Perjalanan di Inggris #5 - Hammersmith Shopping Centre
Pada hari ke 4 berada di UK setelah sehari sebelumnya mengunjungi kota yang eksotis karena sejarah dan bangunannya (Salisbury) serta menikmati lapangan luas dan Stonehenge di tengahnya, penulis berencana untuk sarapan di hotel dan makan siang di luar. Sarapan dengan gaya Inggris (English Breakfast) yang khas adalah sup kacang merah (redbean soup), sayuran brokoli, jamur serta wortel. Tidak mengambil sosis, daging atau yang sejenisnya karena diinfokan tidak halal untuk muslim. Roti dan sereal adalah menu sarapan yang biasa. Penulis ingat 35 tahun yang lalu rasa sup kacang merah hambar dan tidak berasa. Kesannya adalah kacang merah yang dimatangkan plus air supnya tapi tidak ditambahkan garam atau bumbu. Jadi datar rasanya. Namun saat ini, sup kacang merah adalah masakan enak dari yang ada di menu English Breakfast.
Adaptasi Cuaca
Adaptasi terhadap cuaca dingin dilakukan ketika waktu makan siang mencari makan siang di mall yang berukuran sedang yang menempel dengan stasiun kereta bawah tanah Hammersmith Underground Station. Menuju tempat makan siang meskipun tetap dingin dengan suhu 16-17, tapi terasa sebagai 12-13 derajat celcius. Dengan angin yang berhembus lumayan kencang, jaket tebal dengan 2 atau 3 lapis T-Shirt diperlukan agar tidak disiksa oleh dingin plus sarung tangan dan syal. Jaket tebal plus beberapa lapis baju kaos menjadi cara paling efektif mengatasi cuaca dingin. Bulan-bulan Oktober sampai November adalah masa autumn atau musim gugur di mana suhu akan terus menurun mendekati musim dingin (winter) dan angin terasa menusuk tulang.
Berpetualang di Toko-Toko
Sesudah makan siang, penulis berjalan-jalan berempat bersama istri, anak dengan istrinya ke pusat keramaian di Hammersmith. Mencari oleh-oleh atau kenang-kenangan, tidak lepas dati toko-toko yang menyediakan suvenir termasuk baju, tas dan lain lain. Toko toko itu biasanya ramai dikunjungi oleh warga lokal maupun pendatang. Beberapa toko yang dikunjungi dan cukup menyenangkan untuk dijelajahi. Di antaranya Primark, toko yang menjual baju dan perlengkapan yang kita pakai termasuk sepatu, sandal, tas. Toko Primark ini menjual barang yang bagus-bagus tapi harganya jauh lebih rendah dari toko barang premium seperti Marks and Spencer. Primark bisa menjual produk dengan harga murah karena semua barangnya di buat di negara-negara dengan biaya pekerja yang lebih rendah, seperti China, Bangladesh, Pakistan dan beberapa negara di asia lainnya. Toko supermarket lain yang ada di kota-kota di Inggris adalah TJ-Maxx, Sainsbury's, Lidle dan Tesco. Toko-toko ini rata-rata mencari keunggulan satu dari yang lain baik dari kualitas produk maupun harga yang bersaing. Yang mereka jual barang-barang baru atau ada juga barang branded namun yang preloved (second) atau yang stoknya terbatas yaitu yang hanya ada di display saja. Sempat membeli barang-barang souvenir dan juga baju T-Shirt. Ada yang untuk oleh-oleh, ada juga untuk dikoleksi sendiri.
Ada juga Toko, yang bertajuk sosial, yang menjual produk-produk second dan hasilnya diberikan kepada kaum lemah di negara-negara lain, yaitu Oxfam. Oxfam sepertinya saat ini sudah lebih berkembang dan variasi barang yang dijual juga lebih beragam. Di salah satu bagian toko, disiapkan tempat untuk kita meletakkan barang-barang yang ingin kita sumbangkan. Dan ternyata barang-barang tersebut adalah yang kondisi dan kualitasnya masih sangat baik. Sepertinya ada sortiran untuk barang-barang yang layak jual. Toko seperti ini mungkin bisa jadi inspirasi bagi kita utk berbagi dengan cara yang sama. Di Indonesia kita biasa berbagi melalui beberapa lembaga sosial seperti Baznas dan lain-lain.
Jangan Mengkonversikan Harga Barang ke Mata Uang kita
Karena kita berbelanja dengan mata uang asing, sering kita berbelanja dengan membuat kalkulasi berapa yang harus kira bayar kalau dikonversi ke mata uang kita, yaitu rupiah. Ketika mata uang kita sedang kuat, maka harga kelihatan wajar, namun ketika sedang melemah, kita akan merasa kemahalan. Pada akhirnya kita membandingkan harga di toko yang sama atau lain dengan harga lokal. Karena ketika kita mengkonversikan dengan mata uang kita, kita tidak akan membeli apa-apa. Tentu aspek lain yang menguatkan keinginan membeli atau tidak adalah stok uang yang kita bawa.
Contactless Payment