Cinta begitulah orang memanggilmu, sungguh semua pesona tertuju padamu "kamu adalah hidup" mega oksigen yg hancurkan racun kehidupan yang sesakkan jiwa, tahukah kamu saat aku menghirup napas alam yg penuh sesak mengisi setiap inti paru-paru jiwa, saat aliran darahku memenuhi setiap bilik jantung kehidupan disaat itulah aku merindukanmu. Aku tuliskan kisahmu disini di imajinasiku, imajinasi yg hentikan denyut-denyut kehidupan, aku ukirkan namamu disini dihatiku hati yg hanya dapat terukirkan namamu. Cinta naif jika aku tak miliki hasrat tuk milikimu, namun terlalu ambisius jika itu terjadi berharap menembus pesona mega kemerahan di langit sementara aku masih melata di bumi, aku berhenti berharap sebelum aku benar-benar berharap, seperti langit tak pernah berharap membiru di kala malam, ataupun bintang-bintang yg tak berharap selalu bisa menghiasi langit ketika siang menjelang. Aku coba mengalihkan pikiranku pada luasnya alam yg berikanku sejuta pesona keindahan namun terlalu banyak waktu terluang tuk memikirkanmu, perlahan aku bisikkan kata-kata lembut ke dalam hatiku "cinta hanyalah obsesi". Ya, aku pikir hanya obsesi yg akan hilang ketika jejak-jejak itu tak lagi bercahaya namun aku masih mencarimu di gelapnya hatiku menanti cahaya itu kembali tuk menuntunku padamu agar dapat membangkitkan kembali impi jiwa yg lama terlelap tuk menggapai asa menembus pesona mega kemerahan di langit dan meraihmu, entah apakah ini hanya puisi bagimu tapi itu nyata bagiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H