Lihat ke Halaman Asli

Didik Sedyadi

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Memelihara Kebodohan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13997112202112398868

MEMELIHARA KEBODOHAN

(nasehat untuk anak-anak kita)



Kisah Jaka Bodo

Alkisah, di sebuah desa yang tak tersebut dalam peta , hiduplah seorang janda dan seorang anak lelakinya. Janda ini disebut oleh banyak orang sebagai Mbok Randa (Si Mbok = Mbok = Ibu) dan anak lelakinya sebagai Jaka Bodo. Mbok Randa ini menamai anaknya dengan nama Jaka Bodo karena anak laki-lakinya itu memang bodoh. Bahkan mungkin teramat bodoh . Akan tetapi siapa yang menyangka bahwa kehadiran jaka Bodo ternyata ditakdirkan menjadi tokoh teladan bagi manusia lain yang mau berfikir. Kita sedikit terhenyak ketika sebuah paradoksal yang polemikal ini muncul. Bagaimana mungkin seorang yang teramat bodoh patut diteladani.

Ketika menginjak dewasa, laiknya jejaka yang lain Jaka Bodo merasa ingin mengambil pendamping hidup. Ia ingin memperistri salah seorang perempuan. Terserah darimana mana saja asal muasal wanita itu. Mbok Randa tentu begitu masygul ketika anak lelakinya mengutarakan maksudnya. Beginilah dialog imaginernya :

“Sudah saatnya aku punya istri Mbok !”

“Kamu yakin ?”

“Yakin !”

“Kamu anak yang bodoh.”

“Tidak selamanya , tetapi apa saran Mbok padaku ?”

“Baiklah, kuiijinkan kamu memperistri perempuan. Tetapi dengan syarat, istrimu haruslah seorang perempuan yang pendiam. Kamu sebagai anak bodoh tentu tidak akan tahan dengan istri yang crewet suka mengumbar mulut. Aku tidak rela kamu kamu dimaki-maki istrimu kelak. Bagaimanapun bodohnya kamu , kau adalah anakku !”

“Baiklah Mbok, aku mengerti.”

“Masih ingat syaratnya ?”

“Masih. Perempuan yang akan kujadikan istri harus pendiam!”

Senang bukan kepalang hati Jaka Bodo. Sejak itulah ia memulai perburuannya. Sesekali di saat sore menjelang anak-anak gadis pulang dari mencuci pakaian di telaga, ia menyapa:

“Hai anak gadis, rajin benar kau ini !” Sapa Jaka Bodo.

“Aeh ! Terimakasih sanjungannya!”

Kecewa hati Jaka Bodo mendengar jawaban itu. Hampir setiap gadis yang lewat di depannya, disapanya. Tak ada yang tidak menjawab. Semuanya menjawab pertanyaan atau gurauan Jaka Bodo. Dalam benak Jaka Bodo hanya gadis yang tidak menjawab sapaanya itulah yang sesuai persyaratan ibunya.

Akhirnya seluruh gadis di desa itu pernah disapanya. Berganti ke desa lain juga demikian. Semua disapa, semua menjawab.

Kecewa dan kekesalan ternyata membawa langkahnya menapaki tepian hutan. Ketika itu ia melihat seorang gadis berdiri bersandar sebatang pohon besar. Mata gadis itu terpejam.

“Wahai gadis, mengapa engkau sendirian di sini ?”Tanya Jaka Bodo.

Hening.

“Wahai cantik, apa kau tak takut akan binatang buas ?”Jaka Bodo mengulang bertanya.

Hening. Tak ada jawaban.

“Apa kau sakit ? Kau bisu ? Kau tidur ?”Tanya Jaka Bodo seraya mengguncang-guncang pundak gadis itu.

“Ini sudah hampir malam, barangkali ada hantu!”

Hening. Tak ada jawaban tak ada reaksi.

Akhirnya diputuskanlah bahwa gadis itu memenuhi persyaratan ibunya : Pendiam !

Gadis itu diangkat, dibawa pulang ke rumah. Dari depan pintu ia memanggil-manggil ibunya seraya berteriak bahwa telah mendapat calon istri. Ibunya menyuruh Jaka Bodo membawa gadis itu beristirahat di kamar dan diberi makan. Hari semakin malam. Makanan lezat yang dihidangkan di depan gadis itu ternyata tidak dijamah sedikitpun. Hingga akhirnya muncullah tikus-tikus yang menyantap makanan hingga habis tandas. Ketika hari pagi, Jaka Bodo mendapati piring dan mangkok telah bersih. Ia sangat bahagia melihat calon istrinya menghabiskan makanannya.

Hari berikutnya ternyata gadis itu tidak keluar-keluar kamar. Mbok Randa menyuruh anaknya mengajak gadis itu keluar.

“Suruh calon istrimu itu kemari. Aku ingin kenal.”

“Ya Mbok !”

Ketika Jaka Bodo keluar sambil memanggul gadis itu, Mbok Randa menjerit sambil menutup hidungnya.

“Mayat Jaka ! Yang kau bawa itu mayat ! Orang mati ! Buang sana… buaaaang !”

“Orang mati ? Apa tandanya ?” Jaka Bodo heran .

“Bau Jaka, mayat itu sudah bau. Buang ke sungai !”

Dengan berat hati akhirnya Jaka Bodo menghanyutkan mayat itu ke sungai . Dengan terenyuh ia memandangi calon istrinya yang akhirnya lenyap dari pandangan. Sementara itu ketika pulang, Mbok randa menyambutnya.

“Kamu ini bagaimana Jaka, orang mati kamu bawa-bawa ! Perut si Mbok sampai mulas… adhuuuhh…. Gara-gara kau ! “

Ketika itu terdengar Mbok Randa (maaf) kentut. Hingga bau menyebar ke seluruh ruangan.

“Lho ? Lho ? Mbok ? Jangan mati Mboook !”

“Siapa yang mati ? Aku tidak mati !”

“Mati ! Si Mbok mati ! Si Mbok bau,berarti si Mbok mati. Si Mbok harus saya buang ke sungai!” Kata Jaka Bodo seraya memaksa mengangkat ibunya ke pundaknya. Perempuan tua itu meronta-ronta.

“Orang mati, bau, harus dibuang !”

“Turunkan Jaka, aku tidak mati !”

“Diam ! Si Mbok mati ! Matiiii…..!”

Byuur ! Terdengar air sungai berdebur . Tubuh perempuan tua itu meliuk-liuk dilibas pusaran air. Jaka Bodo hanya bisa meneteskan air mata melihat ibunya yang megap-megap, hingga akhirnya hilang ditelan air sungai.

Ketika itu tanpa disadari Jaka Bodo kentut . Baunya menyengat hidungnya. Tak ada orang lain di sekitarnya, jadi ia sangat yakin bau berasal dari dirinya.

“Sialan ! Aku mati ! Aku matiiii…. ! Aku harus dibuang ke sungai !”

Byuuur ! Jaka Bodo terjun ke sungai yang bergolak. Tubuhnya timbul tenggelam, hingga akhirnya tenggelam untuk selamanya.

Bodoh Bukan Tidak Cerdas

Ketika seorang siswa – sebut si A -lulusan SMP berfikir untuk melanjutkan ke suatu SMA, berarti dalam dirinya ada sebuah keyakinan bahwa dirinya tidak bodoh. Sebuah keyakinan awal yang harus selalu dipegang untuk selamanya. Ketika ia diterima , untuk beberapa waktu kemudian ia mengikuti pembelajaran di kelas. Pada saat diadakan ulangan ia merasa ragu, karena ia merasa belum siap. Benarlah , hasil ulangannya jelek dan sangat jauh dari harapan. Tapi di dalam dirinya tidak terbersit sedikitpun akan keadaan bahwa dirinya bodoh (tidak cerdas secara intelektual ) .

Yang ada dalam dirinya sekarang adalah menyesali dirinya yang tidak mempersiapkan diri untuk belajar. Ia merasa terlalu memanjakan dirinya dengan kesenangan-kesenangan sesaat semacam terlalu banyak bermain. Terlalu banyak menonton. Terlalu lama nge-twit. Terlalu banyak menghayal tentang cinta yang baru ia rasakan. Ia sangat menyesal betapa bodoh dirinya yang selalu terseret ke arus memanjakan kesenangan sesaat.

Lain cerita ada seorang siswa – sebut si B - yang berasal dari kalangan berada, orang tuanya kecukupan. Segala kebutuhan dan keinginannya selalu tercukupi. Badannya sehat , fisiknya nampak prima . Ia merasakan bahwa apa yang menjaditugasdan tanggungjawab dirinya hidup di dunia ini sudah tercapai . Otaknya cerdas. Tetapi tidak pernah ia pelihara dan ia latih untuk mengatasi berbagai masalah. Ia menganggap bahwa dirinya memiliki segalanya. Oleh karena itu ia selalu meiliki kebodohan-kebodohan yang tidak ia sadari bahwa itu sebuah kebodohan.

Alangkah bodohnya ketika ia merasa menjadi raja atau boss di kelasnya . Alangkah bodohnya ketika setiap hari ia mengandalkan menyalin tugas/pekerjaan teman-temannya. Alangkah bodohnya ia telah merendahkan dirinya sendiri. Ia lupa bahwa dirinya adalah individu yang terhormat. Betapa bodoh ketika ia memutuskan menyontek dalam ulangan. Ia hanya menukar harga dirinya dengan sangat murah .

Lain lagi kisah si C yang kini duduk di kelas III SMA . Secara intelektual ia anak pandai, akan tetapi karena suatu kebiasaan bergaul dengan anak-anak yang bengal, akhirnya kesadaran dirinya tentang potensi intelektualnya hilang. Ia lupa bahwa ia anak pandai. Ketika adiknya yang masih SD menanyakan tentang pelajaran SD, ia tidak bisa membantu. Apalagi ketika adiknya yang duduk di SMP meminta bantuan memahami PR, semakin tidak berkutik.

Si C ini sangat bodoh tidak mau berfikir bahwa selama ini ia bersekolah. Ia sangat bodoh hingga tidak mengerti apa itu sekolah. Jika dihitung sejak kelas I SD hingga kelas III SMA berartiia telah bersekolah selama 12 (dua belas) tahun. Sebuah ukuran waktu yang tidak main-main lamanya.

Menuntut ilmu selama 12 tahun mestinya akan mencetak dirinya menjadi manusia yang hebat, siap mengatasi masalah dan membantu belajar bagi adik-adiknya atau siapa saja . Karena kebodohan dirinya itulah maka ia menyia-nyiakan waktu selama 12 tahun. Waktu 12 tahun tak ada bekasnya. Kasihan. Dia sangat bodoh.

Menengok kesadaran Jaka Bodo yang menceburkan dirinya ketika menganggap dirinya sudah mati, itu merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Memang sudah saatnya kebodohan itu ditenggelamkan dan dilenyapkan seperti Jaka Bodo melenyapkan dirinya. Melenyapkan simbol kebodohan.

Kebanyakan dari kita menjadi bodoh bukan disebabkan karena bodoh secara intelektual, akan tetapi bodoh karena tidak mau memahami perjalanan waktu yang memakan usia kita. Nah akankah kita masih akan tetap memelihara kebodohan-kebodohan dalam hidup kita ?

Ini hanya sekedar nasehat dari perjalanan kisah Jaka Bodo . ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline