Mudik dengan pulang kampung sebenarnya tidak ada bedanya. Mudik yang berasal dari bahasa Jawa "mulih dilik" yang berarti pulang dulu (ke kampung) adalah tradisi dari jaman sebelum ada lebaran, dari jaman Majapahit--bahkan sebelumnya, yang dilakukan para perantau.
Mudik kemudian mengalami pergeseran menjadi "menuju udik" yang artinya juga sama, menuju atau pulang ke kampung, dan lebih dikaitkan dengan lebaran.
Jika mudik atau pulang kampung awalnya hanya berlaku bagi orang yang merantau ke kota atau ke daerah lain, namun sekarang mudik, atau tepatnya mudik lebaran, bisa dilakukan oleh siapa saja baik yang memang atau masih tinggal di kampung ataupun tidak (misalnya bersilaturahmi ke orangtua atau mertua, ingin berlebaran di kampung istri/suami, dan sebagainya).
Jokowi: Mudik dan Pulang Kampung itu Beda
Dalam sebuah wawancara di sebuah program televisi yang dipandu oleh Najwa Shihab, seperti yang dapat kita simak pada video di atas, Jokowi selaku presiden Indonesia, lebih jauh bahkan menyebutkan (dalam menit 11:55) jika mudik dan pulang kampung (sekarang) itu berbeda.
Pulang kampung, menurut Jokowi, adalah hal yang biasa dilakukan kapan saja tidak hanya pada saat lebaran oleh mereka yang sebenarnya mempunyai tempat tinggal di kampung namun melakukan usaha atau pekerjaannya di kota, seperti Jakarta.
Kebanyakan mereka seperti pedagang sayur, pedagang warteg, pekerja pabrik, buruh bangunan, dan pekerja kasar atau non formal lainnya (pen.). Sedang mudik adalah kegiatan pulang atau pergi ke kampung berkenaan dengan lebaran yang dilakukan pada momentum lebaran.
Pendapat Jokowi tersebut spontan menjadi polemik di media sosial. Banyak yang kemudian mempertanyakan kebijakan yang dinilai absurd tersebut, bahkan meme yang bersifat mengolok-olok pun ramai bertebaran.
Memanusiakan Manusia
Namun, terlepas dari pemaknaan antara mudik dan pulang kampung yang sama atau berbeda, saya dapat memahami maksud yang hendak diutarakan Jokowi. Setidaknya kalau benar tafsiran saya, meski tidak diutarakan secara langsung beliau hanya ingin "memanusiakan manusia".
Bagaimanapun beliau juga adalah orang kampung (bukan penduduk asli Jakarta) yang berasal dari Solo. Beliau, tentu dapat merasakan bagaimana sedihnya ketika tidak dapat melaksanakan lebaran dengan orang-orang tercinta di kampung halaman.
Dari yang saya tangkap, beliau hanya ingin memberikan "hak" yang memang menjadi hak orang kampung untuk melaksanakan puasa di kampung, untuk berlebaran dengan keluarganya di kampung.
Berkenaan dengan potensi penyebaran Covid-19 yang lebih luas ke daerah dengan adanya pembolehan pulang kampung sebagaimana dipertanyakan Najwa Shihab, Jokowi sendiri justeru melihatnya jika orang-orang yang memang berasal dari kampung atau daerah dan kemudian tetap berjejal di kota dengan tanpa aktifitas lagi di mana mereka kebanyakan tinggal sehari-hari dengan menempati ruang-ruang sempit kontrakan petakan yang bisa berisi hingga delapan orang, ini pun dapat memicu sebaran Covid-19. Belum lagi jika ditinjau dari sisi ekonomi.