Dua kematian dalam rentang waktu yang berdekatan yang selalu diberitakan akhir-akhir ini, bahkan ada yang sampai beberapa kali ditayangkan dan ditulis di berbagai media di negeri ini, membuat hati kita menjadi sangat terusik. Sementara yang dijadikan tumbal dalam hal ini adalah Rumah Sakit yang menolak pasien. Sehingga medis dan para medis serta para staff yang ada di rumah sakit selalu menjadi bulan-bulanan media.
Pernyataan resmi Menteri Kesehatan RI, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, termasuk juga Gubernur DKI Jakarta “JOKOWI” yang menyatakan bahwa memang ada masalah di dalam pelayanan kesehatan tersebut, malahan tidak kunjung di respon oleh media.
Kekurangan ratusan ribu tempat tidur untuk pasien rawat inap, kekurangan ratusan peralatan untuk ke-gawat-daruratan, undang-undang keperawatan yang tidak kunjung selesai, kemudian ditambah lagi dengan sistem gaji medis dan para-medis yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya, merupakan sederatan permasalahan yang ada. Sementara remunerasi yang dilaksanakan oleh Pemerintahan SBY tidak menyentuh “orang-orang yang bergerak demi kemanusiaan”, dokter spesialis Gol. IV A tunjangan profesinya tidak lebih dari 1 juta, para medis mungkin setengahnya.
Rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia adalah 69 tahun, angka ini naik secara signifikan dari 10 tahun sebelumnya, dan hal ini tentu tidak terlepas dari peranan tenaga-tenaga kesehatan yang ada di negeri ini. Akan tetapi di sisi lain, aparat keamanan negara (Polisi dan TNI) yang sudah mendapatkan remunerasi, toh..... juga tidak menurunkan angka kejahatan, serta juga tidak kunjung bisa memberikan rasa aman terhadap anak bangsa ini. Bila kita melihat tunjangan dokter IV A hanya 1/3 tunjangan profesi yang diterima oleh guru.
Jujur kita akui bahwa pabrik (hulu) yang mendidik tenaga kesehatan, khususnya yang melaksanakan program non-reguler dan program khusus memang banyak bid’ah-nya. Suatu hari Saya menulis surat kepada Ibu Menteri Kesehatan RI, 2 minggu kemudian, 4 orang utusan Ibu Menteri datang ke daerah Saya. Kemudian Saya sampaikan banyak permasalahan dan ketidak beresan dalam pengelolaan pendidikan, akan tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Kepentingan, terutama menyangkut masalah “rupiah” tampaknya bukan-lah sebuah masalah besar di negeri ini, tapi ya sudah-lah, ini mungkin akan saya ceritakan lagi di lain kesempatan kepada sahabat Kompasiana.
Akar dari semua penyebab permasalahan tersebut belum ada media yang mengupasnya secara komprehensif. Apa yang menjadi faktor penyebabnya? Ini mungkin sudah bisa kita tebak – minimnya anggaran yang dialokasikan Pemerintah kepada Departemen Kesehatan.
Program Kartu Jakarta Sehat yang diluncurkan oleh JOKOWI – AHOK membuka mata semua orang, bahwa perhatian Pemerintah selama ini sangat minim terhadap pelayanan kesehatan. Mungkin kita masih ingat bagaimana Barak Obama berjuang di Parlemennya, untuk meng-goal-kan rancangan undang-undang jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin menjadi undang-undang, dan itu baru lebih kurang 5 tahun berlalu.
Jokowi melakukan hal yang sama, akan tetapi tidak didukung maksimum oleh Pemerintah Pusat. Sementara untuk membangun gedung DPR yang baru, demikian mudahnya Legislatif dan Eksekutif mengalokasikan anggaran, naifnya, rakyat tidak menginginkannya. Pada saat yang sama, rakyat Indonesia yang miskin, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang hanya Kelas III, sulit sekali untuk meraihnya. Tapi ini-lah Republik-ku !!!!! Republik yang diselenggarakan sambil mengelola kepentingan individu dan kelompok.
Seandainya saja disisa tahun Pemerintahan SBY ini, ia bisa memberikan perhatian yang cukup terhdap petugas kesehatan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakatnya, tentu saja ini akan menjadi kenang-kenangan untuk seluruh petugas kesehatan dan semua masyarakat miskin di negeri yang dipimpinnya. Tampaknya beliau mungkin perlu kita ingatkan kembali pepatah lama “harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan belalai, dan manusia mati meningglkan nama”. Hal ini JOKOWI mendapatkannya. Mencontoh yang baik, tentunya bagi orang yang memiliki niat baik dan orang yang berpikir merupakan suatu kewajiban.
Saya yakin dan percaya bahwa dalam satu tahun masalah ini akan tuntas oleh JOKOWI, karena beliau berbuat memang untuk memecahkan sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Terakhir, Saya sebagai orang daerah, cemburu dan mengakui orang Jakarta pintar dalam memilih Gubernurnya. Gubernur yang bersahaja dalam kepopularitasannya dan tulus dalam pengabdiannya. Mudah-mudahan apa yang dia buat akan menjadi amal shaleh bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
Penulis:
drg. Rinaldo
Dicky Chandra, SE, MM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H