Lihat ke Halaman Asli

Bahayanya Kata Jimat "Demi Perlindungan Hak Masyarakat"

Diperbarui: 6 Agustus 2024   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto cover majalah MATRA (foto. pribadi)

Menukil kata-kata Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung dalam wawancara di majalah MATRA edisi Mei 2024 dalam konteks kasus BLBI, beliau mengatakan putusan peradilan tata usaha negara selayaknya tidak hanya berfokus pada perlindungan hak perseorangan para obligor, tetapi juga pada perlindungan hak-hak masyarakat yang dijelmakan oleh peraturan, keputusan dan tindakan satgas BLBI.

Yulius menambahkan apabila aspek prosedural dan hukum acara secara nyata menjadi penghambat tegaknya keadilan substantif, maka aspek prosedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.

Menurutnya gagasan ini tentu tidak boleh dilakukan serampangan dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati, didasarkan pada hati yang tulus dan jiwa yang bersih demi mewujudkan keadilan dan hukum itu sendiri.

Tindakan itu, dapat dilakukan apabila tercukupi dua syarat: pertama, terjadinya kebuntuan hukum. Kedua, ada kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan lingkungan yang bersifat memaksa.

Tentu tidak ada yang salah dengan pernyataan beliau di ranah publik, tetapi bisa fatal  ketika salah dalam penetapkan orang atau indinvidu sebagai obligor atau penanggung hutang. Kemudian mengabaikan hak individu orang tersebut dengan kata-kata sakti demi melindungi hak masyarakat.

Dalam Furum Diskusi Grup (FGD) bersama Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI) yang digelar Rabu-Kamis (26-27/7/2022) di Bandung, Jawa Barat, Yulius yang menjabat sebagai Ketua Kamar Tata Usaha Negara ini, berpesan kepada jajaran Peradilan Tata Usaha Negara.

Menurutnya dalam menguji prosedur, Pengadilan bersifat corrective justice yang artinya putusan Peradilan TUN bersifat koreksi administratif, dengan demikian Pengadilan tidak boleh mencari-cari kesalahan Tergugat, kalaupun ditemukan kesalahan kecil yang tidak bersifat substansi yang tidak signifikan tidak perlu untuk dilakukan pembatalan terhadap keputusan atau tindakan Pemerintah, melainkan cukup dilakukan koreksi administratif saja.

Dalam pandangan penulis, ini bisa menjadi kontradiktif dengan rasa keadilan masyarakat yang sedang menggugat pemerintah karena pemerintah tidaklah selalu benar. Pada prinsipnya peradilan harus tetap adil, baik terhadap individu, masyarakat maupun pemerintah demi kebenaran yang diakui bersama.

Pernyataan publik Ketua Kamar Tata Usaha Negara ini dikemudian hari terimplementasikan dalam perkara kasasi TUN dimana beliau sebagai hakim ketua yang mengadili.

Sebelumnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan perkara 428/B/2022/PTUN.JKT antara Andri Tedjadharman melawan Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang (PUPN) DKI Jakarta. Dalam putusannya majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat dan membatalkan surat keputusan PUPN serta mewajibkan tergugat mencabut SK dimakasud dalam perkara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline