Lihat ke Halaman Asli

Didik Sedyadi

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Kompasianer TS dan Rifki F "Go to" Sekolah

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1413037552875307585

“…….Paling tidak saat ini, mereka akan lebih memilih membaca buku daripada main game….”

Jika ada kompasianer yang go to sekolah itu ada beberapa penafsiran. Mungkin kompasianer itu masih bersekolah, mungkin kompasianernya itu guru, mungkin kompasianernya itu istrinya kepala sekolah atau yang lain. Artinya go to-nya ini yang beneran berarti “pergi ke”. Jika diartikan lain maka bisa bermakna lain. Tergantung siapa yang mengartikan.

Tulisan yang saya turunkan ini akan membahas kemungkinan seorang kompasianer yang diundang untuk sebuah urusan tertentu di sekolah. Jika seorang kompasianer diundang sebagai seorang pemborong bangunan, maka sebenarnya salah jika mengatakan yang diundang itu kompasianer. Jika menyebut kompasianer yang diundang, maka orang itu datang ke sekolah dengan kapasitasnya sebagai seorang kompasianer.

Mendengar istilah kompasianer pasti anda langsung berfikir kompasiana. Jika berfikir kompasiana, maka anda akan berfikir sebuah artikel atau produk tulisan yang lain. Jika kita berfikir produk tulisan maka pasti ada lintasan pikiran untuk membaca. Membaca berkaitan dengan bahasa. Bahasa, di bulan Oktober berangkai dengan isi Sumpah Pemuda ke-3 Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. Bulan Oktober inilah yang kemudian akrab dikenal sebagai Bulan Bahasa. Nah inilah muaranya.

Kegiatan Bulan Bahasa di SMAN 1 Majalengka

SMAN 1 Majalengka (Smansa – begitu para siswa menyebutnya) berada di sebuah kabupaten di antara kabupaten Cirebon dan kabupaten Sumedang. Bagi yang pernah lewat jalur utama Bandung-Cirebon, akan lebih mengenal kota kecamatan Kadipaten atau Jatiwangi dibanding kota kabupaten Majalengka. Di mana kota Majalengka? Dari lampu traffick-light (bangjo) Kadipaten tinggal ambil ke arah tonggoh (wilayah yang lebih tinggi).

Smansa Majalengka telah secara rutin setiap bulan Oktober memeriahkannya dengan acara-acara yang bernuansa kebahasaan, atau bernuansa kepemudaan. Dulu pernah mendatangkan anak-anak Bengkel Teater Rendra di bawah pimpinan ibu Ken Zuraida. Tahun kemarin menggebrak Majalengka dengan Gelar 1000 Angklungya. Tahun-tahun yang lain biasanya “hanya” dengan kegiatan bernuansa kebahasaan dengan gelaran kombinasi pentas dan lomba-lomba tulis. Tahun ini sejak 7 Oktober hingga 14 Oktober 2014 telah diadakan lomba menulis Feature Perjalanan ke Tempat Wisata di Majalengka dengan juri seluruh guru Bahasa Indonesia. Pengumuman lomba ini direncanakan Kamis, 16 Oktober 2014.

Kompasianer TS dan Rifki F  di Bulan Bahasa SMAN 1 Majalengka

Kompasianer hadir di Bulan Bahasa Smansa? Memang benar. Saya sempat lupa mulainya dari mana, ternyata dalam acara Kamis, 16 Oktober 2014 nanti, ada kehadiran 2 (dua) orang kompasianer. Ya benar swear, dua kompasianer yang cukup (bahkan sangat) dikenal oleh kompasianer lain. Hafal wajah-wajah mereka kan?

1413037708419209069

Jika tak ada aral melintang, memang Mas Thamrin Sonata (TS) dan Mas Rifki Feriandi yang akan tampil. Mereka berdua didaulat untuk membagi  pengalaman dalam acara dialog tentang hal yang berkaitan dengan budaya membaca dan menulis. Yang akan akan dihadapi oleh dua kompasianer ini adalah para siswa. Jika rencana tidak meleset, maka tiap kelas akan mengirimkan 10 siswa. Dus, dengan demikian kami punya 33 rombongan belajar berarti ada sekitar 330 peserta. Di samping itu ada anak-anak khusus yang punya atensi besar dalam hal sastra yakni mereka yang tergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI). Tanya jawab? Pasti . Sesi ini yang diprediksi semarak dan paling ditunggu oleh peserta dialog.

Siswa Smansa Majalengka sejauh pengamatan kami termasuk kelompok yang tak terlalu menggebu-gebu terhadap gila membaca. Indikasi sementara semacam sepinya perpustakaan dari kunjungan anak-anak. Memang perpustakaan kami cukup mungil, namun buku-buku baru sebenarnya cukup memadai. Apalagi majalah sastra. Dua hari yang lalu baru meperoleh kiriman Horison terbaru, belum mampu untuk mengubah interface perpustakaan yang mestinya identic dengan dikerumuninya oleh para kutu buku. Kalaupun kadang-kadang terlihat ramai, itu karena ada tugas dari guru untuk mencari sesuatu dari perpustakaan. Belum sampai pada taraf mencari kenikmatan membaca.

Memang jika dilihat dari indikator lain, agaknya prestasi berjalur membaca dan menulis anak-anak mampu mendedikasikan prestasi yang cukup lumayan. Contohnya tahun yang lalu salah seorang mampu menjadi Juara I Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional  yang diselenggarakan di IPB (sekarang siswanya duduk di kelas XII IPA). Tahun ini (tanggal 20 September 2014) mendapat prestasi Juara III Karya Tulis Ilmiah (Kelompok) Tingkat Nasional yang diselenggakan oleh UNY Yogyakarta (sekarang para siswanya masih duduk di Kelas XI IPA). Namun yang menggelitik dalam waktu dekat adalah, agar anak-anak dengan motivasi sendiri (dan kuantitasnya banyak) memakmurkan perpustakaan.

Target (membantu) Meningkatkan Minat Baca oleh Kompasianer

Target memang tidak muluk-muluk. Mas TS dan Mas Rifki memang didaulat untuk mampu memberikan semacam suntikan rahasia untuk menghilangkan kegamangan terjun ke belantara tulis menulis. Tentunya dalam sekatan yang bermacam-macam nantinya. Mau jadi penulis karena hobby, karena pesanan, karena ingin beramal, karena tugas, karena profesi, atau yang lain. Ketika kegamangan itu hilang, tentu diharapkan mereka akan rajin membaca. Nggak masuk akal seorang penulis bukan seorang pembaca yang baik. Sekaligus menyanjung semua kompasianer bahwa semua kompasianer adalah pembaca yang baik.

Dalam jalur ilmiah, kemampuan seorang siswa menuangkan ide dalam tulisan juga sangat mendukung aktivitas mereka belajar sehari-hari. Kemampuan menulis juga bermanfaat pada penulisan laporan ilmiah, atau nanti ketika mereka kuliah di perguruan tinggi. Paling tidak saat ini, mereka akan lebih memilih membaca buku daripada main game yang kadang tidak ketahuan mana ujungnya, gak genah neng endi juntrunge.

Mudah-mudahan target tercapai. Namun entah kapan. Sebab untuk melihat hasil dari sebuah dobrakan terhadap sesuatu yang telah membudaya, lumayan sulit. Dengan upaya-upaya lanjutan yang kontinu maka upaya itu akan tercapai. Namun tentu harus dimaklumi, membangkitkan minat baca menjadi budaya membaca tak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi tak apa-apa, yang penting usaha harus terus dilakukan. Suatu saat benih pohon yang kita tanam akan berbuah. Kalau bukan kita yang menikmati buahnya, mungkin anak cucu kita.

Inilah harapan, kompasianer menjadi bermanfaat dalam pembelajaran di luar kelas.***

11-10-2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline