Lihat ke Halaman Asli

Didie Yusat

Seorang wiraswasta

Jika Corona Telah Berlalu

Diperbarui: 17 April 2020   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya dan mungkin bukan satu-satunya orang saat ini sedang berandai-andai apa yang akan dilakukan jika kita selamat dari pandemi ini. Tinggal di rumah sudah beberapa pekan kita lakukan. Banyak sekali pengalaman dari kita "dirumahaja".  Kita juga disadarkan pada kebiasaan baik orang-orang dahulu.

Kita memang tak bisa sepenuhnya 100% benar-benar dirumah. Urusan kantor tak sepenuhnya bisa di WhF-kan. Ada jenis pekerjaan yang memang harus dikerjakan manual. Selain itu kebutuhan harian keluarga juga memaksa kita sesekali harus keluar rumah untuk berbelanja. 

Seperti ketika pulang dalam perjalanan dari Klaten ke Solo. Saya lihat dipinggir jalan raya orang banyak menepi membeli tempayan yang terbuat dari bekas kaleng cat besar atau dari drum dan jirigen. Bahan-bahan bekas tersebut dimodifikasi dengan pemasangan kran. 

Sekarang banyak ditempat belanja, warung makan, penjual sayur hingga rumah pribadi memasang tempayan pencuci tangan. Ini mengingatkan masa kecil dahulu bahwa orang tua dahulu dua generasi diatas kita selalu menyediakan padasan didepan rumahnya. Tempayan aslinya terbuat dari tanah liat. Selain untuk wijik (membersihkan tangan),kaki dan wajah tempayan ternyata juga sebenarnya dimanfaatkan para pejalan kaki untuk minum jika kehausan. Air belum tercemar dan padasan dari tanah liat membuat air menjadi segar jika diminum.

Jadi selain untuk memastikan kita dan juga tamu ketika  masuk rumah  sudah dalam keadaan bersih, juga ada semangat sosial untuk orang-orang yang membutuhkan. Dahulu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain masih banyak yang berjalan kaki. Ketika kehausan mereka bisa mengambil air gratis ditempayan atau dulu di Jawa dikenal dengan nama padasan.

Ketika harus mampir ke apotek, pelayanan juga dijaga jaraknya kira-kira satu meter. Di apotek yang cukup besar bahkan sudah dipasang kaca dengan lubang kecil untuk barang, seperti loket apabila kita membeli tiket kereta api secara langsung. Padahal dahulu desain apotek memang seperti itu. Tidak hanya apotek tapi bank, kantor pos, loket bioskop dan tempat layanan umum memang didesain dibatasi kaca. Ternyata orang dahulu jauh lebih maju cara berpikirnya dalam mengantisipasipaparan virus atau bakteri dari orang ke orang.

Pada tahun 90-an revolusi dalam dalam hal pelayanan gencar dipopulerkan. Para pegawai terutama yang bergerak pada bidang pelayanan banyak dikirim untuk mengikuti training. Mulai dari semacam sekolah kepribadian hingga bagaimana sebuah kantor didesain untuk memberikan pelayanan terbaik. Hasilnya adalah seperti apa yang kita lihat sekarang. Tidak ada pelayanan dengan loket.

Pada masa pandemi ini mungkin lagi-lagi diingatkan, betapa hati-hatinya orang dahulu berinteraksi sosial. Kita sebenarnya tetap bisa memberikan pelayanan yang baik dari balik kaca bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline