Lihat ke Halaman Asli

Jalan Damai Untuk Perubahan

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Refomasi jilid I telah membebaskan Rakyat Indonesia dari kekuasaan yang otoritarianisme. Harapan akan Indonesia yang jauh lebih baik dan mandiri, terlepas dari belenggu yang ada, ternyata “layu sebelum berkembang”.

Fakta-fakta untuk sampai kepada kesimpulan di atas, setiap hari dapat dilihat oleh anak bangsa ini melalu berbagai media. Seperti yang dirilis oleh Mendagri, 200 orang lebih kepala daerah “mencuri” uang rakyat. Hasil bumi Ibu Pertiwi "diekspolitasi" sesukanya dan "dijual murah" kepada pihak asing dan hal tersebut malah "dilindungi' oleh undang-undang. Tidak salah Fraksi PDI-P melakukan Seminar Nasional tentang “UU Migas Merah Putih”.

Partai politik yang lahir dari “rahim” Reformasi ternyata melakukan perselingkuhan dalam mengelola kepentingannya masing-masing. Kasus CENTURY yang sudah dibawa ke ranah politik tidak menghasilkan putusan politik. LAPINDO yang membuat orang tidak bisa lagi berziarah ke makam orang tuanya, malah dijadikan sebagai bencana nasional. Logikanya orang bodoh, lumpur tidak akan menyembur jika tidak dilakukannya eksplorasi. Ini menegaskan bahwa perselingkuhan tersebut diduga memang benar adanya.

Yang lebih menyedihkan, partai-partai yang membawa nama agama juga tidak ada ubahnya. Sudah sangat jelas melakukan “pencurian”, kelompoknya malah melakukan "pembelaan", dengan menyatakan “bahwa penangkapan pencuri merupakan konspirasi dari pihak luar”. Saya tidak habis pikir, bagaimana seorang tokoh dari Partai Agama, tidak mengerti akan kebenaran Agama itu sendiri. Pada hal Rasulullah pernah bersabda “Seandainya Fatimah Binti Muhammad yang mencuri, maka akan ku potong tangannya”. Asal mula hadist tesebut muncul, tidak mungkin rasanya jajaran puncak Partai Islam di negeri ini tidak mengetahuinya. Intinya, tidak ada kompromi untuk kebenaran.

Gambaran di atas, memperjelaskan kepada seluruh Anak Bangsa ini bahwa Reformasi Jilid II sangat dibutuhkan dengan bermodalkan Reformasi Jilid I, yaitu kebebasan dalam memilih (tanpa kerusuhan, tanpa kekerasan, tanpa fitnah) dan yang jauh lebih tepatnya adalah menciptakan “Jalan Damai Untuk Perubahan”.

Jalan damai ini membutuhkan kontribusi dari semua orang yang tercerahkan; orang yang mempunyai keinginan akan “kekuasaan yang berada di alur yang benar”, tentunya alur yang benar tersebut seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang (mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan Anak Bangsa, menjadikan Bangsa bermartabat bagi dunia luar) dan bukan kekuasaan yang mempertontonkan pencurian uang rakyat, kemunafikan, kezaliman terhadap orang lain.

Intinya, bergerak secara bersama-sama untuk mencerdaskan pemilih dalam menentukan pilihannya. Sejumlah indikator dalam melakukan pemilihan mungkin perlu kita buat secara bersama-sama. Posko di dunia maya mungkin harus ada yang menggagasnya, supaya sejarah buruk ini tidak terulang kembali. Kalau usaha kita sudah cukup, tapi Anak Bangsa tidak menghendakinya, paling tidak kita tidak merasa bersalah atas KETAHUAN kita.

Selamat mengorganisir untuk menciptakan “JALAN DAMAI UNTUK PERUBAHAN”.

Penulis:
drg. Rinaldo
Dicky Chandra, SE, MM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline