Baru-baru ini, saya menemukan sebuah artikel luar biasa dalam buku Tin House's Writer Notebook 2 yang menawarkan kerangka sederhana untuk menulis cerpen, bahkan jika Anda belum pernah menulis sebelumnya. Artikel tersebut ditulis oleh Antonya Nelson, seorang penulis cerpen kawakan yang karya-karyanya telah diterbitkan di media bergengsi seperti The New Yorker. Langkah-langkah yang disarankan Nelson begitu sederhana namun jenius, sehingga saya merasa harus membagikannya kepada Anda. Mari kita eksplorasi sembilan langkah yang Nelson bagikan, saya padukan dengan beberapa contoh nyata dari sastra Indonesia.
1. Mulailah dari Pengalaman Pribadi
Menulis cerita dari pengalaman pribadi adalah langkah pertama yang ampuh. Cerita yang didasarkan pada pengalaman sendiri cenderung terasa autentik dan bermakna. Namun, jangan ragu untuk memodifikasi fakta agar cerita menjadi lebih dramatis atau menarik. Misalnya, jika Anda pernah menghadapi situasi kecil seperti kesalahpahaman di kantor, Anda bisa memperbesar konfliknya dalam cerita menjadi perseteruan besar yang memengaruhi karier tokoh utama.
Banyak penulis besar menggunakan pendekatan ini. Lihatlah karya Cerita dari Blora oleh Pramoedya Ananta Toer, yang terinspirasi dari kehidupan sehari-harinya di Jawa. Atau Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis, yang menggambarkan isu sosial budaya di Minangkabau. Pengalaman mereka menjadi fondasi cerita yang kuat.
2. Gunakan Sudut Pandang yang Berbeda
Ketika menulis cerita, sudut pandang bisa menjadi alat yang kuat untuk memberikan kedalaman dan variasi. Cobalah menulis dari perspektif pasangan, tetangga, atau bahkan benda mati. Langkah ini memungkinkan Anda menemukan perspektif unik yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.
Misalnya, dalam cerpen Kemarau karya A.A. Navis, narasi mengalir dari sudut pandang kepala desa yang menghadapi kekeringan di kampungnya. Perspektif ini memberikan pembaca pandangan yang intim terhadap dilema seorang pemimpin.
3. Batas waktu
Ketegangan dalam cerita sering kali tercipta ketika ada batas waktu atau tenggat yang harus dipenuhi. Tenggat ini tidak harus eksplisit, tetapi bisa menjadi ancaman yang selalu hadir di latar cerita. Misalnya, dalam Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno Gumira Ajidarma, ada ketegangan tersirat ketika tokoh utama menghadapi situasi yang tidak biasa di sebuah apartemen.
Dengan menambahkan elemen waktu, cerita Anda akan terasa lebih dinamis dan memikat pembaca hingga halaman terakhir.
4. Gunakan Objek Bermakna
Objek dalam cerita tidak hanya menjadi pelengkap, tetapi bisa memiliki makna simbolis atau fungsi penting dalam alur cerita. Contohnya, dalam cerpen Sri Sumarah karya Umar Kayam, keranjang tempat Sri membawa dagangan menjadi simbol perjuangan hidupnya. Objek seperti ini memberikan dimensi tambahan pada cerita Anda.
Anda juga bisa mencoba memberikan makna mendalam pada benda sederhana seperti jam tangan, cangkir teh, atau sepatu, yang dapat merepresentasikan sesuatu yang lebih besar dalam kehidupan tokoh.
5. Sisipkan Momen Transisi
Cerita yang baik sering berpusat pada momen transisi dalam kehidupan tokoh utama. Ini bisa berupa perubahan besar seperti pindah kota, perceraian, atau perubahan pekerjaan. Dalam Keluarga Gerilya karya Pramoedya Ananta Toer, transisi besar terjadi ketika keluarga tokoh utama harus menghadapi kehilangan di tengah perjuangan kemerdekaan.