Lihat ke Halaman Asli

Usman Didi Khamdani

Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Memaknai Kemenangan dalam Idul Fitri

Diperbarui: 24 Mei 2020   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

eid mubarok | dokpri

Puasa Ramadhan, dengan segala rangkaiannya, merupakan sebuah ibadah yang unik, khusus. Ibadah batin kalau boleh saya sebut. Kenapa demikian?

Ada dua hal setidaknya yang membedakan puasa dari ibadah-ibadah lainnya. Pertama, jika ibadah-ibadah lainnya adalah sebuah bentuk pelaksanaan, sebuah perintah untuk melaksanaan sesuatu, maka ibadah puasa atau shaum adalah sebuah bentuk pencegahan, sebuah perintah untuk meninggalkan/tidak mengerjakan atau menahan diri terhadap sesuatu.

Kedua, berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya, nyaris atau semua yang diwajibkan dalam puasa ramadhan berhubungan dengan hawa nafsu kita. Bahkan disebutkan bahwa iblis dan setan yang selama ini seringkali menggoda kita dalam beribadah, selama bulan Ramadhan mereka tidak diberikan kesempatan untuk itu. 

Artinya, pelaksanaan atau pengingkaran ibadah Ramadhan murni dari diri kita sendiri, dari hati kita sendiri. Berpuasa atau tidak itu adalah kehendak murni dari kita sendiri.

Selain dua hal tersebut, ibadah puasa sebagai ibadah sepanjang waktu (dari pagi sampai petang) tidak memberikan kita kesempatan untuk mengulanginya. 

Sekali kita melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, maka puasa kita akan menjadi batal dan tidak dapat diulang (baca: diteruskan) saat itu. Berbeda misalnya dengan shalat, saat kita melakukan hal yang membatalkan shalat, maka kita masih bisa mengulang shalat kita.


Pengendalian Hawa Nafsu


Puasa atau shaum, sebagaimana disebutkan di depan, merupakan sebuah kewajiban untuk tidak mengerjakan atau meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa.

Dalam kitab Safinatun Najah disebutkan bahwa puasa adalah , meninggalkan atau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan serta bukan kelalaian yang disengaja.

Dari sini dapat dipahami pula bahwa kewajiban berpuasa adalah kewajiban yang bebas. Dalam arti puasa akan sah atau menjadi suatu kewajiban jika dijalankan dengan sepenuh kehendak kita. 

Karenanya puasa tidak diwajibkan kepada mereka yang belum baligh (cukup akal) ataupun mereka yang telah kehilangan akalnya (gila). Orang yang sehat pikirannya namun tiba-tiba menjadi gila (saat sedang berpuasa), maka puasanya menjadi batal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline