Fenomena Alam Semesta di dalam Al-Quran (bag. 1)
Bagian dari surat Al-Baqarah 185, ‘Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah’.
Al-Quran dikenal dengan berbagai atribut dan salah satu yang jelas adalah sebagai petunjuk bagi manusia. Manusia di sini berarti manusia secara umum atau keseluruhan manusia, bukan hanya ummat Islam yang Al-Quran adalah kitab sucinya. Pada ayat itu juga diteruskan dengan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. Hal ini bermakna bahwa selain fungsi petunjuk, juga ditampilkan fenomena atau gejala alam yang tersurat ataupun tersirat di dalam Al-Quran agar dapat kita amati, baca dan pahami.
Manusia yang memiliki keragaman aktivitas baik sebagai manusia spiritual ataupun material, melakukan upaya-upaya dalam kehidupannya untuk hidup dan berkembang yang ditunjukkan dengan peradaban. Al-Quran hadir untuk seluruh manusia sebagai petunjuk untuk hidup yang lebih bermakna dan lebih berdaya serta memberikan penyadaran bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh sang Maha Pencipta.
Al-Quran bercerita tentang sejarah sebagai sumber inspirasi, dan memberikan petunjuk bagi pengungkapan rahasia alam semesta dengan fenomena yang juga ditampilkan di dalam Al-Quran. Yang menariknya adalah bahwa Al-Quran mensyaratkan bahwa kita harus memiliki standar keilmuan untuk memahami fenomena-fenomena alam tersebut. Dalam surat Arrahman ayat 33 yang menyatakan ‘Jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah; kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan (sulthan).’ Tafsir ar-Razi II/306 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kekuatan ini adalah kelapangan dan kedalaman ilmu.
Penulis melihat bahwa Al-Quran banyak dipahami oleh masyarakat sebagai kitab sakral dan ritual yang dibaca pada saat-saat tertentu saja. Dalam banyak kesempatan ayat-ayat Al-Quran dipakai dengan keyakinan memiliki kekuatan spiritual tertentu. Hal itu bukanlah kekeliruan karena ayat-ayat Al-Quran memang memiliki fungsi ritual dalam aktifitas kita berzikir setelah melaksanakan sholat, diantaranya. Atau juga ada ayat atau surat dalam Al-Quran yang kalau dibaca dengan penuh kekhusu'an membuat jiwa pembacanya merasa tenang.
Yang tidak tepat adalah ketika ayat-ayat Al-Quran dianggap memiliki nilai sakti yang mengandung daya penangkal bahaya dan untuk secara harfiah menjauhkan manusia dari mara bahaya, misalnya menuliskan ayat Al-Quran di atas kertas lalu dimasukan ke dalam gelas berisi air dan airnya di minum. Al-Quran dipandang sama seperti jimat dalam perdukunan dan bukanlah itu fungsi dari Kitab Suci ummat Islam tersebut.
Di sisi lain, masyarakat dalam bertindak, berilmu pengetahuan, berpolitik, berperilaku ekonomi, bersosialisasi, pendidikan, dan dimensi-dimensi lain tidak merujuk secara langsung kepada kitab suci Al-Quran, melainkan merujuk kepada rujukan-rujukan, yang di dalamnya memuat pandangan hidup kapitalis, sosialis, dan materialis. Sehingga, akibatnya muslim dalam meniti kehidupannya banyak yang keluar dari petunjuk yang telah digariskan oleh Al-Quran yang juga adalah rujukan dalam kehidupan. Dalam arti Al-Quran belum menjadi rujukan selain rujukan ritual saja.
Al-Quran sebagai rujukan sepanjang masa
Sejauh tertentu, pemahaman kebanyakan masyarakat muslim lebih menitikberatkan pada nilai-nilai moral dari Al-Quran yang memang merupakan salah satu kekuatan Al-Quran, artinya terbatas pada teks-teksnya saja dan menangkap makna sebatas pada kesakralan dan ritual semata-mata.