Perayaan pergantian tahun sudah di depan mata. Semua orang : dari yang tua hingga muda ; anak-anak sampai orang dewasa, serasa tak ingin melewatkan kesempatan itu. Menikmati gemerlap cahaya kembang api dengan orang-orang terkasih atau hanya nongkrong sekedar mengambil waktu sendiri.
Momen perayaan pergantian tahun selalu diisi dengan hal-hal suka cita. Ini hal yang wajar, dan memang seperti itu demikian. Namun, kabar buruk datang bagi masyarakat Indonesia yang menanti perayaan itu. walaupun tidak semua orang merasakan aturan yang diterapkan, akan tetapi hampir di seluruh wilayah akan diberlakukanya penerapan pencegahan mobilitas masyarakat atau yang biasa di kenal dengan PSBB. Ini akan sangat berdampak bagi mereka yang ingin merayakan pergantian tahun. Tapi bukan itu masalahnya. Melainkan, seberapa mungkin dari kita yang dapat menyesuaikan diri dengan keterbatasan ini.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah salah satu upaya yang dilakukan manusia untuk mencegah penularan wabah corona. Namun PSBB bukanlah barang baru, sebab Kebijakan ini sudah diterapkan sejak awal tahun. Bahkan, di beberapa tempat masih jauh hari sebelumnya telah diberlakukan.
Selain dari pada itu, isu korupsi serta berbagai deretan kasus pelanggaran HAM masih mewarnai kalender tahun ini. terlebih pemaksaaan perberlakuan beberapa Undang-Undang baru yang juga merupakan bagian dari rangkaian upaya yang tersistematis oleh rezim untuk mengaputasi nilai kaudalatan rakyat. Dari sini bisa kita katakan, bahwa problematika sosial yang terjadi dalam kurun waktu setahun ini tidaklah sedikit. Dan seharusnya perayaan pergantian tahun tidak hanya sekedar melakukan seremoni belaka, melainkan perlu direfleksikan guna memperbaiki segala permasalahan yang terjadi selama ini.
Tidak bisa dipungkiri, apabila problematika sosial tetap akan berlangsung ada dalam realitas sosial. Dalam arti, semua kondisi sosial (baik maupun buruk), punya latar penyebabnya. Kita bisa memakai hukum kausalitas dalam hal ini, akan tetapi, tidak semua orang mampu membaca atau menganalisa kejadian-kejadian tersebut. Di sadari atau tidak, elemen yang harusnya menjadi pengontrol atau bahkan dianggap sebagai agen solutif pun gagap dalam menyikapi berbagai problematika sosial. Oleh karenanya, kondisi ini akan terus berlangsung lama, bahkan bisa jadi akan menimbulkan masalah baru apabila tidak cepat melakukan restorasi dengan mencari pemecahan masalahnya.
Bila diamati lebih seksama, fenomena kontrol sosial yang terjadi hari ini hanya bersifat reaksioner. Gaungan pembaharu dalam tubuh agen kontrol sosial belum terlihat signifikan. Gerakan-gerakan menciptakan solusi di setiap persoalan, terkesan momentual. Bukan mencari solusi malah lebih ke arah profit-individual atau eksistensi semata. Hal ini terlihat jelas di tubuh agen-agen kontrol sosial. Misalnya; Mahasiswa atau Pemuda. Tapi mengapa harus ada kontrol sosial? Seberapa pentingkah kontrol sosial?
Kontrol sosial adalah upaya atau suatu mekanisme dalam mencegah timbulnya penyimpangan sosial. Dengan adanya kontrol sosial, diharapkan mampu menciptakan tatanan sosial yang berdasarkan pada norma-norma yang ada di masyarakat. Yang pada hakekatnya untuk mendorong situasi agar tetap kondusif, tanpa adanya penyimpangan sosial. Pemuda maupun mahasiswa yang merupakan salah satu aktor penting dalam jalannya roda kontrol sosial, harus mampu memahami peran dan tugasnya sebagai agen sosial. Kemampuan intelektual dan sikap idealisme merupakan modal dasar yang dimiliki pemuda maupun mahasiswa, dalam mengindahkan banyaknya persoalan penyimpangan sosial.
Tak heran bila catatan sejarah perjuangan melawan tirani kekuasaan di negara ini, pemuda maupun mahasiswa punya kontribusi besar di dalamnya. Pergolakan perlawanan dari awal Abad ke 20, hingga punjak momentum tumbangnya rezim Soeharto, merupakan bukti kemampuan pemuda atau mahasiswa yang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam urusan kontrol sosial. Akan tetapi, dalam kurun waktu pasca peristiwa reformasi, gerakan pemuda atau mahasiswa mulai bergeser. Disorientasi atas misi perlawanan dalam membawa visi keadilan mulai terkikis dengan model Pragmatisme, Hedonisme dan Apatisme. Ini merupakan kondisi yang menjadikan posisi pemuda dan mahasiswa hari ini tidak punya lagi nilai tawar dalam aspek kontrol sosial.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan arah perjuangan gerakan mahasiswa yang kian hari kian redup ini, misalnya :
Degradasi Moralitas / Kepekaan Sosial
Masalah sosial adalah suatu rangkaian fenomena penyimpangan sosial yang sangat berdampak pada tatanan sosial. pada gilirannya menciptakan kondisi ketidakstabilan, dimana ruang publik mulai diambil alih oleh para elite untuk kepentingan golongannya. Sedangkan, masyarakat kecil tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti kehendak dari golongan tersebut, dengan menggunakan represifitas kekuatan maupun kekuasaan politik.