Lihat ke Halaman Asli

DIDIK FADILAH

a life-long learner

Sebuah Perjalanan Kehidupan di Era 90-an yang Tak Terlupakan

Diperbarui: 25 Maret 2024   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : https://www.pexels.com

Saat itu, awal tahun 90-an, umur saya masih 7 tahunan. Kampung Kubengan adalah tempat saya dilahirkan dengan bantuan ema beurang di dalam rumah, Umi sendiri yang melahirkan katanya, tepatnya desa Bojongkalong, kecamatan Nyalindung, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Karena pada waktu dilahirkan, saya tidak ingat kapan, bapa sayalah yang telah berjasa mencatat dan memberitahu bahwa saya telah dilahirkan pada tahun 1983, bulan Maret, tanpa sedikitpun salah ketik.

Tanggal lahir itu ditulis bukan di buku melainkan di bagian belakang lemari. Bagian depannya menghadap ruang tamu sedangkan bagian belakang menghadap ruang tengah. Meskipun kami lihat tiap hari tanggalnya namun tidak pernah sama sekali merayakannya. Lemari itu berfungsi ganda, sebagai penyekat ruangan, penyimpan gelas, piring dan pakaian. Bapa punya pemikiran yang cerdas, katanya, “Kalau ditulis di lemari, tidak mungkin hilang, terselip, lupa, atau salah menyimpan”. Saya bangga kepadanya.

Namun anehnya pada saat lulus sekolah dasar, tanggal lahir dan bulan berbeda dengan yang tertulis di ijazah. Pernah terlintas hasrat ingin mengubahnya. Ini berarti akan mengubah dokumen keseluruhannya, mulai dari SD, SMP sampai SMA. Hanya membayangkannya saja, betapa prosesnya akan sangat merepotkan. Jangankan mengubah tanggal ijazah secara keseluruhan, mengubah satu huruf saja di Kartu Keluarga(KK) yang disebabkan salah ketik petugas, ini bisa memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup, malah petugasnya sendiri lebih dulu pensiun silih berganti, dokumen yang salah belum kunjung diperbaiki.

saya hidup di dua alam, bukan amfibi, tapi hidup di alam yang berbeda hawa, yaitu sukabumi yang punya hawa sejuk dan dan bekasi yang punya hawa panas. Pernah menginjakkan kaki di Amsterdam dan Warsawa. Kaki saya sendiri.

Bahasa Ibu atau mother language saya Sunda, bapa juga, paman dan seluruh keluarga, Sunda. Bahasa Kedua saya, Bahasa Indonesia, Bahasa ketiga, keempat, kelima dan keenam ialah Bahasa Inggris, Polandia, Mandarin dan Korea. 

Sekarang sedang mempelajari Bahasa Spanyol karena ponakan saya kerja di Meksiko, takut saya ditanya "perlu ditranfer berapa Mang ?", saya langsung bisa menjawabnya. 

Saya cukup percaya diri, atau bisa dibilang menguasai bahasa tersebut meskipun tingkat kefasihannya masih beberapa persen dan kadang hanya bisa menjawab iya dan tidak.

Listrik pada waktu itu awal tahun 90an belum masuk, gelap gulita keadaan kampung pada malam hari, hanya lampu cempor yang menggantung di dinding yang memberi penerangan di dalam rumah.

Kalau ada informasi penting dari negara untuk rakyat maka Bapak Harmokolah yang akan berpidato, menyampaikan pengumuman resmi lewat stasiun TVRI sebagai Menteri Penerangan. Dia selalu mengenakan peci hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline