Lihat ke Halaman Asli

Didimus Aryanto Gabur

mahasiswa STFT Widya Sasana, Malang

Deritaku

Diperbarui: 16 November 2020   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Dino, peluklah ibumu ini nak.”

Tanpa menghiraukan kebingungan yang muncul dalam pikiranku, aku langsung memeluk wanita yang tampak dengan tulus itu. Ibu. Kemana saja kau selama ini? Dino kecilmu sudah merasakan pahitnya dunia. Tanpa kau sadari aku kini tidak merasa kesakitan lagi saat menginjak aspal tanpa alas kaki. 

Dengan pakaian compang-camping yang tak mungkin dapat aku ganti, Setiap hari aku bernyanyi di semua tempat di kota ini demi sesuap nasi, dengan harapan aku bisa bertemu ibu lagi. 

Disaat aku sudah dikuatkan tanpa ada yang menguatkan, rasanya aku ingin berteriak dan memarahi ibu. Tapi aku tak bisa. Bahagiaku bertemu ibu lebih besar dari amarahku.

“Aku sayang ibu, aku merindukanmu ibu.”

Ibu hanya menangis dan meminta maaf atas semua kesalahannya yang telah lalai menjagaku hingga aku diculik orang tidak dikenal dan bernasib seperti ini.  Dan aku sepertinya sudah memaafkan ibu sejak pertama kali aku hidup tanpanya. Entahlah.

Ibu mengajakku pulang ke rumah setelah sekian lama. Ya tidak ada yang berubah. Ayahpun begitu. Sejak kecil aku tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Dan aku tampaknya tidak membutuhkan itu.

“Dino, ibu pergi ke pasar sebentar ya, ibu akan mengunci pintu dan membawa kuncinya supaya kau aman. Oke?”

“Ya, bu.”

Ibu menyalakan televisi untuk menghiburku selagi dia pergi. Aku sedikit takut. Tapi tidak mungkin ibu meninggalkan aku untuk kedua kalinya kan?

Sekitar sepuluh menit berlalu, Tak sengaja aku memencet saluran berita dan setelah mendengar itu aku gemetar ketakutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline