Warga Desa Mandangin, Kabupaten Sampang digegerkan dengan penemuan Jenazah yang berada di pembuangan air belakang sebuah rumah. Yang mana jenazah tersebut merupakan seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Tentu saja dengan adanya penemuan jenazah anak ini membuat warga heboh terlebih lagi jenazah korban ditemukan dalam kondisi tubuh yang ditimbun dengan tanah, batu batayang mana leher serta kedua kaki tangannya terikat dengan benang nilon sungguh tragis membayangkan seorang bocah 7 taun yang dibunuh dengan keji.
Kasus ini semakin menggemparkan karena ternyata yang menjadi pelaku adalah tetangga yang merupakan teman bermain dari korban yang masih berusia 14 tahun yang melakukan hal tersebut dengan motif ingin memiliki perhiasan yang dimiliki korban perbuatan ini terhitung sudah direncanakan oleh pelaku karena sudah ada pecobaan di kesempatan sebelumnya yang gagal dan dilakukan pada kesempatan berikutnya.
Melihat bagaimana Pelaku melakukan caranya membunuh korban sudah diluar nalar bagaimana bisa anak 14 tahun bisa sampai kesana cara berpikirnya ternyata usut punya usut si pelaku sering menonton film pembunuhan di media sosialnya seperti facebook hal ini menjadikannya terobsesi melakukan pembunuhan. Keterlibatan anak dalam tindak pidana pembunuhan di Indonesia merupakan fenomena yang jarang terjadi yang tentu saja selalu menggemparkan khalayak karena pelakunya adalah seorang anak. Seperti halnya kasus yang terjadi di Sampang yang tentu saja sunguh disayangkan bagaimana hal itu biasa terjadi. Melihat fenomena ini terjadi menjadi ironi terkaitan perbuatan dari seorang anak 14 tahun sehingga perlu dipertanyakan bagaimana itu bisa terjadi.
Kejahatan-kejahatan yang melibatkan anak pada umumnya dilakukan karena kurangnya pemahaman antara hal yang baik maupun buruk. Masa anak-anak adalah masa yang rawan melakukan tindakan karena masa anak-anak adalah suatu masa yang rentan dengan berbagai keinginan dan harapan untuk mencapai sesuatu maupun melakukan sesuatu. Faktor yang menyebabkan kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh anak adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari individu sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan dari luar individu.
Faktor Internal yang menjadikan anak melakukan pembunuhan diantaranya adalah. Faktor emosi yang belum stabil terlebih lagi diusia remaja yang masih sangat labil dalam menangkap informasi dan mewujudkan keinginan hati seringkali berpikir Panjang apakah perbuatan yang dilakukan sudah benar dan apakah perbuatan tersebut memiliki dampak yang buruk bagi dirinya sendiri atau orang lain. Faktor rendahnya bui pekerti yang mana tidak dapat berfikir dengan akal budinya Ketika melakukan kejahatan.
Faktor Eksternal yang juga memiliki peran antara faktor lingkungan keluarga yang mana peranannya sangat penting terhadap bagaimana perkembangan anak sangat wjaar bagaimana peranan keluarga menjai faktor utama bagaimana perkembangannya. Faktor pengawasan dari orang tua sebagaimana kewaiban melakuan pengawasan dari perilaku yang dilakukan oleh anak itu karena apa anak tersebut mengalami kurangnya pengawasan mereka memiliki kesempatan melakukan pelanggaran-pelanggaran yang bisa jadi terjadi karen rasa penasaran dan ingin tahu mereka yang relative tingggi namun masih belum tau benar tidaknya.
Setelah membahas bagaimana penyebab dari terjadinya anak menjadi pelaku dalam kasus pembunuhan perlu diketahui juga bagaimana tindakan hukum yang dapat diterima anak tersebut atas perbuatannya dengan keadaan pelaku masih anak-anak. Pemberian pertanggungjawaban pidana kepada anak haruslah mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak di masa mendatang atau di masa depan. 5Tidak menutup kemungkinan seorang anak memiliki niat untuk melakukan sesuatu apalagi di era seperti saat ini seorang anak bisa saja melakukan apa yang dilakukan orang dewasa dalam konteks positif maupun negatif. Anak saat ini pikirannya tidak sesuai dengan umurnya sehingga dapat dikatakan sebenarnya anak telah mampu untuk membedakan benar ataupun salah. Niat bisa jadi telah ada pada saat sebelum seorang anak melakukan suatu tindak pidana.
Ancaman pidana bagi anak yang telah ditentukan oleh KUHP (lex generalis) dan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (lex spesialis) dijelaskan bahwa bagi anak penjatuhan pidananya ditentukan yaitu dari maksimum pidana orang dewasa, dan terhadap anak tidak ada pemberlakuan pidana seumur hidup dan pidana mati9. Selain itu juga diatur mengenai sanksi yang dijatuhkan yang ditentukan berdasarkan umur yaitu, bagi anak yang berumur 12 (dua belas) sampai dengan berumur 18 tahun dapat dijatuhi pidana sedangkan yang berumur 8 tahun sampai dengan berumur 12 tahun hanya akan dikenakan sanksi tindakan. UU tersebut mengamanatkan untuk dalam hal proses penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum harus wajib mengutamakan menggunakan proses diversi terlebih dahulu sebagaimana pada Pasal 5 ayat (3).
Pengaturan Diversi erhdap anakyang berkonflik dengan hukum menurut undang-undang SPPA Pengaturan diversi dalam Undang-Undang SPPA diatur di dalam Pasal 6 s/d Pasal 14 yang pada dasarnya untuk menyelesaikan permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum upaya pertama yang dilakukan adalah upaya diversi 14 itu sendiri demi mencapai keadilan restoratif dan mengenakan pidana sebagai upaya terakhir, akan tetapi untuk kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak tidak dapat ditempuhkan proses diversi sebagaimana menurut UU SPPA mengenai syarat diversi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H