Mengutip sebuah adagium "Quot capita, tot sensus", sebegitu banyak kepala, sebegitu pula banyaknya pendapat yang dilahirkan. goresan ini mencoba mengabstraksikan euforia dan harapan baru yang disematkan oleh anak bangsa kepada pemimpin barunya: Bpk. Ir. H. Joko Widodo sebagai presiden terpilih Republik Indonesia yang ketujuh. Andai dapat berjabat mungkin demikian tutur dari lisan yang sarat kepolosan dan kealpaan namun ia adalah sebentuk harapan dan metamorfosa pengembaraan batin atas realita bangsa ini.
Pesta demokrasi bangsa Indonesia 2014 telah usai dan menemukan titik kulminasinya dengan bertahtanya Bapak Joko Widodo sebagai RI - 1 yang ketujuh dan Bapak Drs. H. Jusuf Kalla sebagai wakil Bapak. Sekitar 130 juta jiwa rakyat Indonesia telah memberikan hak pilih dalam pentas demokrasi tersebut dan Bapak Jokowi telah memenangkan hati Rakyat Indonesia dengan perolehan 70,997,85 suara (53, 15 persen) dari total keseluruhan suara. Angka ini mengisyaratkan banyak hal diantaranya bahwa lebih dari separuh anak bangsa dari berbagai strata telah menaruh harapan dan amanah di pundak Bapak Jokowi. ada 70 juta jiwa lebih yang memilih presiden dari latar belakang sipil ketimbang calon lainnya yang berlatar militer. ada 70 juta jiwa lebih yang mencoba menakar kapasitas dan kompetensi Bapak dan memberikan rekomendasi lebih ketimbang calon lainnya. so what next Mr. Jokowi? demikian barangkali pertanyaan yang paling banyak menggelitik benak kita, entah itu ambo baco tetangga saya yang masih awam politik hingga para "dedengkot" politik yang menghuni senayan.
sejatinya rakyat Indonesia sudah demikian lama menderita pak, baik dalam makna semu maupun secara hakiki. realitas bangsa ini menunjukkan bakyak hal untuk kita telaah dan kaji. apakah makna kemerdekaan seperti yang tersurat dalam pembukaan UUD 1945 telah benar - benar diwujudkan dengan benar oleh para pendahulu Bapak? Ataukah hanya melahirkan kebijakan - kebijakan baru yang kian membebani orang kecil, ataukah lebih pada menghasilkan atau meluluskan undang - undang baru sebatas retorika tuk sebuah pembenaran semu? semoga Bapak peka dan mampu tuk berbuat lebih, lebih dalam artian lebih baik, sebab yang kami ketahui dalam kultur Islam mengajarkan "orang yang beruntung adalah orang yang lebih baik hari ini dibanding hari kemarin".
Bapak Sadari atau tidak bahwa bangsa ini adalah betul - betul bangsa yang kuat, kuat dalam artian kuat menahan penderitaan atas berbagai cobaan baik dari alam, lingkungan, tekanan ekonomi hingga tekanan sistem yang dibuat oleh "orang yang dipercaya" tuk mewakilinya sebagai dewan yang terhormat.banyak fragmen dan potret yang kita saksikan dengan sesak dada hingga sesak nafas yang berulang - ulang di beritakan tanpa menimbulkan rasa haru. Realitas penggusuran, nasib saudara kita di rantau yang menjadi TKI dan TKW, Eksploitasi kekayaan alam oleh pihak Asing, kesenjangan ekonomi, kesejahteraan petani, Eksploitasi hutan dan pengrusakan lingkungan secara masif, pengangguran, guru, anak putus sekolah, mafia birokrasi , mafia Migas, Mafia peradilan dan masih banyak lagi.
Menyoal pemerintahan yang sebelumnya kami berasumsi belum memberikan porsi dan dampak maksimal bagi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan amanah dari sila ke 5 Pancasila. Hutang negara kita telah menyentuh angka beban hingga kepada bayi Indonesia yang baru dilahirkan. Nasionalisme para pengurus negara ini sepatutnya dipertanyakan, alasannya sederhana : KKN ibarat raksasa unbeatable! harapan terlalu kita bebankan dipundak KPK, sehingga hasilnyapun belum maksimal dan menyentuh hingga aras daerah. perlu UU bagaimana lagi dan seberapa banyak lagi tuk sebuah hasil yang menggembirakan. Memang sebuah Mega proyek telah dititahkan oleh kurang lebih 260 juta jiwa di pundak Bapak Jokowi bersama kabinet pemerintahan Indonesia Hebat. INDONESIA HEBAT semoga bukan sebatas jargon dan slogan untuk meninabobokkan, kami sekarang terjaga dan tersadar, terjaga untuk menjaga dan mengawal bapak untuk pemerintahan bersih dan profesional, tersadar untuk selalu memberikan kritik dan masukan konstruktif agar semuanya dapat berjalan dalam koridornya. Ada sebuah pepatah " seorang pemimpin menunjukkan watak yang dipimpinnya". Sejatinya kami tak terlalu berharap banyak di langkah awal bapak, harapan kami cuman satu " Wujudkan pemerintahan yang BERSIH".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H