Lihat ke Halaman Asli

Didie Yusat

Seorang wiraswasta

Megawati Merusak Reputasi Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru kali ini saya kecewa dengan cara ngeles Jokowi. Sungguh tidak lucu. Garing. Meninggalkan jam kerja untuk ziarah itu menggelikan. Mengesampingkan lebih banyak orang hanya untuk menyenangkan segelintir orang. Keistimewaan Jokowi bisa pupus kalau hal-hal seperti ini diulangi lagi. Bagi pendukung Jokowi yang rasional pasti sangat kecewa dengan kejadian tersebut. Apalagi jika  melihat tokoh ini seperti kerbau dicucuk hidung bila berada didekat Mega.

Bagi kami Megawati adalah seorang tokoh besar yang terhormat yang sudah waktunya tidak lagi berada diatas panggung. Beliau lebih terhormat jika mau berlaku sebagai orang tua yang mengayomi dan memotivasi generasi berikutnya untuk tampil. Seiring dengan waktu, cahaya Mega bukan lagi bersinar diatas panggung, tetapi telah bergeser menjadi cahaya lilin yang meneduhkan dibalik panggung. Cahaya lilin di tempat yang tepat  jauh lebih dahsyat kekuatannya dibandingkan dengan hiruk pikuk panggung yang gemerlap.

Mungkinkah  Ketua Umum PDIP terlalu PD bahwa Jokowi adalah “milik pribadi” yang bisa disetir sesuai kepentingannya?. Mudah-mudahan saya keliru. Jika ya maka  ini adalah kekeliruan yang fatal.  Jokowi telah menjadi idola baru milik masyarakat. Kalau kebetulan dia menjadi kader PDIP, itu hanyalah sebuah keberuntungan bagi PDIP. Sebagai partai politik yang kaya pengalaman semestinya PDIP mensyukuri anugerah telah memiliki kader sebagus Jokowi. Kader-kader PDIP yang lain seperti Risma Walikota Surabaya dan kader-kader PDIP lainnya yang telah diterima masyarakat telah membawa citra yang sangat positip.

Yang pantas dilakukan PDIP adalah memelihara kader-kader terbaiknya untuk bisa bekerja baik untuk kepentingan masyarakat. Jika masyarakat puas dengan kinerjanya maka dengan alamiah akan berpengaruh pada kepercayaan masyarakat terhadap partai politiknya. Karena sebuah citra positip tak bisa dibangun secara tiba-tiba, tetapi melaui sebuah proses panjang dan berliku. PDIP sangat kampiun untuk hal itu. Jangan sampai citra yang telah sekian lama dibangun dirusaknya sendiri. Atau mungkin dirusak pelan-pelan oleh kadernya sendiri yang mengandalkan ilmu AIS (Asal Ibu Senang). Perlahan tapi pasti orang-orang internal tersebut sebenarnya telah menebar racun bunuh diri.

Tahun 2014 adalah momen emas bagi PDIP. Pada tahun yang penting ini PDIP mempunyai kader-kader terbaiknya yang menyita perhatian masyarakat. Sungguh sangat disayangkan apabila momen ini tersia-sia hanya karena ambisi pribadi dan racun yang bertebaran di lingkungannya sendiri. Masyarakat kita semakin hari semakin cerdas. Pilihan masyarakat terhadap tokoh bukan dikarenakan darimana asal partainya. Tapi bagaimana tokoh tersebut diterima masyarakat karena beberapa alasan.

Tokoh-tokoh masyarakat yang baik tetap memenangi pemilihan kepala daerah sekalipun partainya sedang dihantam badai. Ridwan Kamil contohnya. Tokoh ini telah merebut hati masyarakat Bandung karena masyarakat telah mengenal baik dan mengetahui reputasinya. Seperti juga Risma Walikota Surabaya, asset berharga bagi PDIP maka Ridwan juga asset dan anugerah bagi PKS. Ini sebenarnya sebuah perkembangan politik yang positip. Bagaimana sebuah partai politik berlomba-lomba mencari kader terbaiknya. Bukan sebaliknya, sibuk mengklaim bagaimana seorang tokoh yang baik berasal dari partainya. Ini menjadi kontra produktip, dipaksakan dan memuakkan.

Maka, jika tidak hati-hati nama Jokowi yang begitu melejit akan runtuh sia-sia hanya karena sebuah ambisi pribadi, atau ambisi segolongan orang yang terlalu PD memanfaatkan sang tokoh idola. Semoga Jokowi kembali ke karakter yang sebenarnya, sebagai pribadi yang rendah hati yang mengedepankan kepentingan masyarakat.  Semoga Megawati berbesar hati  untuk tidak merusak reputasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline