Lihat ke Halaman Asli

Empat Sekawan

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Empat orang sahabat yang sekian lama menjadi sahabat. Ya, mungkin itulah yang dapat ku katakan mengenai diriku, Efran dan tiga orang sahabatku Franda, Erick, dan Reza. Pengalaman pertama kali kami bertemu, sekitar 8 tahun lalu, di saat kami masuk SMP, langsung membuat kami merasa dekat dan sangat dekat.

Erick si kacamata dan berambut keriting, si jenius yang sering bersama dengan kami. Reza si cowok sporty yang sering mengajak kami berolahraga bersama, dan Franda, hmmm. Franda adalah yang tercantik di antara kami, ya memang dia satu-satunya perempuan di kelompok kami, tapi lebih dari itu, aku menyukainya. Ia sangatlah cantik, manis, dan murah senyum. Ia juga pintar sewaktu di sekolah.

Sedangkan aku? Aku, Efran hanyalah seorang laki-laki biasa yang menyukai dunia sastra, terutama puisi. Bagiku, puisi adalah tempat mencurahkan isi hati, terutama segala hal yang berhubungan dengan Franda.

Suatu saat kami berkumpul di sebuah warung makan di daerah Pasar Lama, Tangerang. Entah mengapa Reza menginginkan kami untuk berkumpul di sini, tapi biarlah, yang penting aku bisa melhat senyum manis Franda.

Pukul 20.00 kami akhirnya pun telah bekumpul. Reza, orang yang mengumpulkan kami di sini, langsung to the point, ia berkata, bahwa ia akan mengajak kami untuk melakukan perjalanan yang tak akan pernaah terlupakan.Perjalanan yang akan membuat kami berdecak kagum, Nusa Penida! Itu adalah tujuan kami. Tempat yang aku pun belum tahu bagaimana dan dimana. Awalnya kami menolak, tapi entah bagaimanalah Reza dapat menghasut kami, ya Reza selain sporty, dia adalah si jago hasut dan berdasarkan hasil diskusi, kami akan berangkat dua minggu lagi. Semua yang dibutuhkan, akan dipersiapkan oleh Reza.

Dua minggu pun berlalu dengan cepat. Sesuai dengan SMS yang dikirim oleh Reza kemarin lusa, kita akan berkumpul di Bandara Soekarno Hatta, dan yang menyenangkan adalah aku akan berangkat bersama Franda, dan hanya kami berdua. Di dalam taksi aku dan Franda terus berbicara tanpa putus-putus. Aku bisa melihatnya tertawa dan terus tertawa, hal itulah yang membuatku senang.

Perjalanan ke bandara pun berakhir, dan kami turun di terminal 3 bandara. Terlihat Reza dan Erick telah tiba duluan, lalu dengan bergegas  kami melakukan check-in dan boarding kurang lebih 45 menit selanjutnya. Sesuai dengan tiket, destinasi kami adalah Denpasar, Bali!

Hampir dua jam duduk diam di pesawat sangatlah membosankan, apalagi Franda tidak duduk bersamaku. Tapi untunglah, kini kami sudah mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Dari sini, Erick telah merental minibus untuk menjemput kami dan mengantarkan kami ke pantai Kuta. Dalam perjalanan, Franda duduk disebelahku, dan mungkin karena lelah, ia tertidur dan kepalanya rebah di pundakku. Sungguh aku sangat senang, tapi juga deg-degan. Perempuan yang selama ini kutaksir, kini ada disebelahku. Sungguh aku berharap agar perjalanan ini agak lama, namun ternyata hanya sekitar 30 menit sejak Franda tertidur di pundakku, kami telah mencapai Kuta.

Dari Kuta, sudah ada kapal kecil yang menunggu kami, kapal itu akan membawa kami ke Nusa Penida. Diperjalanan pun banyak cerita, terutama aku yang mabuk laut. Ya aku memang tak terbiasa naik kapal.

Sampai di Nusa Penida, perjalanan pun belum usai. Dari pelabuhan, kami menyewa dua sepeda motor untuk menuju timur Nusa Penida, itulah tujuan kami, pantai timur Nusa Penida. Yang menyenangkan adalah ketika aku berkendara bersama dengan Franda. Sungguh sangat senang, diperjalanan kami masih sempatnya tertawa bersama dan bercanda. Sungguh indah melihat Franda tersenyum, mungkin itulah “surga dunia”, oh Tuhan!

Tiga jam berdua di atas motor bersama Franda memang sangat menyenangkan. Apalagi diperjalanan, ia juga sempat beberapa kali memelukku. Rasanya? Sungguh diriku senang, gembira, dan semacamnya, bercampur aduk menjadi satu.

Akhirnya, setelah tiga jam kami sampai di timur Nusa Penida. Pantai yang tidak bernama ini, ada di ujung timur Nusa Penida. Daya tarik pantai ini adalah pantai yang berupa tebing di sebelah selatan, walaupun kami tidak bisa mencapai pantainya yang terisolasi, tapi sungguh indah melihatnya dari atas tebing ini. Sungguh terbayar perjalanan jauh menuju tempat ini, apalagi pergi bersama sahabatku dan Franda cukup menambah kesenangan sampai di tempat ini.

Namun, hari sudah sore. Kami pun memutuskan untuk bertenda di tempat ini, tentunya dengan tenda yang dibawa oleh Reza. Sewaktu menjelang malampun, kami membakar kayu bakar untuk dijadikan api unggun. Lama-kelamaan, tinggal aku dan Franda yang menghangatkan diri di tepi api unggun ini. Perasaanku seperti menggebu-gebu, akankah ku ungkapkan cintaku di Nusa Penida ini?

Aku terus merenungkan hal itu. Aku takut Franda akan menjauhiku jika aku melakukan hal itu, namun siapa yang tahu kalau Franda akan menerimaku kan? “Mungkin lebih baik aku coba”, kataku dalam hati.

“Hmmm .. Franda”

“Iya? Kenapa Fran?” jawabnya.

“Hmmm, ada yang harus kukatakan” kataku.

“Apa?” tanyanya sambil tersenyum.

“Se,sebenarnya ..” kataku sambil gugup.

“aku suka sama kamu” kataku melanjutkan.

“hah?” ia kaget. Mungkinkah ia menerima cintaku? Atau dia akan menolaknya.

“Terima kasih Fran karena kamu telah menyukaiku. Aku juga menyukaimu, tapi

Hanya sebatas teman”. Kata Franda.

Sejak hari itu, aku tahu, bahwa diriku di tolak. Cintaku kandas di Nusa Penida.

Oh Franda, seluruh alam sadarku, dan alam mimpiku, semua milikmu, andai kautahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline