Lihat ke Halaman Asli

Didi Kurniadinata

Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Dikotomi Ilmu Agama dan Non-Agama

Diperbarui: 31 Maret 2024   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Credit to alif.id

Sering tergelitik dengan ungkapan seseorang yang mengatakan bahwa ilmu agama itu lebih penting dari ilmu non-agama? yang jadi pertanyaannya apakah dikotomi ilmu agama dan non-agama itu benar? Kebetulan pula ilmu yang saya pelajari dan kuasai bukan ilmu agama atau yang masuk kriteria ilmu non-agama. Lalu apakah kita akan merasa kurang bermakna mempelari ilmu non-agama karena dianggap tidak pas untuk kehidupan di akhirat nanti.

Islam dan Sains

Nabi Muhammad mendapatkan wahyu pertama dari Allah SWT pada 17 Ramadhan yaitu Surat Al-Alaq yang intinya adalah tentang ilmu pengetahuan yang dimaknai dengan kata iqra atau bacalah. Surat Al-Alaq lengkap adalah:"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam

Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya " (QS. Al-Alaq: 1-5). Di surat ini yang dimaksud baca dalam pandangan penulis adalah belajar melalui beberapa moda seperti menyimak, mengamati dan menginferensi. Jelas bahwa yang dibaca adalah pengetahuan dengan diberikan contoh penciptaan manusia dari segumpal darah. 

juga kata kalam juga merupakan alat tulis dan yang ditulis tentu tulisan. Melalui surat ini Allah SWT memberikan pemahaman tentang membaca atau belajar dan alat tulis sebagai perantara. Aspek terakhir ini menunjukkan bahwa manusia membuat kodifikasi agar apa yang ditulis bisa dipahami secara universal.

Dari pemahaman awal ini, Islam mengenal ilmu pengetahuan dan kodifikasi dalam menyampaikan pemikiran melalui tulisan adalah hal utama dalam ajaran yang dibawa wahyu pertama ini. Jika hal ini dijadikan dasar, maka sesungguhnya tidak ada dikotomi Ilmu Agama dan Non-Agama. 

Semua ilmu ada dalam adalah ketentuan alam yang tertuang sebagai sunnatullah. Al-Ghazali seorang ulama sufi yang pemikirannya banyak menjadi rujukan mengatakan, bahwa seluruh ilmu tercakup dalam maha karya dan sifat-sifat Allah, dan AlQur’an adalah penjelasan tentang seluruh esensi, sifat dan karya Allah SWT. AlQuran bagai lautan yang tak bertepi, dan jika andaikan air lautan itu menjadi tinta untuk menjelaskannya, niscaya air lautan itu akan habis sebelum kata-kata Allah SWT itu berakhir (lihat Al-Ghazali, 11329 H: 9, 32).

As-Suyuti memandang sama yaitu bahwa al-Qur’an itu mengandung seluruh ilmu-ilmu klasik dan modern. Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW  itu mencakup seluruh aspek terkait. Tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun yang tidak diliput di dalam al-Qur’an (As-Suyuthi, 1979, I: 1).

Dalam AlQur'an banyak menyatakan bahwa Ilmu itu merupakan hal utama. Di dalam Surat Albaqarah 31-32 tertulis:

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian diperlihatkan kepada Malaikat dan berfirman: ‘Sebutkanlah kepadaKu nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar’. Mereka menjawab: ‘Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana ".

Di Surat Azzumar ayat 9 Al-Qur’an juga menandaskan:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline