Sejatinya, buku dibuat untuk mencatat dan menghimpun ilmu dan pengetahuan yang terserak. Tidak hanya ilmu pengetahuan, buku juga berguna untuk mencatat pengalaman, ataupun mencatat ide dan atau gagasan, atau sekedar curhatan.
Ketika kita bersekolah, kita selalu membawa buku untuk mencatat pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh guru-guru kita. Ketika kita sedang bepergian, terkadang kita pun membawa buku catatan untuk menuliskan hal-hal penting dan menarik yang kita temukan dalam perjalanan. Begitupun saat sedang mengikuti pertemuan-pertemuan, menyimak berita ataupun acara masak di layar kaca, dan lain sebagainya.
Maka orang pun mencetak buku-buku, agar ilmu pengetahuan selalu dapat terawat. Ilmu pengetahuan diwariskan secara turun temurun melalui buku. Tidak terkecuali kitab-kitab suci agama.
Dari Dinding Batu, Lontar Hingga Digital
Sejak manusia sudah mengenal aksara, sejak itu pula sebenarnya manusia telah membuat catatan-catatan. Meski catatan-catatan itu masih berserakan di mana-mana.
Di dinding-dinding batu, di batu-batu besar, pada tulang dan cangkang hewan, pada lembaran-lembaran kulit binatang, daun dan pelepah.
Hingga kemudian manusia dapat menciptakan mesin cetak. Catatan-catatan yang terserak mulai dikumpulkan. Naskah-naskah yang masih ditulis tangan, mulai dicetak dengan rapi menjadi buku-buku.
Hingga teknologi berkembang pesat. Buku-buku yang berupa lembaran-lembaran kertas yang tebal, mulai beralih menjadi digital. Menjadi teks-teks yang dapat kita baca di manapun dan kapanpun.
Jika semula kita mesti menyediakan satu ruangan tersendiri untuk menampung buku-buku kita, dengan teknologi yang ada, bahkan seribu buku pun dapat kita bawa kemana-mana.
Buku yang berbentuk lembaran-lembaran kertas yang untuk membawanya kita mesti menaruhnya di dalam tas yang terkadang cukup merepotkan, telah berubah menjadi e-book, sebuah format buku dalam bentuk digital yang dapat kita simpan bahkan di dalam ponsel kita.