Aku berdiri di bawah sebuah mercusuar menjulang yang untuk memandang puncaknya dibutuhkan lebih dari sekedarelevasi normal. Tapi aku harus terbiasa untuk menatapnya dan memberanikan diri menggantungkan sedikit harapan diantara cerlang yang berkedipan sebagai tonggak penanda waktu. Sebuah transformasi yang sangat melelahkan ketika aku harus melampaui sekat dan fragmen panjang antara zenith dan nadzir. Namun aku harus tetap melangkah dan menyusuri tapakan-tapakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H