Lihat ke Halaman Asli

Didi Kurniadinata

Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Self-Fulfilling Prophecy, Apa yang Kita Ingin Wujudkan di Masa Depan?

Diperbarui: 12 Mei 2024   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

credit to Strategic Management Insight

Self-Fulfilling Prophecy

Kita coba lihat dari makna setiap kata dengan definisi dari Cambridge Dictionary. Self adalah the set of someone's characteristics, such as personality and ability, that are not physical and make that person different from other people artinya seperangkat karakteristik seseorang, seperti kepribadian dan kemampuan, yang tidak bersifat fisik yang membuat orang itu berbeda dari orang lain. Makna ringkasnya Self adalah jati diri atau diri sendiri.

Untuk Fulfilling definisinya adalah making you feel happy and satisfied, maknanya membuat bahagia atau puas dalam artian memenuhi kebutuhan yang akan membuat kita senang atau bahagia.

Sedangkan Prophecy adalah a statement that says what is going to happen in the future, especially one that is based on what you believe about a particular matter rather than existing facts atau bermakna suatu pernyataan yang menunjukkan apa yang akan terjadi di masa depan, khususnya yang didasarkan pada apa yang kita yakini tentang sesuatu hal yang khusus ketimbang fakta yang ada.

Jika kita panjangkan pemaknaannya Self-Fulfilling Prophecy dengan model DM (diceritakan-menceritakan) adalah suatu pernyataan tentang apa yang akan terjadi pada diri sendiri di masa depan, yang lebih didasarkan pada apa yang diyakini dari pada fakta yang ada.

Dalam bukunya Inside Organization pada di halaman 88 ringkasnya Charles Handy bercerita bahwa Rosenthal dan Jackson pernah melakukan suatu penelitian di salah satu sekolah di USA. Mereka melakukan test kecerdasan ke sejumlah murid sekolah. Setelah selesai test dan diperiksa dengan hasilnya, mereka kembali ke sekolah itu.

Sebelum hasilnya dibagikan, dengan sengaja oleh Rosenthal dan Jackson, perolehan angka murid-muridnya ditukar, yang angka kecerdasannya tinggi ditukarkan ke murid yang angka kecerdasan sedang. Artinya anak-anak yang tinggi kecerdasannya mendapatkan angka yang sedang; dan anak-anak yang angka kecerdasannya sedang mendapatkan angka yang tinggi. Dan hal ini tanpa diketahui oleh para gurunya. Ketika tiba di kelas mereka membagikan hasil test dengan komposisi tersebut.

Setelah itu Rosenthal dan Jackson memonitor perkembangan murid-murid dan mengunjungi lagi sekolah itu. Lalu mereka mengecek capaian murid-murid yang aslinya angka kecerdasannya sedang tapi dapat angka tinggi. Para gurunya menyampaikan bahwa dari hasil test, anak anak itu diharapkan bisa berprestasi dalam pembelajarannya. Dan ternyata hasilnya memang mereka masuk dalam klasifikasi cerdas sesuai dengan angka hasil test yang ditukar tadi.

Banyak ilmuwan mempertanyakan masalah etika menukar skor asli dengan skor berbeda dalam rangka penelitian, namun Charles Handy melihat hal yang menarik dari penelitian  ini karena memberikan contoh kasus sesungguhnya dari Self-Fulfilling Prophecy. Ketika mendapatkan tanda bahwa kita bisa menjadi orang yang dengan kualitas tertentu, kita akan terdorong untuk mewujudkannya dan hal itu dapat benar benar terjadi.

Contoh kasus di dalam keluarga

Kalau kita punya anak yang sering bangun kesiangan untuk bersekolah kita coba membuat dia merasa bahwa sesungguhnya dia adalah anak yang keren jika bangun pagi. Maka kita upayakan dia bangun pagi, dan ketika dia lakukan itu dengan baik tanpa rasa terpaksa, kita menyampaikan apresiasi dan menyatakan bahwa anak kita memang anak yang keren dan anak sekolah adalah anak yang selalu bangun pagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline