Lihat ke Halaman Asli

Didik Sedyadi

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Trik Halus Pemerintah Menghentikan Kurikulum 2013

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1418545114953260747

Implementasi Kurikulum (Masih) Gonjang-ganjing

Budaya timur yang kata sebagian orang dijunjung tinggi memang ada benarnya. Dalam bahasa Jawa ada istilah ewuh pekewuh(nggak enak hati). Misalnya ketua RT punya mertua Pak RW. Pak RW melakukan sesuatu yang menurut Pak RT tidak seemsttinya. Pak RT mau menegur itu ewuh pekewuh. Tetapi kalau tidak ditegur dikhawatirkan menimbulkan dampak yang kebih luas, misalnya warga malah jadi tidak percaya ke Pak RT. Makanya Pak RT memutar otak, agar kena iwake ora buthek banyune(didapat ikannya tetapi tidak sampai keruh airnya). Menang tanpo ngasorake (menang tanpa mempermalukan yang dikalahkan).

Pun demikian yang sedang berlaku di dunia pendidikan. Pemerintahan era Jokowi-JK yang dalam hal ini dimotori oleh Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anis Baswedan tengah menghadapi kondisi seperti “Pak RT” dalam analogi di atas. Pak RW-nya adalah pemerintahan SBY yang diwakili oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh. Dalam perjalanan awal pemerintahan baru masih ada ewuh pekewuh yang memang merupakan cerminan menghormati orang / lembaga yang memang patut dihormati.

Dalam kaitannya dengan pro-kontra implementasi Kurikulum 2013, ada sebagian (bisa mungkin berarti lebih dari satu orang) pemangku jabatan sekarang, yang sejak dulu kontra, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin yang paling banyak ditempuh seperti pada kasus-kasus lain di lembaga lain adalah walk-out ­sebagai bentuk ketidak setujuan terhadap sesuatu. Ketika saat ini jabatan yang berkonsekuensi pada kewenangan yang dimiliki, maka ada semacam kekuasaan untuk menentukan apa saja terhadap masalah yang sedang dijadikan polemik di dunia pendidikan.

Mengadopsi falsafah ewuh pekewuh tadi, masih banyak orang Indonesia yang memilih cara halus untuk mengubah sesuatu agar sesuai dengan keinginannya. Pernyataan ini tentu akibat logisnya ada orang yang lebih memilih tegas untuk mengubah sesuatu agar sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Saya tidak menunjuk pemerintahan Jokowi-JK diwakili oleh seorang menteri, karena segala produk hukum yang diberlakukan pasti menjadi tanggung jawab bersama beberapa lembaga yang terkait. Semacam permendikbud yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, diundangkan oleh  Menteri Hukum dan Hal Asasi Mansia.

Dalam kasus polemik  Implementasi Kurikulum 2013, bola panas yanag digulirkan adalah dengan diedarkannya Surat Edaran Mendikbud Nomor: 179342/MPK/KR/2014, tanggal 5 Desember. Pernyataan menarik dalam SE tersebut adalah “Menghentikan pelaksaanan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun pelajaran 2014/ 2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Serta tetap menerapkan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang telah 3 semester menerapkan Kurikulum 2013.” Dalam beberapa hari ini para penyelenggara pendidikan di seluruh daerah menunggu perkembangan berikutnya. Sebagian unsur dari sekolah yang telah 3 semester menerapkan Kurikulum 2013 , akhirnya pasrah membaca pernyataan tersebut. Bagi kelompok di luar yang ini “bergembira”.

Sebenarnya telah banyak yang memprediksi bahwa pemerintah sekarang sebenarnya “tidak nyaman” dengan Kurikulum 2013. Tetapi untuk membatalkan secara frontal tidak sampai hati. Budaya timur mengatakan nanti akan ada yang merasa disakiti dan “tidak dimuliakan”. Pihak yang secara kewenangan sebenarnya leluasa untuk mengambil sikap, masih sangat menghormati pihak-pihak terdahulu yang harus dijaga perasaanya. Inilah “permainan hati” yang sedang dibangun oleh pemerintah sekarang.

TRIK HALUS : Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014

Permendikbud baru tersebut sebagaimana dapat dilihat dalam situs kemdiknas :

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/sites/default/files/permendikbud_pemberlakuan_K_06-1_hasil_Rapim_11_Des_2014-3.pdf

Permendikbud ini memberikan arahan baru melengkapi SE Mendikbud (istilah Mendikbud pun masih simpang siur hubungannya dengan nomen klatur yang baru: Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah) yang digulirkan tanggal 5 Desember 2014.

Beberapa hasil screenshotyang mewakili :

Bagian Awal Permendikbud

Bagian Lain 1

14185451591716870155

Pemahaman orang awam terhadap Pasal 2 adalah sebagai berikut :

Ayat (1) sasaran ayat ini adalah seluruh sekolah sasaran (di daerah saya kebetulan ada 4 (empat) sekolah sasaran yang telah melaksanakan kurikulum 2013 sejak tahun pelajaran 2013/2014 (3 semester).

Ayat (2) cukup jelas.

Ayat (3) sekolah-sekolah sasaran BOLEH KEMBALI KE KURIKULUM 2006 ASALKAN MELAPOR KEPADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI/KABUPATEN/KOTA.

Makna Yang Tersirat Pada Ayat (3) :

1.Menghitung keluhan yang terjadi di kalangan guru, makna ayat (3) ADALAH PELUANG (IJIN) UNTUK KEMBALI KE KURIKULUM 2006.

2.Persyaratan cukup mudah  ASALKAN MELAPOR (tentu dengan data-data yang meyakinkan untuk kembali ke kurikum lama).

3.Jika ada semacam referendum , lanjut Kurikulum 2013 atau Kurikulum 2006? Maka PELUANG MEMILIH KEMBALI KE KURIKULUM 2006 LEBIH BESAR.

4.Bisa diprediksi KEINGINAN KEMBALI KE KURIKULUM 2006 ADALAH MAYORITAS (terutama keluhan guru-guru, juga di sekolah sasaran). Tak perlu malu untuk kembali ke Kurikulum 2006, toh amanat Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 juga menyiratkan hal ini.

5.Jika tidak referendum-pun sekolah-sekolah sasaran yang melakukan kajian mendalam terhadap Pasal 2 ayat (3) ini akan banyak yang MINTA IJIN UNTUK TIDAK MELAKSANAKAN KURIKULUM 2013.

6.Jika mayoritas meminta kembali ke Kurikulum 2006, maka PEMERINTAH AKAN BERSIH DARI TUDUHAN MENGEHENTIKAN KURIKULUM 2013 SECARA SEPIHAK, alasannya “Kan diwajibkan melanjutkan Kurikulum 2013 walaupun boleh kembali ke Kurikulum 2006”.

Bagian Lain 2

14185452121119850551

Beberapa hari yang lalu opini saya tentang “revisi kurikulum” dalam artikel  http://edukasi.kompasiana.com/2014/12/07/kurikulum-2013-tidak-dihentikan-695700.html , justru mengajak banyak pihak untuk tidak bereuforia berkepanjangan, tetapi dengan terbitnya Permendikbu No 160 Tahun 2014 ini RASANYA OPINI ITU SAYA BANTAH SENDIRI.

Kita bisa melihat cuplikan Pasal 4 . Orang awam akan mengartikan pasal tersebut dengan beberapa arti misalnya :

1.Sekolah boleh melaksanakan Kurikulum 2006 hingga 5 (lima) tahun ke depan.

2.Akibat yang mungkin adalah sebagian kecil melaksanakan Kurikulum 2013, dan sebagian (sangat) besar kembali ke Kurikulum 2006.

3.Akan ada impelementasi kurikulum ganda.

4.Pemerintah bisa menerbitkan Permendikbud baru yang sekaligus isinya mewajibkan seluruh sekolah kembali ke Kurikulum 2006, tanpa ada persyaratan yang harus diterjemahkan sendiri.

5.Jika sekolah melaksanakan hingga 5 (lima) tahun ke depan, maka bisa diprediksi itu seumur dengan Kabinet Kerja yang searang.

6.Mungkin revisi Kurikulum 2013 memakan waktu 5 (lima) tahun.

7.Agar bisa melaksanakan Kurikulum 2013 yang telah direvisi selama 5 (tahun) maka itu akan mendatangkan efek yang baik jika periode pemerintahan Jokowi-JK manggung kembali untuk periode kedua.

Bagian Akhir Permendikbud

1418545273580219172



Dengan membaca dan mendalami apa yang tersirat dalam beberapa bagian Permendikbud, rasanya ini adalah TRIK HALUS dari pemerintah untuk mengantarkan Kurikulum 2013 “JANGAN DIPAKAI DULU HINGGA LIMA TAHUN KE DEPAN”.

Memang ada sekolah-sekolah yang “mau menemani sang kakak” yakni sekolah yang baru 1 semester melaksanakan Kurikulum 2013 , ingin tetap melanjutkan Kurikulum 2013. Apa komentar Pak Menteri dalam hal ini? Jawabannya sebagian bisa disimak dari berbagai sumber, di antaranya https://id.berita.yahoo.com/sejumlah-daerah-ingin-lanjutkan-kurikulum-2013-anies-baswedan-133912275.html

Inilah sebuah implementasi falsafah agar kena iwake ora buthek banyune . Tujuan “menghentikan Kurikulum 2013 tercapai, tetapi tak ada pihak yang merasa ditentang secara frontal yang mengakibatkan kekisruhan dalam dunia pendidikan”. ***

Jatipamor, 14 Des. 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline