eksekutor program pembangunan negara dan pelayanan pada segenap rakyat. Namun segala ujung kebijakan hanya bisa dilakukan atas persetujuan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Soal pemilahan wewenang dan konsep pemilihannya juga bisa di baca di chapter 2.
LEMBAGA LEGISLASI NEGARA (LLN RI)
Urgensi dalam revitalisasi lembaga negara yang berfungsi sebagai penyusun undang-undang, rencana anggaran dan kontrol kepala pemerintah juga sangat diperlukan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa produktivitas lembaga legislatif di negara kita saat ini masih sangat lemah dan rawan dengan intervensi oknum yang menggerogoti idealisme negara. Sejak berdirinya republik Indonesia, lembaga legislatif kita selalu menjadi sorotan publik terutama pada dewan perwakilan rakyat. Sudah saatnya negara ini mengembalikkan marwah lembaga tersebut sebagai lembaga tinggi negara yang di isi oleh para negarawan yang arif dan bijaksana. Lembaga legislatif kita harus mampu lebih produktif dalam menyusun undang-undang negara yang bersumber dari nilai-nilai ideologi negara dan kearifan lokal Indonesia. Bukan perundangan warisan penjajah yang sampai detik ini masih banyak sekali yang diterapkan dalam sistem hukum kita. Perundangan yang dihasilkan juga tidaklah tepat jika berlawanan dengan aspirasi rakyat dan bertentangan dengan seluruh agama di Indonesia.
Lembaga legislatif negara sebagai perwujudan kedaulatan rakyat di masa depan harus memiliki sistem dan mekanisme yang secara fakta benar-benar menyerap kehendak rakyat. Rakyat dapat mengevaluasi kinerja lembaga tersebut. Pembatasan jumlah calon legislatif dan wakil rakyat juga diperlukan dengan catatan harus ada uji kelayakan secara konprehensif dalam hal kemampuan ilmu legislasi. Agar ketika wakil rakyat tersebut terpilih dapat bekerja secara produktif, bukan hanya menjadi wakil rakyat yang kerjanya baksos, blusukan dan apalagi cuma bisa tebar pesona dalam bercuit. Untuk mendapatkan anggota legislator negara yang lekat dengan rakyat yang diwakilinya di daerah tertentu, sekiranya ke depan kita harus mengevaluasi sistem per-dapil-an pemilu kita yang kebanyakan bukan merupakan sosok yang mereprentasikan rakyat di dapil tersebut. Karena saat ini semua terserah ketua partai politik. Siapa yang dicalonkan di daerah tersebut.
Selain DPR RI, lembaga legislatif negara kita saat ini juga di isi oleh dewan perwakilan daerah atau DPD RI. Sejak berdirinya lembaga tersebut di era reformasi hingga detik ini, masih saja menjadi perdebatan di masyarakat. Apa guna dan kewenangannya yang terbatas dalam legislasi negara itu jika hanya dibutuhkan untuk formalitas belaka. DPD RI adalah bentuk transformasi dari utusan daerah yang sebelum konstitusi UUD 1945 di amandemen, menjadi salah satu elemen yang menyusun MPR RI. Selain DPR RI dan utusan golongan.
Perampingan dan penaaan ulang lembaga legislatif negara memang sangat di perlukan. namun perampingan tersebut juga seharusnya difikirkan secara jangka panjang untuk kebermanfaatannya terhadap negara dan rakyatnya. Jika melihat kondisi saat ini, lembaga legislasi negara yang terkenal paling super power adalah DPR RI. Di mana lembaga tersebut sudah menjadi rahasia umum. Bahwa DPR RI menjadi lembaga negara yang sangat dimonopoli oleh keputusan oligarki sang empunya partai politik. Sudah saatnya negara ini menempatkan DPD RI benar-benar memiliki marwahnya. Sebagai lembaga tinggi negara yang di isi oleh putra-putri terbaik yang mewakili daerahnya untuk turut serta menentukan arah negara.
Jumlah dan peran anggota DPD RI juga harus seimbang dalam porsinya dalam mengisi majelis permusyawaratan rakyat. Jika kita mengacu dari jumlah rakyat yang menjadi pemilihnya, para anggota DPD RI ini adalah perwujudan langsung dari rakyat tanpa embel-embel partai yang mewakili sebuah provinsi. Maka logikanya, lembaga negara ini seharusnya bukan hanya pelengkap dalam lembaga legislatif negara kita. Di masa depan kita juga harus mencari solusi tentang peran MPR RI yang saat ini dipertanyakan apa gunanya. Selain hanya menjadi lembaga negara yang tugasnya lima tahun sekali bersidang melantik presiden.